Statuta UI Direvisi, Kini Rektor Tak Lagi Dilarang Jabat Komisaris 

Rektor UI Ari Kuncoro kini jabat Wakil Komisaris BRI

Jakarta, IDN Times - Pasca-beredar isu mengenai Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menjuluki Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai The King of Lip Service, 'diam-diam' terjadi revisi di dalam Statuta UI.

Muncul revisi mengenai Statuta UI yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021. Dalam statuta atau peraturan internal kampus yang baru, rektor UI tak dilarang rangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan milik negara. 

Hal itu tertulis pada Pasal 39 ayat c, yakni "rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas dan kepala badan dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara atau daerah maupun swasta." 

Aturan tersebut berbeda di statuta sebelumnya yang tertuang di Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013. Di Pasal 35 poin c tertulis "rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara atau daerah maupun swasta." 

Statuta UI Direvisi, Kini Rektor Tak Lagi Dilarang Jabat Komisaris Poin di dalam Statuta Universitas Indonesia yang diam-diam direvisi sehingga membolehkan rektor rangkap jabatan menjadi komisaris di BUMN (Tangkapan layar PP nomor 75 tahun 2021)

Terdapat perbedaan kata "pejabat" dan "direksi" dalam dua statuta. Dalam aturan terbaru, larangan tersebut baru berlaku bila Rektor UI Ari Kuncoro, duduk di jajaran direksi perusahaan milik negara. Sementara, saat ini ia diketahui merupakan Wakil Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dengan adanya revisi aturan ini, maka Ari tidak diwajibkan bisa memilih salah satu jabatan. 

Konfirmasi mengenai adanya statuta yang baru disampaikan Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Tubagus Erif Faturahman pada Selasa (20/7/2021). Ia mengatakan PP itu sudah diundangkan sejak 2 Juli 2021. 

"Iya betul (sudah diundangkan). Berdasarkan informasi yg saya peroleh dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang Undangan, memang sudah diundangkan," kata Erif kepada IDN Times melalui pesan pendek. 

Apalagi perubahan aturan lainnya di dalam statuta UI sesuai dengan PP Nomor 75 Tahun 2021?

1. Kewenangan rektor bertambah luas di statuta baru, bahkan bisa cabut gelar akademik

Statuta UI Direvisi, Kini Rektor Tak Lagi Dilarang Jabat Komisaris Kewenangan Rektor UI bertambah luas dalam PP nomor 75 tahun 2021 (Tangkapan layar PP nomor 75 tahun 2021)

Di dalam PP Nomor 75 Tahun 2021 yang dibagikan Kemenkumham, ada pula temuan bahwa kewenangan rektor diperluas. Hal itu terlihat di Pasal 41 ayat 4 dan 5. Di sana tertulis rektor berwenang memberikan atau mencabut gelar akademik berdasarkan pertimbangan Senat Akademik (SA). 

Sedangkan, di poin 5 tertulis rektor merupakan pimpinan satuan pendidikan tinggi yang berhak mengangkat atau memutuskan jenjang jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional peneliti, fungsional lektor kepala dan guru besar berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi dan pengalaman yang dimiliki. 

Kewenangan serupa tidak tertulis di statuta lama yang berada di PP Nomor 68 Tahun 2013. 

Baca Juga: Rektor UI Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Pakar: Itu Jelas Melanggar!

2. Akan ada peraturan rektor yang mengatur sanksi bila statuta dilanggar

Statuta UI Direvisi, Kini Rektor Tak Lagi Dilarang Jabat Komisaris Sanksi bagi warga yang melanggar statuta UI (Tangkapan layar PP nomor 75 tahun 2021)

Poin lainnya yang berubah di dalam PP Nomor 75 Tahun 2021 ada di Pasal 58 ayat 2 yang menyangkut sanksi bila statuta dilanggar. Di dalam statuta sebelumnya, bila ada ketentuan yang dilanggar, maka sanksi akan merujuk kepada peraturan yang dibuat Majelis Wali Amanat (MWA).

Mengutip situs resmi UI ada beberapa elemen yang duduk di MWA yakni Menteri Pendidikan, Senat Akademik Universitas, rektor, masyarakat, karyawan dan mahasiswa. Mereka menjabat sebagai anggota MWA selama lima tahun. Artinya, bila ingin menjatuhkan sanksi maka harus dirundingkan dengan elemen lainnya di MWA. 

Sedangkan, di aturan baru, bila terbukti ada pelanggaran di dalam statuta maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang disusun rektor. Perubahan isi statuta secara diam-diam ini dikritik warganet. Alih-alih pihak kampus menjatuhkan sanksi bagi rektor karena terbukti rangkap jabatan dan tak sesuai dengan aturan statuta sebelumnya, mereka justru merevisi aturannya. 

3. Akademisi yang duduk di kursi pemerintahan dikhawatirkan bisa diintervensi

Statuta UI Direvisi, Kini Rektor Tak Lagi Dilarang Jabat Komisaris Poin di dalam Statuta Universitas Indonesia yang diam-diam direvisi sehingga membolehkan rektor rangkap jabatan menjadi komisaris di BUMN (Tangkapan layar PP nomor 75 tahun 2021)

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti telah mengkritik sikap kampus dan Rektor UI Ari Kuncoro yang secara terang-terangan melanggar aturan di statuta sebelumnya.

Menurut Bivitri, Ari selaku rektor sudah tak lagi memegang etika. Ia seharusnya memilih salah satu posisi dan mundur dari posisi jabatan tersebut. 

"Selain itu, UI-nya juga tidak taat hukum dengan tidak melapor. BRI nya pun juga tidak menerapkan good corporate governance karena tak memperhatikan hal tersebut (bahwa Ari sudah menduduki jabatan sebagai rektor)," kata dia kepada IDN Times melalui pesan pendek pada 29 Juni 2021. 

Lebih lanjut, Bivitri mengatakan, idealnya seorang akademisi tetap bersikap independen dan tidak ikut duduk di institusi pemerintahan. "Aturan pelarangan rangkap jabatan itu kan untuk mencegah adanya intervensi dari pemerintah," ujarnya. 

Tetapi, tren yang terjadi saat ini pemerintah sengaja memberikan jabatan sebagai hadiah kepada orang tertentu. "Tujuannya supaya bungkam," kata dia. 

Baca Juga: Rektor UIII Rangkap Jabatan, Setwapres: Kami Tak Pernah Beri Restu

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya