Singgung Kasus Pembunuhan KM 50, Mahfud MD: Itu Tindak Pidana Biasa 

Kasus unlawful killing anggota FPI diajukan kasasi ke MA

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, kembali menjadi sorotan publik. Mahfud menyebut tewasnya enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) adalah tindak pidana biasa. 

Hal itu ia sampaikan melalui akun media sosialnya di Twitter @mohmahfud. Menurut Mahfud, hal itu sudah terbukti ketika disidangkan di PN Jakarta Selatan. 

"Kasusnya sudah dibawa ke pengadilan, sesuai temuan Komnas HAM, (pembunuhan) itu tindak pidana biasa," demikian cuit Mahfud yang dikutip pada Senin, (29/8/2022). 

Ia mengatakan, Komnas HAM berhak mengatakan pembunuhan terhadap enam laskar FPI adalah tindak pidana biasa karena telah ditelusuri sesuai dengan undang-undang.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga mengutip pernyataan eks Ketua MPR, Amien Rais ketika menyambut buku putih yang disusun oleh Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) terkait tragedi di KM 50 tol Jakarta-Cikampek. 

Dalam peluncuran buku yang digelar secara virtual pada 2021 lalu, Amien mengatakan berdasarkan sumber-sumber primer, tragedi itu tidak terkait dengan personel Polri/TNI. 

"Kata Pak Amien Rais saat menyambut buku putih TP4, kasus KM 50 clear tak melibatkan TNI/Polri," kata dia lagi. 

Kasus pembunuhan terhadap enam laskar FPI kembali menjadi sorotan publik lantaran dianggap memiliki kemiripan dengan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Selain kasus yang terjadi pada 2020 lalu turut diusut oleh Ferdy Sambo, kamera CCTV yang jadi bukti penting juga justru hilang. 

Belakangan, menurut temuan Komnas HAM, CCTV di KM 50 tol Jakarta-Cikampek diambil oleh sejumlah personel Polri. Lalu, bagaimana perkembangan kasus pembunuhan itu sekarang?

Baca Juga: Ferdy Sambo Akhirnya Resmi Ajukan Banding Usai Divonis Pemecatan

1. Jaksa ajukan kasasi kasus KM 50 ke Mahkamah Agung

Singgung Kasus Pembunuhan KM 50, Mahfud MD: Itu Tindak Pidana Biasa Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, pada 24 Maret 2022 lalu mengatakan, pihaknya mengajukan kasasi kasus pembunuhan 6 anggota laskar FPI.

Sebab, dua terdakwa berasal dari instansi kepolisian yaitu Ipda Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan pada sidang yang digelar di PN Jakarta Selatan, 18 Maret 2022 lalu. 

"Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek," kata Ketut pada Maret lalu. 

Ia mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa JPU memilih mengajukan kasasi. Pertama, ada kesalahan yang termasuk ke dalam ketentuan di pasal 253 ayat (1) KUHP. Kedua, JPU menilai putusan hakim ketika itu tidak cermat dalam hal pembuktian. 

Jaksa menilai, majelis hakim keliru dalam menyimpulkan dan mempertimbangkan fakta hukum dari keterangan saksi, ahli, surat yang telah dihadirkan JPU.

Hal itu pun menimbulkan kesimpulan bahwa kedua terdakwa menembak mati korban karena melakukan pembelaan diri. 

"Sehingga membuat kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primair tersebut dikarenakan pembelaan terpaksa (Noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Excess)," kata dia lagi. 

Baca Juga: Penembakan 6 Laskar FPI Dibawa ke Pengadilan Internasional di Belanda

2. Kapolri akan memantau hasil putusan kasasi di MA

Singgung Kasus Pembunuhan KM 50, Mahfud MD: Itu Tindak Pidana Biasa Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo (kiri) ketika mengikuti rapat kerja dengan komisi III pada Rabu, 24 Agustus 2022. (ANTARA FOTO/Aprilio Akbar)

Sementara, Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, mengatakan, bakal memantau secara intens hasil putusan hakim agung di tingkat kasasi. Dari hasil putusan itu, ia bakal memeriksa apakah ada dugaan pelanggaran etik terkait kasus KM 50. 

"(Kasus KM 50) juga saat ini sudah berproses di pengadilan. Memang sudah ada keputusan dan kami lihat juga jaksa saat ini sedang mengajukan banding terhadap kasus tersebut sehingga tentunya kami juga menunggu," kata Sigit dalam rapat kerja Komisi III DPR, pada 24 Agustus 2022 lalu. 

Ia juga membuka kemungkinan bakal mengusut kembali kasus tersebut bila ada novum. 

Baca Juga: Kapolri Minta Publik Bersiap Bonus Demografi atau 2030 Jadi Bencana

3. Komnas HAM simpulkan peristiwa pembunuhan di KM 50 bukan pelanggaran HAM berat

Singgung Kasus Pembunuhan KM 50, Mahfud MD: Itu Tindak Pidana Biasa Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara memeriksa satu dari tiga mobil yang dikendarai polisi dan enam laskar FPI dalam kasus penembakan anggota FPI di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/12/2020) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik, mengatakan, pihaknya tidak menemukan indikasi adanya pelanggaran HAM berat dalam penembakan empat laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Dari peristiwa berdarah ini, terdapat enam anggota laskar FPI yang tewas ditembak polisi karena diduga menyerang petugas. Komnas HAM menyimpulkan, meninggalnya empat dari enam anggota laskar FPI merupakan pelanggaran HAM. Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan personel kepolisian.

Kendati, ia tak membantah penembakan yang dilakukan personel kepolisian masuk kategori unlawful killing, tetapi tidak ada indikasi hal tersebut termasuk pelanggaran HAM berat. 

"Pelanggaran HAM berat itu ada indikator, kriteria, misalnya ada satu perintah yang terstruktur, ada komando, operasi khusus, dan lain-lain. Oleh karena itu kami berkesimpulan ini satu pelanggaran HAM ada nyawa yang dihilangkan, lalu kami rekomendasikan untuk dibawa ke peradilan pidana," kata Taufan ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemenko Polhukam, 14 Januari 2021 lalu.

Taufan berharap, proses peradilan bisa transparan dan disaksikan luas oleh publik. Menurut dia peradilan yang nanti akan memutuskan apa yang sesungguhnya terjadi pada 7 Desember 2020. 

Taufan dan beberapa anggota Komnas HAM sempat menemui Presiden Joko "Jokowi" Widodo di Istana Negara. Menko Polhukam, Mahfud MD juga ikut mendampingi. 

Komnas HAM menyerahkan laporan hasil penyelidikan yang sudah dilakukan selama satu bulan mengenai bentrokan antara polisi dan anggota laskar FPI. Laporan setebal 103 halaman itu diterima Presiden Jokowi. 

Baca Juga: Komnas Sebut Penembakan 4 Laskar FPI Bukan Pelanggaran HAM Berat 

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya