Survei LSI: Publik Lebih Percaya KPK dan Presiden Ketimbang DPR

Publik juga mendorong agar Jokowi keluarkan Perppu KPK

Jakarta, IDN Times - Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan tingkat kepercayaan publik ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden, jauh lebih tinggi ketimbang ke DPR. Hal itu terungkap dari hasil survei LSI yang digelar pada 4-5 Oktober lalu dan diikuti oleh 1.010 responden.

Dari survei tersebut menunjukkan sebanyak 63 persen responden pecaya ke komisi antirasuah. Sedangkan, tingkat kepercayaan ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo tidak berbeda jauh dengan yang dicapai oleh komisi antirasuah yakni 62 persen.

Menurut Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan hasil survei itu menggambarkan publik akan berada di belakang Presiden seandainya mantan Gubernur DKI Jakarta itu mau mengeluarkan Perppu (Peraturan Pengganti Undang-Undang) KPK.

"Kalau Presiden tidak menerbitkan itu maka akan dipersepsikan telah meninggalkan rakyat atau bertentangan dengan kehendak rakyat," ujar Djayadi ketika memberikan keterangan pers pada Minggu (6/10) di Jakarta Pusat.

Selain itu, Presiden juga akan dinilai telah melanggar janji-janjinya saat kampanye kemarin. Isi janjinya ketika berkampanye tahun 2014 lalu yakni KPK harus dikuatkan, begitu juga dengan upaya pemberantasan rasuah.

Lalu, apa lagi temuan dari hasil survei itu? Kapan waktu yang tepat bagi Presiden untuk menerbitkan Perppu?

1. Mayoritas publik mendukung presiden agar mengeluarkan Perppu KPK

Survei LSI: Publik Lebih Percaya KPK dan Presiden Ketimbang DPRDok. Humas Pemprov Jateng

Di dalam pemaparan pada Minggu kemarin juga terungkap 76,3 persen responden mengaku setuju Presiden segera mengeluarkan Perppu KPK. Hanya 12,9 persen saja yang tak setuju agar Presiden merilis Perppu.

Sementara, sikap dari partai politik yang mengusung mantan Wali Kota Solo itu justru kebalikan. Mereka ingin agar Jokowi tak keluarkan Perppu KPK. Parpol mengharapkan Jokowi tak menganulir UU KPK yang sudah disahkan pada (17/9) secara terburu-buru itu. Bahkan, mereka tak segan mengancam akan menggulingkan Presiden apabila menerbitkan Perppu.

Di dalam riset itu, mayoritas responden juga mendukung perjuangan mahasiswa yang mendesak DPR dan Presiden membatalkan UU KPK yang sudah direvisi. Angka yang mendukung aksi demo mahasiswa mencapai 60,7 persen. Sedangkan yang tak mendukung hanya 5,9 persen.

Baca Juga: Survei LSI: 76,3 Persen Masyarakat Ingin Presiden Keluarkan Perppu KPK

2. Mayoritas publik tahu isi UU KPK yang baru menyadari isinya melemahkan

Survei LSI: Publik Lebih Percaya KPK dan Presiden Ketimbang DPRANTAR FOTO/Akbar Tado

Dari survei itu juga terungkap mayoritas publik yakni 70,9 persen menilai UU KPK yang sudah direvisi melemahkan komisi antirasuah. Yang menilai menguatkan selama narasi kubu pemerintah hanha 18,0 persen.

Hal ini seiring dengan temuan komisi antirasuah bahwa UU baru KPK memiliki 26 poin yang dapat melemahkan. Oleh sebab itu, KPK menyiapkan tim transisi untuk menganalisa lebih dalam dampak dari pemberlakuan UU tersebut kepada lembaga. 

Survei LSI: Publik Lebih Percaya KPK dan Presiden Ketimbang DPR(Poin-poin di UU baru KPK yang melemahkan) IDN Times/Arief Rahmat

3. Pengamat politik LIPI menilai Perppu sebaiknya dikeluarkan Presiden usai pelantikan

Survei LSI: Publik Lebih Percaya KPK dan Presiden Ketimbang DPRANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Sementara, di lokasi yang sama, peneliti ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris mengatakan Jokowi perlu momen yang tepat untuk menerbitkan Perppu terkait UU KPK yang telah direvisi. Ia menyebut titik tolak UU ini yaitu pada (17/10), sebab aturan baru tersebut akan berlaku pada tanggal itu.

"Pilihan yang baik bagi Pak Jokowi, adalah menunggu 17 Oktober. Perppu bisa dikeluarkan setelahnya. Kapan itu? Bisa sebelum atau sesudah Presiden dilantik," kata Syamsuddin yang ditemui di lokasi yang sama.

Ia menyarankan agar Perppu diterbitkan setelah proses pelantikan, agar tidak lagi muncul gejolak yang berisiko mengganggu jalannya pelantikan.

"Mengapa Perppu sebaiknya setelah pelantikan? Pertama, demi mengamankan pelantikan. Kedua, legitimasi bagi Pak Jokowi lebih kuat karena dapat mandat politik yang baru," tutur dia lagi.

Baca Juga: Eks Ketua KPK: Aturan dari Mana Bisa Gulingkan Presiden Akibat Perppu?

Topik:

Berita Terkini Lainnya