TNI AL Bantah Lakukan Pungli pada Kapal yang Langgar Aturan 

Disebut-sebut pungli yang diterima hingga Rp4,2 miliar

Jakarta, IDN Times - TNI Angkatan Laut membantah prajuritnya di lapangan meminta sejumlah uang agar kapal-kapal yang ditangkap bisa dilepaskan. Disebutkan, nominal pungli yang diminta mencapai Rp3,5 miliar hingga Rp4,2 miliar. 

Laporan itu diturunkan oleh kantor berita Reuters, Senin (15/11/2021), dengan judul "Shipowners Make Payoffs to Free Vessels Held by Indonesia Navy Near Singapore - Sources." Reuters memperoleh data awal dari Lloyd Intelligence, sebuah situs industri yang khusus menyediakan informasi mengenai dunia maritim.

Laporan itu diperkuat dengan adanya pengakuan dari puluhan sumber termasuk pemilik kapal, kru dan individu di bidang keamanan maritim. Mereka mengatakan, pungli dalam jumlah fantastis itu dikirimkan ke personel TNI AL atau melalui transfer bank. Tetapi, dana ditransfer ke pihak ketiga yang mengaku mewakili TNI AL. 

Menurut pengakuan pemilik kapal, bila mereka tertangkap oleh personel TNI AL karena dianggap telah melakukan pelanggaran di wilayah perairan Indonesia, maka mereka akan dibawa ke markas TNI AL di Lantamal Batam atau Bintan. Kapten kapal dan kru sering kali ditahan di ruangan yang penuh sesak dan sangat panas selama berminggu-minggu. Dua kru yang pernah ikut ditahan di ruangan itu oleh personel TNI AL menyebut, mereka baru dibebaskan usai pemilik kapal menyerahkan sejumlah uang. 

Kapal-kapal itu ditangkap oleh TNI AL ketika melakukan lego jangkar di titik yang tak seharusnya. Biasanya kapal-kapal tersebut melakukan lego jangkar sambil menunggu izin untuk bisa berlabuh di pelabuhan di Singapura. 

Sementara, menurut kesaksian dua pemilik kapal, mereka sudah bertahun-tahun lamanya melakukan lego jangkar di bagian timur Selat Singapura. Mereka melakukan itu lantaran yakin tengah berada di perairan internasional. Dengan begitu, mereka tak perlu membayar biaya ke pengelola pelabuhan. 

Lalu, apa isi bantahan dari TNI Angkatan Laut?

1. TNI AL bantah terima pungli dan tak gunakan perantara untuk proses hukum

TNI AL Bantah Lakukan Pungli pada Kapal yang Langgar Aturan Panglima Koarmada wilayah I, Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah ketika memaparkan situasi di Laut Natuna Utara (www.instagram.com/@koarmada_1)

Sementara, Panglima Komando Armada Wilayah I Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah membantah ada pungli yang diterima oleh personel TNI AL di lapangan. Mereka juga tidak menggunakan perantara dalam proses hukum bagi kapal-kapal yang dianggap melanggar ketentuan. 

"Tidak benar bila TNI AL menerima atau meminta sejumlah uang agar kapal-kapal yang ditangkap dilepaskan," ujar Arsyad dalam keterangan tertulis, Senin (15/11/2021).

Ia mengakui jumlah kapal yang ditahan meningkat dalam tiga bulan terakhir. Jumlahnya mencapai 30 buah. Mereka ditangkap karena melepas jangkar di perairan Indonesia tanpa izin, melenceng dari rute pelayaran, atau berhenti di tengah-tengah pelayaran tanpa kejelasan batas waktu. Arsyad menegaskan, semua kasus hukum diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. 

Di sisi lain, pemilik kapal bersedia menyerahkan sejumlah uang karena bila dihitung nominalnya lebih kecil dibandingkan potensi kerugian yang harus ditanggung, khususnya bagi kapal kargo yang membawa muatan berharga seperti minyak dan gandum. Sebab, menunggu kasusnya disidang di pengadilan Indonesia bakal memakan waktu hingga berbulan-bulan lamanya. Maka, pemilik kapal memilih menyerahkan sejumlah uang. 

Baca Juga: Panglima TNI Serahkan Kunci Rumah Ahli Waris Kru KRI Nanggala 402

2. Kapten kapal yang ditangkap tidak ada yang ditahan di Lantamal

TNI AL Bantah Lakukan Pungli pada Kapal yang Langgar Aturan Ilustrasi Kapal Kargo (IDN Times/Sukma Shakti)

Arsyad juga menjelaskan, selama proses hukum bergulir semua kru kapal termasuk kapten tetap berada di kapal. "Kecuali bila mereka dimintai keterangan, maka proses itu dilakukan di pangkalan TNI AL (Lantamal). Usai dimintai keterangan, mereka dikembalikan lagi ke kapal," kata Arsyad. 

Sementara, Kepala Dinas Penerangan Komando Wilayah Armada I Letnan Kolonel Laode Muhammad Holib mengatakan, beberapa kapal yang pernah ditahan dalam tiga bulan terakhir akhirnya dibebaskan karena kurangnya bukti. Kapten dari lima kapal sempat dituntut di pengadilan, di mana dua di antaranya dinyatakan bersalah. 

Mereka dijatuhi vonis bui tak terlalu lama dan denda masing-masing Rp100 juta serta Rp25 juta. Namun, Laode tak bersedia menjelaskan kasus penangkapan kapal yang mana yang dibebaskan. 

Kepada IDN Times, Laode menjelaskan, perwira di kapal perang Republik Indonesia (KRI) milik TNI AL adalah penindak pertama bila ditemukan pelanggaran di wilayah perairan Indonesia. Mereka akan memeriksa kapal berbendera asing atau Indonesia bila diduga melakukan pelanggaran. 

"Tetapi dengan kasus ini, ini merupakan pelanggaran di teritorial Indonesia. Jadi, diduga kapten kapal melakukan lego jangkar di teritorial Indonesia tanpa izin," kata dia lagi. 

Saat berada di atas kapal yang diduga melakukan pelanggaran, maka personel TNI AL akan memeriksa dokumen kapal dan berapa lama mereka telah melakukan lego jangkar di luar dari area yang telah ditentukan. Sebab, bila melakukan lego jangkar di area yang telah ditentukan, ada biaya yang harus dikeluarkan dan akan disetor ke negara sebagai pemasukan resmi. 

3. TNI AL harus dalami informasi dugaan penerimaan pungli dari pemilik kapal

TNI AL Bantah Lakukan Pungli pada Kapal yang Langgar Aturan Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi (Dokumentasi Istimewa)

Sementara, dari sudut pandang analis militer dan pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, TNI AL harus menindaklanjuti temuan media asing tersebut. Oknum prajurit TNI AL di lapangan yang diduga menerima sejumlah uang dari pemilik kapal harus dicari. 

"Ini kesempatan yang baik bagi TNI AL untuk menunjukkan komitmennya memelihara integritas dan kepatuhan pada hukum di seluruh jajaran," ujar Fahmi melalui pesan pendek kepada IDN Times pada hari ini. 

Ia menambahkan, selalu ada celah bagi oknum untuk melakukan praktik buruk. Fahmi menyebut, pelanggaran hukum dan prosedur selalu harus diasumsikan mungkin saja terjadi.

"Itulah mengapa pengawasan harus terus-menerus dilakukan. Para personel di lapangan harus terus menerus diingatkan juga agar memiliki sense of crisis, sehingga dapat lebih berhati-hati dan waspada dalam melakukan upaya penegakan hukum dan kedaulatan di perairan," kata dia lagi. 

Apalagi dalam kasus-kasus transnasional yang melibatkan kapal berbendera asing. Hal ini justru bisa mencoreng citra dari TNI AL dan Indonesia.

Baca Juga: KSAL Yudo: TNI AL Tetap Loyal dan Dukung Andika Perkasa Jadi Panglima

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya