Temui Para Tokoh, Mahfud MD Bantah Bahas Perppu KPK dengan Presiden

Sebelum jadi menteri, Mahfud usulkan agar Perppu KPK terbit

Jakarta, IDN Times - Menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan Mahfud MD menjadi salah satu individu yang disorot oleh publik selama beberapa bulan terakhir. Salah satunya, karena ia tidak konsisten dengan pernyataannya mengenai Peraturan Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mahfud merupakan salah satu dari 41 tokoh nasional yang ikut diundang oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk berdialog di Istana Negara pada (26/9) lalu. 

Ketika didapuk menjadi juru bicara mewakili para tokoh, Mahfud mengakui salah satu isu yang dibahas yakni mengenai perlunya Presiden Jokowi segera mengeluarkan Perppu KPK. 

"Ada opsi lain yang tadi cukup kuat disuarakan yaitu lebih bagus mengeluarkan Perppu (yang isinya) agar itu (UU baru KPK) ditunda dulu sampai ada suasana yang baik untuk membicarakan isi, substansi dan karena itu kewenangan presiden, kami semua sepakat menyampaikan usul itu. Presiden juga sudah menampung dan tentunya yang memutuskan itu adalah Istana," ujar Mahfud ketika memberikan keterangan pers di Istana dan berdiri di samping Jokowi pada (26/9) lalu. 

Pertemuan pada akhir September lalu diprediksi untuk meredam aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa di depan gedung DPR. Aksi unjuk rasa itu tak diprediksi oleh presiden meluas hingga ke kota lain, bahkan menyebabkan lima pemuda meninggal dunia. 

Namun, harapan agar Perppu diterbitkan oleh presiden sia-sia belaka. Hingga Undang-Undang baru KPK resmi berlaku pada (17/10), Perppu tak juga terbit. Ketika Mahfud masuk ke dalam lingkaran kabinet dan dilantik pada (23/10) lalu, sikap presiden masih tetap sama. Bahkan, teranyar, presiden menyatakan belum mau mengeluarkan Perppu hingga semua gugatan materi UU nomor 19 tahun 2019 di Mahkamah Konstitusi rampung. 

Omongan Mahfud pun terdengar berbeda. Ia seolah menyadari tak memiliki kemampuan untuk mendesak Presiden Jokowi agar menerbitkan Perppu. Hal itu ia sampaikan dalam pertemuan dengan para tokoh yang bersamanya dulu menemui presiden dan digelar pada Senin malam (11/11) di Kemenkopolhukam. 

" Seperti, bapak dan ibu ingat di dalam, saya sama sekali tidak bicara satu kata pun soal KPK apalagi soal Perppu. Yang berkata soal (Perppu KPK) itu Mbak Bivitri (Sekolah Hukum Jentera), Feri Amsari (Unan)," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu semalam. 

Bivitri hanya nampak senyum ketika mengetahui namanya disebut. Lalu, apa respons para tokoh ketika mendengar pernyataan Mahfud yang seolah tak berdaya mendorong Presiden Jokowi agar mengeluarkan Perppu?

1. Para tokoh bisa memahami Mahfud MD tak memiliki kewenangan untuk pastikan presiden keluarkan Perppu KPK

Temui Para Tokoh, Mahfud MD Bantah Bahas Perppu KPK dengan PresidenIDN Times/Margith Juita Damanik

Salah satu tokoh yang hadir dan memenuhi undangan Mahfud di Kementerian Polhukam adalah pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti. Mewakili aspirasi para tokoh, ia mengatakan mereka bisa memahami Mahfud tak mempunyai kewenangan untuk mempengaruhi presiden agar ia menerbitkan Perppu KPK. 

"Menurut kami tidak tepat kekecewaan itu ditujukan kepada Prof Mahfud selaku Menko. Kami paham biar bagaimana pun yang namanya menteri, sejagoan apa pun, yang jadi rival pada pilpres pun, pada akhirnya presiden, pimpinan pemerintahan. Jadi, tidak bisa jalan sendiri," ujar Bivitri menjawab pertanyaan IDN Times semalam. 

Sehingga, salah satu aspirasi yang disampaikan kepada Mahfud yakni cara-cara yang masih dimungkinkan untuk mendorong agar presiden bisa menerbitkan Perppu KPK. 

Baca Juga: Presiden Jokowi Pastikan Tak Keluarkan Perppu KPK

2. Tak hanya KPK yang butuh dewan pengawas, namun parpol juga perlu

Temui Para Tokoh, Mahfud MD Bantah Bahas Perppu KPK dengan PresidenIlustrasi KPK. (ANTARA FOTO/Muhammad Aditya)

Sementara, tokoh budaya nasional Toeti Heraty Noerhadi Rosseno meminta kepada Mafhud agar mengingatkan presiden pentingnya peranan dewan pengawas. Bahkan, Toeti juga menyampaikan sikap tak habis pikir Jokowi. Sebab, organisasi yang diberi dewan pengawas hanya KPK. 

"Padahal, sistem dewan pengawas itu juga diperlukan untuk sistem partai politik di Indonesia. Partai politik itu juga perlu diawasi ketika mereka membutuhkan dana, dananya selama ini dari mana? Justru itu, kita bisa menggunakan KPK untuk mengawasi itu," ujar Toeti pada Senin malam kemarin. 

Bahkan, Toeti turut mendorong agar organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut diberi dewan pengawas. Sebab, MUI memiliki kewenangan mengeluarkan fatwa yang bisa berdampak luas bagi publik walaupun fatwa tersebut tak memiliki kekuatan secara hukum. 

"Tapi, dampak dari fatwa itu luar biasa. Coba, tengok dalam kasus Ahok, usai MUI mengeluarkan fatwa dampaknya tidak terduga, ada gerakan 212 karena ada fatwa itu," kata dia. 

Belum lagi ada fatwa-fatwa lain yang sifatnya bisa mengganggu kerukunan umat beragama, seperti tidak boleh memberi salam Natal dan pasangan beda agama tidak boleh menikah. 

"Justru itu menunjukkan kemunduran besar fatwa itu memiliki efek untuk mengintimidasi masyarakat," ujarnya lagi. 

3. Sejak awal Mahfud mengaku hanya membicarakan isu RKUHP dan bukan KPK dengan presiden

Temui Para Tokoh, Mahfud MD Bantah Bahas Perppu KPK dengan PresidenIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Di sisi lain, Mahfud kembali menjelaskan apa yang terjadi ketika puluhan tokoh nasional bertemu Jokowi di Istana Negara pada (26/9) lalu. Menurutnya, sejak awal, ia tak membicarakan isu revisi UU KPK dan perppu. 

"Karena memang saya pada saat itu hanya bicara tentang RUU KUHP saja. Nah, begitu keluar (dari pertemuan) saya diminta jadi jubir. Apa yang saya jubirkan saya belum tahu kesimpulannya meskipun di dalam sudah disinggung-singgung," kata Mahfud. 

Menurutnya, yang meminta untuk jadi jubir dan mengulas kembali isi pembicaraan dalah presiden. Sehingga, ia hanya menyesuaikan apa pun yang disampaikan presiden dalam pembicaraan tertutup ketika itu. 

"Saya katakan tadi bertemu presiden mempertimbangkan menyiapkan mengeluarkan perppu, lalu saya beri ilmunya mengubah UU yang seperti itu ada tiga cara, satu legislatif review, dua judicial review, dan tiga Perppu," tutur dia lagi. 

Ia pun menggaris bawahi hingga kini presiden belum memutuskan untuk tidak mengeluarkan Perppu. Ia hanya menunggu hingga proses gugatan materi ke MK rampung. 

4. Salah satu tokoh Azyumardi Azra mengaku kecewa dengan sikap Mahfud yang berbeda

Temui Para Tokoh, Mahfud MD Bantah Bahas Perppu KPK dengan PresidenIDN Times/Arief Rahmat

Salah satu tokoh yang mengaku sempat kecewa terhadap pernyataan Mahfud yang plin-plan soal Perppu KPK adalah mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Ia ikut dalam pertemuan Jokowi di Istana Negara pada (26/9) bersama Mahfud. 

Namun, dalam tayangan YouTube Realita TV, Azyumardi mengaku kecewa usai melihat Mahfud duduk di dalam kabinet. Lho mengapa?

"Cuma Pak Mahfud ini ketika berada di dalam (untuk diskusi) dengan ketika memberikan jumpa pers berbeda (pernyataannya). Di dalam pertemuan dengan presiden sebetulnya, mengingatkan pentingnya dikeluarkan Perppu, tapi di luar dia malah mengemukan adanya beberapa alternatif yang harus dilakukan untuk menghadapi UU KPK baru itu," ujar Azyumardi pada (4/11). 

Padahal, ketika berdiskusi dengan presiden di dalam, Mahfud mengatakan gugatan materi atau judicial review memakan waktu lama di MK. Belum lagi hasilnya belum tentu sesuai dengan keinginan publik yang ingin memperkuat KPK. 

"Keterangan Mahfud dengan presiden seolah-olah mementahkan kembali apa yang sudah kami sepakati dalam tanda kutip supaya presiden mengeluarkan Perppu KPK," katanya. 

Hal lain yang membuatnya kecewa yakni ketika Mahfud sudah duduk di dalam kabinet, mantan Ketua MK menyerahkan soal Perppu KPK ke presiden. 

"Jadi, dia lepas tangan dalam hal ini," ucap Azyumardi lagi. 

Baca Juga: Beda Sikap Mahfud MD soal Perppu KPK Sebelum dan Sesudah di Kabinet

Topik:

Berita Terkini Lainnya