Sekjen PDIP Dukung Ivermectin untuk Obat COVID-19 Asal Dosis Sesuai

BPOM belum rilis uji klinis Ivermectin untuk COVID-19

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ikut memberikan komentar terkait kelangkaan Obat Ivermectin seiring lonjakan kasus COVID-19. Hasto yang tak memiliki latar belakang medis, ikut mendorong agar penggunaan Ivermectin dibolehkan bagi pasien COVID-19.

Obat keras yang digunakan untuk menyembuhkan infeksi akibat cacing itu diklaim aman dikonsumsi oleh warga, asal dalam dosis yang aman. Padahal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah menyampaikan Ivermectin masih dalam tahap uji klinis untuk terapi COVID-19. Artinya, obat tersebut tidak bisa dikonsumsi secara bebas. 

"Ketika uji empiris membuktikan bahwa dengan obat tersebut bisa menyembuhkan, lakukan itu karena itu adalah harapan. Yang penting dosisnya (Ivermectin diberikan) sesuai dosis dan selama tidak membahayakan keselamatan," ujar Hasto dalam keterangan tertulis pada Selasa, 6 Juli 2021. 

"Pendeknya, melawan COVID-19 diperlukan keyakinan, harapan dan adanya sesuatu yang bisa menciptakan daya kesembuhan," kata dia lagi. 

Ia pun menilai dalam peperangan melawan virus justru keberanian adalah kunci. Jangan sampai, ujar Hasto, malah terkunci dalam prosedur birokrasi yang kaku dan tersandera berbagai kepentingan. 

Apa bisa pemberian obat keras Ivermectin dijustifikasi lantaran kondisi pandemik COVID-19 tengah gawat?

1. Dosis pemberian Ivermectin untuk pasien COVID-19 harus ditambah, bisa picu efek samping

Sekjen PDIP Dukung Ivermectin untuk Obat COVID-19 Asal Dosis SesuaiEpidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono dalam diskusi daring bertajuk Proyeksi Kasus COVID-19 dan Evaluasi PSBB Jumat (23/10/2020) (Tangkapan layar/YouTube KGM Bappenas)

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Dr. Pandu Riono mengatakan, kondisi pandemik COVID-19 tidak bisa menjadi pembenaran agar publik bisa mengonsumsi obat keras Ivermectin. Sebab, untuk mengobati infeksi akibat cacing, maka dosisnya bisa diberikan tidak terlalu banyak. Itu pun efeknya bersifat lokal di rongga dinding usus. 

"Pemberian obat itu harus ada rasionalisasi. Obat itu kan bekerjanya lokal dan dalam dosis yang aman, karena itu bila mau diedarkan ke darah maka dosisnya ditambah," ujar Pandu ketika dihubungi oleh IDN Times, Rabu (7/7/2021). 

Alih-alih menyembuhkan pasien dari COVID-19 malah dapat membahayakan fungsi organ lainnya seperti hati. Insiden serupa, kata Pandu, sudah pernah terjadi saat warga mengonsumsi obat antivirus. Belakangan, obat tersebut terbukti tak memberikan efek pemulihan ke pasien. 

Pandu menilai saat ini sudah mulai terjadi politisasi penggunaan obat Ivermectin. Padahal, hingga kini hasil uji klinis terhadap obat tersebut sebagai terapi COVID-19 belum dirilis. 

"Yang dilakukan oleh Erick Thohir (Menteri BUMN) itu kan dengan yang dilakukan oleh Terawan (mantan Menteri Kesehatan). Dia menggunakan kekuatan politik untuk menggolkan apa yang dia mau," katanya lagi. 

Baca Juga: BPOM Sebut Izin Edar Ivermectin untuk Obat Cacing Bukan COVID-19

2. Ada upaya untuk lobi BPOM agar obat cacing bisa digunakan bagi pasien COVID-19

Sekjen PDIP Dukung Ivermectin untuk Obat COVID-19 Asal Dosis SesuaiIvermectin, Obat Terapi Pasien COVID-19. (dok. Kementerian BUMN)

Lebih jauh Pandu bercerita bahwa saat ini ada upaya untuk melobi BPOM agar mereka memberikan restu penggunaan Ivermectin bagi pasien COVID-19, sambil menunggu hasil uji klinisnya rampung. Proses tersebut disebut "expanded access." 

"Artinya, orang yang berada di luar (proses) uji klinis boleh meresepkan (Ivermectin). Tapi, hal tersebut hanya diizinkan bila merujuk ke panduan WHO, bila obat tersebut terbukti life saving. Padahal, obat ini hanya untuk supporting therapy," kata Pandu. 

Bila sifat obat tersebut terapi, ia menambahkan, maka tidak bisa. "Hal itu informasinya akan dipaksakan (agar BPOM keluarkan izin itu)," ujarnya. 

Ia pun mengaku kecewa karena ada begitu banyak campur tangan agar penggunaan obat keras itu bisa dikonsumsi secara massal. Termasuk oleh pejabat publik dan politikus. 

"Apalagi kini Ivermectin seolah-olah dianggap seperti obat dewa yang dapat mencegah dan menyembuhkan COVID-19," kata dia. 

Maka, Pandu mendorong BPOM untuk menindak bila setelah diedukasi peredaran Ivermectin tetap bebas. BPOM juga bisa mengeluarkan peringatan terbuka bagi publik mengenai penggunaan Ivermectin. 

"Yang paling menyedihkan itu, masyarakat sudah melakukan self medicating atau mencari obat. Entah bagaimana jalurnya mereka selalu bisa mendapatkan obat-obatan tersebut," tutur Pandu. 

3. Dalam daftar obat rekomendasi BPOM untuk tangani pasien COVID, tidak ada Ivermectin

Sekjen PDIP Dukung Ivermectin untuk Obat COVID-19 Asal Dosis SesuaiIDN Times/Helmi Shemi

Sementara, dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan izin penggunaan darurat (EUA) obat-obatan untuk penanganan pasien terpapar COVID-19 di Tanah Air. Sejauh ini baru ada dua jenis zat aktif atau bentuk sediaan obat yang resmi mendapatkan izin penggunaan dan izin edar BPOM, mereka yakni Remdesivir dan Favipiravir.

"Obat-obat yang telah mendapat EUA untuk COVID-19 adalah baru Remdesivir dan Favipiravir. Tapi tentu saja berbagai obat yang juga digunakan sesuai dengan protap dari pemberian yang sudah disetujui, tentunya dari organisasi profesi juga kami dampingi untuk percepatan," kata Penny dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX yang disiarkan secara daring melalui kanal YouTube DPR pada 5 Juli 2021 lalu. 

Adapun 12 obat yang dimaksud yakni:

  1. Remidia
  2. Cipremi
  3. Desrem
  4. Jubi-R
  5. Covifor
  6. Remdac (jenis Remdesivir serbuk injeksi)
  7.  Avigan
  8. Favipravir
  9. Favikal
  10. Avifavir
  11. Covigon (masuk kategori Favipiravir salut selaput)
  12. Remeva (Remdesivir larutan konsentrat untuk infus)

Baca Juga: Gerindra Bantah Prabowo Telah Konsumsi Obat Ivermectin Selama 4 Bulan

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya