Survei LSI: 33,6 Persen Warga Merasa Kecil Kemungkinan Tertular COVID

24 persen warga tak percaya vaksin cegah penularan COVID-19

Jakarta, IDN Times - Meski pandemik COVID-19 sudah berjalan 16 bulan di tanah air, namun masih banyak warga yang tidak percaya bisa tertular virus Sars-CoV-2. Hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggambarkan ada 33,6 persen warga yang tak khawatir dirinya bisa tertular COVID-19. Sisanya, sebanyak 40,5 persen percaya mereka bisa tertular COVID-19. 

"Masih banyak yang merasa bahwa dia memiliki sedikit kemungkinan untuk tertular COVID-19, 33,6 persen. Sementara, 40,5 persen merasa sangat khawatir bisa tertular COVID-19," ujar Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan ketika memaparkan rilisnya secara virtual pada Minggu, 18 Juli 2021. 

Ia menilai fenomena tersebut sangat menarik untuk didalami karena akan berpengaruh terhadap ketaatan sikap publik terhadap kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Salah satunya publik bisa saja enggan mematuhi protokol kesehatan. 

Hal lain yang dipaparkan dalam survei dengan tajuk "Sikap Publik Terhadap Vaksin dan Program Vaksin Pemerintah" tersebut yakni masih tingginya jumlah warga yang enggan divaksinasi. Dalam temuan survei LSI angkanya mencapai 36,4 persen. 

Angka tersebut diperoleh dari warga yang mengaku belum menerima vaksin COVID-19 yakni 82,6 persen. Lalu, apa penyebab warga enggan menerima suntikan vaksin?

1. Mayoritas warga enggan divaksinasi karena khawatir efek sampingnya

Survei LSI: 33,6 Persen Warga Merasa Kecil Kemungkinan Tertular COVIDHasil survei LSI yang menjelaskan alasan warga enggan divaksinasi (Tangkapan layar YouTube LSI)

Berdasarkan hasil survei terhadap respondennya, LSI menemukan alasan paling banyak yang dikemukan warga yang memilih enggan divaksinasi COVID-19 karena khawatir kena efek sampingnya. Ini diduga seiring dengan massifnya pemberitaan mengenai warga yang meninggal usai menerima vaksin. Angka warga yang enggan divaksinasi karena khawatir terhadap efek samping mencapai 55,5 persen. 

Sedangkan, 25,4 persen warga menilai vaksin tidak akan efektif untuk memberi perlindungan dari COVID-19. Sedangkan, 19 persen warga merasa tubuhnya sehat sehingga tak merasa perlu disuntik vaksin COVID-19. Ada pula 9,9 persen yang khawatir vaksin COVID-19 tidak halal. 

Temuan lain dari hasil survei LSI yakni meski stok vaksin yang tiba di Indonesia berlimpah, tetapi persepsi warga justru menunjukkan sulit untuk bisa memperoleh vaksin COVID-19. Angkanya mencapai 50 persen. 

"Lalu, masih cukup banyak juga, lebih dari 40 persen warga yang menilai hanya orang-orang di kota atau kaya saja yang mudah memperoleh vaksin COVID-19," kata Djayadi. 

Di sisi lain dan dinilai positif yakni sebagian besar warga tak percaya vaksin yang beredar di tanah air adalah vaksin palsu. 

Baca Juga: Epidemiolog Usul Kimia Farma Hibahkan Vaksin Sinopharm ke Pemerintah

2. Mayoritas warga enggan mengeluarkan uang untuk membeli vaksin COVID-19

Survei LSI: 33,6 Persen Warga Merasa Kecil Kemungkinan Tertular COVIDJenis vaksin yang digunakan untuk Vaksin Gotong Royong dan Pemerintah (IDN Times/Sukma Shakti)

Temuan lain yang menarik dari hasil survei LSI yakni 76 persen warga enggan mengeluarkan dana untuk melakukan vaksinasi. Meski, ada pula sedikit warga yang bersedia menyuap agar bisa menerima vaksin lebih awal. 

"Bila dilihat dari demografi, tingkat kemauan untuk membayar itu umumnya agak tinggi dari masyarakat menengah ke atas. Sedangkan, masyarakat menengah ke bawah atau berpendidikan rendah tidak bersedia membayar untuk vaksinasi," kata Djayadi. 

Saat ini, pemerintah sudah membatalkan kebijakan vaksin gotong royong individu dengan menggunakan vaksin merek Sinopharm. Meski demikian, dasar hukumnya yakni Peraturan Menteri Kesehatan nomor 19 tahun 2021 belum dicabut dan dianulir oleh Kementerian Kesehatan. 

3. Warga akhirnya percaya COVID-19 setelah orang terdekatnya sudah terinfeksi

Survei LSI: 33,6 Persen Warga Merasa Kecil Kemungkinan Tertular COVIDIDN Times/Kevin Handoko

Wali Kota Bogor, Bima Arya menyambut baik hasil survei yang dilakukan oleh LSI. Ia menilai dibandingkan tahun 2020, kini lebih banyak orang yang mulai percaya COVID-19. Sebab, penularan COVID-19 pada tahun ini lebih massif dan telah menulari ke orang-orang terdekat. 

"Tahun lalu, orang-orang masih percaya teori konspirasi COVID-19," ujar Bima. 

Ia menilai kinerja pemerintah pada tahun lalu lebih sulit untuk menyosialisasikan COVID-19. Sebab, sangat banyak orang yang masih tak percaya bahwa COVID-19 nyata. Bila COVID-19 saja tak dipercaya maka mustahil mengajak orang-orang itu untuk divaksinasi. 

Temuan lain di lapangan yang dibagikan oleh Bima yakni warga di Kota Bogor yang meninggal, mayoritas belum menerima vaksin COVID-19. Data-data itu terpercaya karena ia terima dari dinas kesehatan. 

"Jadi, inilah yang kami sebarkan ke mana-mana. Bila Anda ingin selamat ya silakan divaksinasi, karena vaksin itu aman," kata dia. 

Survei LSI dilakukan pada periode Maret 2018 hingga Juni 2021. Dalam rentang waktu itu, sebanyak 1.200 dipilih secara acak dan dilibatkan. Metode yang digunakan adalah simple random sampling dengan toleransi margin of error 2,88 persen dan tingkat kepercayaan mencaai 95 persen. 

Baca Juga: Dua Minggu PPKM Berjalan, Ini Hasil Evaluasi Satgas COVID-19

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya