SP3 Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM Dicabut, Penyidikan Lanjut Lagi

Mahfud sentil Polresta Bogor yang pakai restorative justice

Jakarta, IDN Times - Kasus pemerkosaan yang menimpa mantan pegawai honorer di Kementerian Koperasi dan UKM, memasuki babak baru. Sebab, dokumen Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang sempat dikeluarkan Polresta Bogor sekarang resmi dicabut. Artinya, proses penyidikan kasus pemerkosaan yang menimpa NDN kembali dilanjutkan. 

Informasi itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, usai rapat koordinasi dengan beberapa instansi, kemarin. Sejumlah pihak yang diajak rapat antara lain Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kejaksaan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Bareskrim Polri. 

"Kami memutuskan bahwa kasus pemerkosaan terhadap seorang pegawai di kantor Kementerian Koperasi dan UKM yang korbannya bernama NDN dilanjutkan proses hukumnya," ungkap Mahfud seperti dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam,  dikutip Selasa (22/11/2022). 

"Selain itu dibatalkan SP3-nya," tutur dia. 

Konsekuensi dari keputusan itu yakni empat individu yang dulu pernah ditetapkan jadi tersangka dan tiga saksi akan terus diproses hukum, hingga muncul vonis di pengadilan.

Mahfud bahkan turut menyentil keputusan Polresta Bogor yang sempat mengeluarkan SP3 dengan alasan kurang alat bukti, dan telah terjadi perdamaian di antara keluarga pelaku dengan korban. 

Apa sentilan Mahfud pada instansi kepolisian?

1. Mahfud sebut tidak boleh SP-3 dikeluarkan karena ada pencabutan laporan

SP3 Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM Dicabut, Penyidikan Lanjut LagiMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, tidak dibenarkan dalam hukum, bila suatu kasus tindak pidana dihentikan penyidikannya dengan alasan laporannya dicabut korban. "Di dalam hukum, laporan itu tidak bisa dicabut. Yang bisa dicabut itu adalah pengaduan," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. 

Mahfud menjelaskan penyidik kepolisian yang memiliki kewenangan untuk menilai. Tanpa pengaduan dicabut sekali pun, bila mereka tidak mempunya cukup bukti, maka suatu perkara bisa dihentikan penyidikannya. 

Di sisi lain, bila bukti-bukti sudah cukup, maka penyidikan suatu perkara harus tetap berlanjut. Meskipun, pelapor mencabut pengaduannya. 

"Ini berbeda dengan pengaduan yang laporannya dibuat berdasarkan delik aduan. Kalau delik aduan, begitu yang mengadu mencabut, maka perkara menjadi ditutup," tutur dia. 

Baca Juga: Korban Perkosaan di Kemenkop UMKM Bakal Ajukan Praperadilan SP3 Kasus

2. Mahfud sentil keputusan Polresta Bogor yang menerapkan restorative justice di kasus perkosaan

SP3 Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM Dicabut, Penyidikan Lanjut LagiIlustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Mahfud juga menyentil langkah penyidik Polresta Bogor yang menerapkan restorative justice atau perdamaian dalam kasus tindak pemerkosaan. Sebab, tindak pidana itu memiliki konsekuensi ancaman bui di atas lima tahun, sehingga tindakan tersebut bukan tindak pidana ringan. 

Apalagi, kata Mahfud, pihak keluarga korban sudah membantah bersedia berdamai karena pelaku mau menikahi korban. Pelaku sejak awal dinilai sudah tak memiliki niat baik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. 

"Korban dan keluarga juga membantah telah memberi kuasa kepada seseorang untuk mencabut laporan, yang itu juga dinilai tidak sah, maka restorative justice hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu yang sifatnya ringan. Misalnya, delik aduan," kata Mahfud. 

"Restorative justice tidak bisa diberlakukan untuk tindak kejahatan yang serius. Pencurian, korupsi, pembunuhan, perampokan, itu tidak ada restorative justice. Itu harus terus dibawa ke pengadilan," tutur dia. 

Prinsip restorative justice, kata Mahfud, banyak sering disalah artikan oleh sejumlah pihak. Ia menyebut perbuatan korupsi tidak bisa diselesaikan dengan restorative justice

"Jadi, kalau ada yang tertangkap karena korupsi lalu minta diselesaikan dengan restorative justice, itu salah kaprah. Tidak ada restorative justice untuk tindak korupsi," katanya. 

Mahfud mengatakan pedoman untuk menggunakan restorative justice sudah tertuang di Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan di instansi kepolisian. Dia menegaskan, tidak bisa sembarang kasus bisa dituntaskan dengan restorative justice

3. Pelaku bersedia menikahi korban agar lolos dari jerat hukum

SP3 Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM Dicabut, Penyidikan Lanjut Lagiilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, sejak 26 Oktober 2022, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, telah memerintahkan agar dilakukan investigasi internal ulang terkait tindak pemerkosaan yang menimpa NDN. Teten meminta agar proses investigasi itu rampung dalam waktu satu bulan. 

Aktivis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual (JPHPKKS), Kustiah Hasim, mengaku ikut terlibat dalam pertemuan dengan Tetan untuk dilakukan investigasi ulang. Dalam pertemuan tersebut, kata Kustiah, Teten mengakui kementeriannya lalai dan menyebabkan masalah pemerkosaan ini berlarut-larut. Ia pun baru menyadari cara penyelesaian kasus perkosaan tak sesuai perspektif korban saat viral di ruang publik. 

"Dia baru tahu pas ramai-ramai di media ini. Pak Teten mendapatkan laporan dari para pejabat kementerian yang diduga kuat melindungi pelaku (pemerkosaan)," ujar Kustiah kepada IDN Times melalui telepon pada 25 Oktober 2022.

Kustiah menjelaskan, ZPA diminta untuk menikahi korban ND lantaran ia satu-satunya di antara keempat pelaku yang masih lajang. Tiga pelaku pemerkosaan lainnya sudah berkeluarga.

ZPA lalu bersedia menikahi NDN dengan tujuan agar bisa lolos dari jerat hukum dan dapat melanjutkan kariernya di Kemenkop UMKM. Ketika pemerkosaan terjadi, status ZPA masih CPNS.

Ia sempat ditahan 21 hari di ruang tahanan di Polres Bogor karena keluarga NDN membuat laporan. Namun setelah terjadi pernikahan, ZPA dan tiga pelaku pemerkosaan lainnya langsung keluar dari tahanan. 

"Setelah terjadi acara lamaran pada 2020, Z itu tidak pernah datang dan menemui korban. Bahkan, ayah korban beberapa kali mendatangi Z, tapi dia diam saja," kata Kustiah. 

Setelah menikah pun, ZPA hanya memberikan nafkah Rp300 ribu per bulan selama setahun. Pada 2022, ZPA kemudian melayangkan gugatan cerai terhadap NDN.

Keluarga korban akhirnya menghubungi penyidik karena ZPA dianggap tak memenuhi kesepakatan dalam perjanjian damai. Penyidik Polres Bogor malah meminta keluarga agar menunggu kedatangan ZPA. 

"Keluarga sudah menunggu kedatangan Z selama 2 tahun 7 bulan, tapi ternyata kami ditipu," ujarnya. 

Baca Juga: Investigasi Ulang Pemerkosaan di Kemenkop, Teten: Harus Beres Sebulan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya