SBY Daftarkan Demokrat Atas Namanya, Pengamat: Seolah Milik Keluarga

Syarief Hasan sebut SBY yang ciptakan lambang dan lagu mars

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, membenarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendaftarkan atribut partai ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kementerian Hukum dan HAM pada 18 Maret 2021 lalu. Ia mengatakan, atribut partai berlambang mercy itu didaftarkan untuk mencegah agar tak ada yang mengklaim di masa mendatang. 

"Yang paling berperan sebagai penggagas (Partai Demokrat) itu SBY dan Vence Rumangkang. Namun, lambang partai, ideologi, lagu mars, dan hymne itu ciptaan SBY. Sebagai penciptanya maka wajar dan benar bila didaftarkan," ujar Syarief melalui pesan pendek kepada IDN Times, Selasa (13/4/2021). 

Merujuk ke pangkalan data Direktorat Jenderal KI, yang didaftarkan adalah merek nama "Partai Demokrat" yang tertulis di berbagai medium seperti buku, majalah, koran tabloid hingga ke beragam aktivitas seperti lokakarya dan simposium. Menurut Syarief, atribut lain bisa saja atas nama partai karena memang dibuat oleh partai. 

"Tapi, kalau bendera itu ciptaan SBY," tutur dia lagi. 

IDN Times sempat menemukan pendaftaran serupa pada 24 Oktober 2007 lalu. Ketika itu yang didaftarkan ke Ditjen KI adalah Partai Demokrat dan lukisan bintang. Bedanya pendaftaran yang dilakukan 14 tahun lalu dilakukan atas nama Partai Demokrat yang masih beralamat di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. 

Lantas, apakah aksi pendaftaran atribut partai ke Kemenkumham dibenarkan dari sudut pandang hukum?

1. Langkah SBY dinilai seolah-olah menempatkan Partai Demokrat milik keluarga

SBY Daftarkan Demokrat Atas Namanya, Pengamat: Seolah Milik KeluargaSBY mendaftarkan merek Partai Demokrat sebagai Kekayaan Intelektual menggunakan nama pribadi (Tangkapan layar dari situs resmi Ditjen HAKI)

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai langkah yang dilakukan oleh SBY dengan mendaftarkan atribut Partai Demokrat atas nama pribadi tidak tepat. Sebab, bila pengajuan itu dikabulkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, maka sewaktu-waktu benda yang masuk kekayaan intelektual itu akan diwariskan ke anggota keluarga lainnya. 

"Jadi, seolah-olah menempatkan partai milik keluarga. Padahal, di UU Partai Politik Nomor 2 Tahun 2011 menjelaskan bahwa partai adalah organisasi yang terdiri dari sekumpulan orang yang bekerja atas nama konstituen melalui kader-kadernya," ungkap Feri ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Selasa (13/4/2021). 

Ia melanjutkan, bila SBY mendaftarkan atribut partai dengan nama pribadi, maka hal itu sudah tak lagi sesuai dengan gagasan dibentuknya partai politik. Feri menjelaskan, seharusnya SBY tak perlu khawatir lambang dan atribut partai lainnya akan diambil atau ditiru orang lain. 

"Sebab, ketika suatu partai didaftarkan (ke Kemenkumham) maka akan dicek secara menyeluruh, termasuk lambang partai bila ada kemiripan dengan partai lainnya sehingga bisa membingungkan para pemilih," tutur dia. 

Feri menilai langkah SBY emosional dengan mendaftarkan atribut partai menggunakan nama pribadi. "Tidak elok juga bagi internal partai dan semangat di dalam membangun partai politik," ujarnya lagi. 

Baca Juga: SBY Daftarkan Partai Demokrat Atas Nama Pribadi, Berpeluang Ditolak

2. Pengelolaan partai di Indonesia mirip seperti membangun perusahaan keluarga

SBY Daftarkan Demokrat Atas Namanya, Pengamat: Seolah Milik KeluargaANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Lebih lanjut Feri mengatakan langkah SBY itu malah semakin menguatkan persepsi ada dinasti keluarga di Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Padahal, partai itu idealnya bukan milik keluarga. Meski pada praktiknya hampir semua parpol memperlakukan partainya demikian. 

"Coba saja lihat, PDIP, NasDem, Gerindra. Sangat dikenal dengan istilah di Pusako partai garis keturunan. Padahal, gagasan awal mulai dibentuknya partai kan sekumpulan orang yang memiliki ide yang sama," ungkapnya. 

Feri mengakui, tipe partai di Indonesia meski didirikan lebih dari satu orang, tetapi pendanaannya hanya berasal dari satu individu saja. Orang tersebut kemudian akan menjadi wajah parpol tersebut. 

Maka tak heran, kata dia, bila banyak partai politik di Tanah Air yang sulit bertahan. Pendanaan partai pun, ungkap Feri, bukan berasal dari iuran yang disetor oleh para kadernya. 

"Kader yang jadi anggota DPR bukan menyetor iuran. Itu namanya pemotongan gaji. Kalau iuran, mau dia kader atau bukan tetap memberikan iuran secara berkala entah itu mingguan, bulanan atau tahunan," kata dia. 

3. Kemenkumham kemungkinan besar akan menolak pendaftaran merek Partai Demokrat

SBY Daftarkan Demokrat Atas Namanya, Pengamat: Seolah Milik KeluargaDirjen Kekayaan Intelektual (KI) Kemenkum HAM, Freddy Haris yang dilantik pada 29 November 2017. (Dokumentasi resmi Kemenkum HAM)

Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham Irma Mariana mengatakan, saat ini pihaknya masih dalam tahap publikasi terkait pendaftaran Partai Demokrat atas nama SBY. Periodenya berlangsung pada 25 Maret 2021 hingga 25 Mei 2021. 

"Setelah publikasi, maka akan masuk ke tahap substantif atau pemeriksaan. Tahap inilah yang akan menentukan merek akan ditolak atau diterima," kata Irma melalui keterangan tertulis, Sabtu 10 April 2021. 

Proses pemeriksaan itu, ujarnya, akan memakan waktu selama 150 hari. 

Sementara, ketika dikonfirmasi Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (KI) Kemenkumham Freddy Haris membenarkan, ada pengajuan merek Partai Demokrat oleh SBY.

"Baru melakukan permohonan pendaftaran," kata Freddy kepada media pada 10 April 2021 lalu. 

Ia juga menyebut, kemungkinan besar pendaftaran itu akan ditolak oleh Kemenkumham. "Kemungkinan ditolak 99 persen," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Razman: Saya Gak Mau 'Bunuh Diri' Bela Demokrat KLB di Pengadilan

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya