Sengkarut Proyek Satelit Kemenhan yang Rugikan Negara Ratusan Miliar

Proyek ini terjadi ketika Menhan dijabat Ryamizard

Jakarta, IDN Times - Di awal tahun 2022, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD langsung membuka dugaan pelanggaran hukum yang terjadi di Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Dugaan pelanggaran hukum itu menyangkut proyek satelit komunikasi pertahanan oleh Kemenhan. 

Mahfud menyebut proyek satelit komunikasi terjadi pada 2015. Satelit komunikasi yang diletakan 36 kilometer di langit Sulawesi itu merupakan bagian dari upaya penyelamatan Filing Satelit Indonesia (FSI) pada slot satelit Orbit 123 Bujur Timur (BT) atau lebih dikenal dengan sebutan Satelit Kemenhan. 

Slot itu merupakan satu dari tujuh wilayah angkasa yang diberikan International Telecommunications Union (ITU) PBB kepada pemerintah. Indonesia memanfaatkan slot ini sejak 2000 lalu sebagai orbit satelit Garuda-1. Pengelolaannya dilakukan pihak swasta, yakni PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN).

Sesuai ketentuan ITU, maka pemerintah diberikan waktu tiga tahun untuk bisa kembali mengisi slot di orbit tersebut. Bila tidak, maka slot itu bisa digunakan oleh negara lain 

Permasalahan bermula ketika Kemenhan yang saat itu dipimpin Ryamizard Ryacudu. Kemenhan kemudian mengajukan pengadaan satelit yang dirancang sebagai proyek negara dengan nama Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemenhan lalu menyewa Satelit Artemis, satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited. 

Menurut Mahfud, kontrak penyewaan Satelit Artemis diteken lebih dulu padahal anggarannya ketika itu belum tersedia. "Hal ini menyebabkan kerugian negara atau berpotensi merugikan negara karena oleh pengadilan negara diwajibkan membayar uang yang sangat besar, padahal kewajiban itu muncul dari sesuatu yang tidak sesuai prosedur dan salah menurut ketentuan hukum," ujar Mahfud ketika memberikan keterangan pers dan dikutip dari YouTube Kemenkopolhukam pada Minggu (16/1/2022). 

Nilai kontrak yang diteken dengan Avanti mencapai US$30 juta atau setara Rp429,4 miliar. Namun, Kemenhan baru membayarkan US$13 juta atau setara Rp186 miliar. Maka, Avanti melayangkan gugatan arbitrase di pengadilan di London, Inggris. 

Hasilnya, pada Juli 2019, pengadilan menyatakan pemerintah kalah dan harus membayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan dan biaya filing satelit senilai Rp515 miliar. Celakanya, Kemenhan tidak hanya teken kontrak dengan Avanti, tetapi juga dengan beberapa perusahaan internasional lainnya. 

"Ada Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovells dan Telesat. Itu terjadi pada periode 2015-2016. Sehingga, negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi," katanya. 

Bahkan, perusahaan penyedia satelit Navayo, sudah mengajukan gugatan ke pengadilan arbitrase Singapura. Kemenhan juga dianggap telah wanprestasi karena tak membayar biaya sewa satelit seperti yang ditentukan di dalam kontrak. 

"Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021, Kemenhan harus membayar US$20,9 juta atau setara Rp304 miliar kepada Navayo," tutur dia. 

Apakah pemerintah akan membayar sesuai putusan arbitrase di Singapura? Di mana dugaan pelanggaran hukum itu terjadi?

1. Kemenhan tetap teken kontrak penyewaan satelit meski belum ada anggaran

Sengkarut Proyek Satelit Kemenhan yang Rugikan Negara Ratusan MiliarMenko Polhukam Mahfud MD (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Mahfud menjelaskan salah satu dugaan pelanggaran hukum terjadi lantaran Kemenhan tetap meneken kontrak meski anggarannya belum tersedia. "Berdasarkan kontrak yang belum ada anggarannya itu, jelas itu melanggar prosedur," ungkap Mahfud. 

Dugaan pelanggaran hukum lainnya terjadi ketika penyediaan barang penyewaan satelit dengan Navayo yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance, tetapi barang tersebut tetap diterima dan diteken oleh pejabat Kemenhan pada periode 2016-2017. 

Navayo pun mengajukan gugatan ke pengadilan arbitrase di Singapura. Mahfud mengatakan pemerintah akan melawan terhadap putusan gugatan di pengadilan di Negeri Singa. 

"Kami anggap pelanggaran prosedurnya sudah serius dan negara tidak akan membiarkan ini, sehingga negara meminta kepada Kejaksaan Agung meneruskan apa yang telah dilakukannya," kata dia. 

Baca Juga: Menko Mahfud: Dari Dulu Sudah Banyak Anggota TNI-Polri Langgar Hukum

2. Mahfud baru proses dugaan korupsi pengadaan proyek satelit Kemenhan karena itu terjadi pada 2015

Sengkarut Proyek Satelit Kemenhan yang Rugikan Negara Ratusan MiliarMenko Polhukam Mahfud MD (IDN Times/Galih Persiana)

Sementara, pada hari ini, Mahfud mengklarifikasi alasannya baru mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan satelit Kemenhan. Ia menyebut ketika proyek itu terendus 2018 lalu, dirinya belum diangkat menjadi Menko Polhukam. 

"Jadi, saya tidak ikut dan tidak tahu persis masalahnya. Saat saya diangkat menjadi Menko, saya jadi tahu karena pada awal pandemik COVID-19, ada laporan bahwa pemerintah harus hadir lagi ke sidang di arbitrase di Singapura karena digugat Navayo untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima oleh Kemenhan," ungkap Mahfud melalui akun media sosialnya pada Minggu (16/1/2022). 

Ia menambahkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah menginstruksikan agar perkara ini dibawa ke ranah pengadilan pidana. Apalagi, berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan adanya pelanggaraan aturan. 

"Menhan Prabowo, Panglima TNI, Menkeu, dan Menkominfo setuju serta menyatakan dengan tegas bahwa ini harus dipidanakan," tutur dia. 

Mahfud mengatakan perkara ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Jakgung Sanitiar Burhanudin juga sudah mantap untuk mengusut kasus ini. 

3. Dugaan korupsi proyek pengadaan satelit Kemenhan naik ke tingkat penyidikan

Sengkarut Proyek Satelit Kemenhan yang Rugikan Negara Ratusan MiliarIlustrasi gedung Kejaksaan Agung RI (Istimewa)

Sementara, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, pada Jumat sore lalu pihaknya telah menandatangani surat perintah penyidikan untuk kasus pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) Kemenhan. Kejagung diketahui juga sudah memeriksa 11 saksi terkait dugaan korupsi tersebut. 

“Kami sudah sampaikan bahwa surat perintah penyidikannya sudah ditanda tangani,” ujar Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta.

Kendati demikian Burhanuddin masih belum mau merinci detail terkait kasus itu. Sebab, nantinya yang akan menyampaikan terkait penanganan perkara tersebut adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ferbrie Ardiansyah.

“Kemudian, nanti kasus posisinya apapun ya nanti tolong tanyakan ke Jampidsus," katanya. 

Baca Juga: Menhan Ryamizard: TNI Tak Ada Kaitannya dengan Tim Mawar

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya