Tahanan di KPK Kehilangan Hak untuk Mencoblos Saat Pilkada 2018

KPK gak mengizinkan tahanan mencoblos di daerah asal

Jakarta, IDN Times - Sejumlah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipastikan gak bisa menggunakan hak pilihnya saat Pilkada serentak 2018 karena ia tengah menjalani proses hukum. Sebagian dari tahanan lembaga anti rasuah merupakan pejabat yang tertangkap di daerah karena diduga berbuat korupsi.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan hingga hari Selasa (26/5), belum ada arahan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar membangun TPS di rutan KPK.

"Pengambilan suara yang kami fasilitas dengan adanya koordinasi dari KPK dan KPU adalah kalau Pilkadanya terjadi di wilayah hukum rutan KPK, contohnya Pilkada DKI, pemilu legislatif dan pemilu presiden," ujar Febri ketika dikonfirmasi oleh media di gedung KPK pada Selasa sore kemarin.

Hal ini tentu berpengaruh kepada perolehan suara bagi kandidat tertentu di daerah yang menyelenggarakan Pilkada. Siapa saja yang kira-kira kehilangan hak pilihnya? Febri sendiri mengaku gak bisa mengungkap secara detail jumlah tahanan KPK yang gak bisa mencoblos pada Rabu (27/6).

1. KPK belum pernah membolehkan tahanan keluar untuk mencoblos

Tahanan di KPK Kehilangan Hak untuk Mencoblos Saat Pilkada 2018Google image

Febri menjelaskan selama ini tahanan yang ditahan di wilayah hukum KPK belum pernah diizinkan keluar demi kepentingan mencoblos saat pesta demokrasi. Bahkan, mereka juga gak diizinkan untuk ikut berkampanye. Padahal, banyak tahanan di rutan tersebut yang merupakan calon kepala daerah dan tengah berlaga di Pilkada 2018.

Sebut saja Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae, Bupati Tulunagung, Syahri Mulyo dan Bupati Jombang, Nyono Suharli.

"Pilkadanya baru bisa kami fasilitasi kalau itu terjadi di wilayah hukum rutan KPK, seperti saat Pilkada DKI, maka orang-orang yang memiliki KTP DKI akan kami fasilitasi untuk menggunakan hak pilihnya," kata Febri.

Hal itu, mau gak mau menjadi konsekuensi mereka berbuat korupsi, karena sebagai tahanan mereka telah kehilangan hak untuk merdeka dan bepergian.

2. Calon kepala daerah yang ditangkap KPK masih berpeluang dilantik

Tahanan di KPK Kehilangan Hak untuk Mencoblos Saat Pilkada 2018ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Hal lain yang perlu kalian ketahui yakni ketika calon kepala daerah yang berlaga di Pilkada 2018 ditangkap oleh penyidik KPK karena berbuat korupsi, maka bukan berarti karier politiknya tamat. Mereka masih memiliki peluang untuk menang Pilkada hingga dilantik di rutan.

"Kalau dia (calon kepala daerah) ditangkap (KPK) dan statusnya masih tersangka maka status dia sebagai kepala daerah masih tetap (bisa dipilih)," ujar Ketua KPU, Arief Budiman ketika diwawancarai IDN Times pada Sabtu (23/6) di Hotel Borobudur.

Bahkan, kalau calon kepala daerah itu keluar sebagai pemenang Pilkada dan status hukumnya belum inkracht, maka ia masih bisa tetap dilantik sebagai kepala daerah. Hal itu pernah terjadi pada 2013 lalu ketika Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih dilantik di Rutan Pomdan Guntur Jaya, Jakarta Selatan.

Selain itu pada April 2012, Kementerian Dalam Negeri juga melantik Bupati dan Wakil Bupati Mesuji di Lapas Bawanglatak, Menggala. Pasangan Khamamik dan Ismail Ishak ditahan karena terbukti menyalahgunakan APBD Tuba.

3. KPK imbau pemilih gak tergiur tawaran uang dari kandidat tertentu

Tahanan di KPK Kehilangan Hak untuk Mencoblos Saat Pilkada 2018IDN Times/Sukma Shakti

Tentu ketika Pilkada digelar, sudah menjadi keinginan semua pihak agar dihasilkan pemimpin yang berkualitas. Masalahnya, gak sedikit dari mereka yang ingin terpilih tetapi melakukan cara-cara di luar kepatutan. Salah satunya dengan menawari calon pemilih sejumlah uang. Sebagian menyarankan uangnya tetap diambil, tapi belum tentu memilih individu yang bersangkutan.

Namun, lembaga anti rasuah menyarankan agar publik menolak secara penuh tawaran uang tersebut.

"Proses Pilkada yang bersih tanpa politik uang menjadi harapan berbagai pihak agar bisa menghasilkan pemimpin terbaik di masing-masing daerah. Oleh sebab itu, kami berharap suara-suara agar tidak dijual dengan uang untuk kepentingan sesaat. Sebab, kalau tidak, maka gak akan bisa dihasilkan pemimpin daerah yang berkualitas nantinya," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Saat ini, lembaga anti rasuah sudah memproses 95 kepala daerah dimulai dari tingkat bupati hingga gubernur di 108 kasus korupsi dan pencucian uang. Dari data KPK, kepala daerah yang diproses karena berbuat korupsi, paling banyak berasal dari Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 12 orang. Lalu disusul provinsi Jawa Timur 11 orang dan Sumatera Utara 9 orang.

"Harapan KPK tentu dilahirkan pemimpin yang berintegritas sehingga gak ada lagi yang berbuat korupsi," kata dia lagi.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya