Tragedi KRI Nanggala 402, Koalisi Sipil Desak Lakukan Audit Independen

Pengadaan alutsista kerap diwarnai praktik korupsi

Jakarta, IDN Times - Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendorong dilakukannya audit secara independen pasca-tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 pada Rabu, 21 April 2021. Sebab, dalam setiap kecelakaan alat utama sistem pertahanan (alutsista), pemerintah luput fokus penting yakni mengenai tata kelola perawatan dan pemeliharaan alutsista. 

"Padahal, sangat mungkin masalah carut marutnya tata kelola alutsista di Indonesia dapat memperbesar risiko terjadinya berbagai kecelakaan di Indonesia," ungkap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang ikut dalam Koalisi Masyarakat Sipil pada Selasa, 27 April 2021. 

Ia menjelaskan tidak jelasnya mengenai tata kelola pengadaan, perawatan, dan reparasi alutsista pada akhirnya akan menjadikan prajurit TNI menjadi korban, bahkan meninggal dunia. Pengadaan alutsista, kata Usman, boleh saja sebagai bagian dari upaya melakukan modernisasi dan penguatan pertahanan. 

"Tetapi, upaya tersebut harus dilakukan secara transparan dan akuntabel," tutur Usman. 

Ia menggarisbawahi dalam beberapa kasus pengadaan alutsista sering kali tidak hanya menyimpang, tetapi juga sarat dengan dugaan terjadinya korupsi. Apa saja peristiwa korupsi yang melibatkan pengadaan alutsista?

1. Alutsista yang dibeli sering kali tak sesuai kebutuhan TNI

Tragedi KRI Nanggala 402, Koalisi Sipil Desak Lakukan Audit IndependenInfografis Daftar Insiden Terkait Alutsista RI. (IDN Times/Aditya Pratama)

Usman mengatakan dalam sejumlah pengadaan alutsista sering kali berada di bawah standar, dan kadang kala tak sesuai kebutuhan. Bahkan, ia menyebut sering kali alutsista yang dibeli dalam kondisi bekas. 

"Ini menjadi persoalan baru karena hanya akan membebani anggaran untuk perawatan. Belum lagi, hal itu berisiko bagi keselamatan dan keamanan prajurit," tutur dia. 

Dalam catatan Koalisi Masyarakat Sipil, penggunaan alutsista bekas dan tua berkontribusi terhadap sejumlah kecelakaan. Kondisi alutsista yang berada di bawah standar kesiapan, kata Usman, dapat meningkatkan risiko kecelakaan. 

Isu perawatan atau retrovit pun, ujar Usman, juga menjadi catatan sendiri untuk mempersiapkan alutsista. Koalisi masyarakat sipil mempertanyakan mengapa KRI Nanggala 402 proses retrovit malah dilakukan di Korea Selatan. Sementara, kapal bertenaga diesel listrik itu dibuat di Jerman pada 1977. 

"Kami mendesak agar pemerintah dan DPR melakukan evaluasi serta audit semua proses kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan, mulai dari kapal selam, kapal perang, pesawat tempur KFX/IFX (KF-21 Borame) dan lainnya," kata Usman. 

Baca Juga: [CEK FAKTA] KRI Nanggala 402 Tenggelam karena Ditembak Kapal Asing

2. TNI pilih lakukan perbaikan di Korsel karena sudah ada izin ekspor dari Jerman

Tragedi KRI Nanggala 402, Koalisi Sipil Desak Lakukan Audit IndependenGalangan kapal Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DMSE) yang berada di Korea Selatan (www.businesskorea.co.kr)

Sementara, menurut Asisten Perencanaan (Arsena) KSAL Laksamana Muda TNI Muhammad Ali, alasan melakukan overhaul di Korea Selatan karena DMSE diklaim sudah memiliki izin dari Jerman untuk melakukan perbaikan. 

"Korea Selatan sudah memiliki license dari Jerman, negara pembuatnya untuk melakukan overhaul," kata Ali pada Selasa, 27 April 2021. 

Sementara, Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Danseskoal) Laksamana Muda TNI Iwan Isnurwanto menambahkan, Negeri Ginseng sudah berhasil membangun sembilan kapal selam tipe 209/1.200. DMSE, kata dia, juga sudah memiliki izin ekspor kapal selam, sehingga mampu melakukan perbaikan secara mandiri. 

"Itu sebabnya KRI Cakra 401 dan Nanggala 402 dilakukan overhaul-nya di Korea Selatan," tutur Iwan. 

3. Koalisi Masyarakat Sipil mendesak presiden bentuk tim audit independen KRI Nanggala 402

Tragedi KRI Nanggala 402, Koalisi Sipil Desak Lakukan Audit IndependenKapal Selam KRI Nanggala-402. (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Dalam keterangan tertulisnya, Koalisi Masyarakat Sipil juga mendorong agar dilakukan reformasi peradilan militer dengan merevisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer. Bila itu terwujud, maka kepastian terkait transparansi dan akuntabilitas dalam modernisasi alutsista bisa terealisasi. 

"Bila tak ada reformasi peradilan militer, maka modernisasi alutsista akan selalu dibayang-bayangi dugaan praktik korupsi," kata Usman. 

Selain melakukan modernisasi alutsista, Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak pemerintah meningkatkan profesionalime prajurit. Salah satu caranya dengan memenuhi kesejahteraan prajurit (well paid), peningkatan pelatihan (well train), perbaikan pendidikan (well educated), dan penguatan alutsista (well equipped). 

"Kami mendesak agar seluruh program di kementerian pertahanan yang tidak memperkuat komponen utamanya seperti pembentukan komponen cadangan, pelibatan militer dalam program cetak sawah dan program-program lainnya yang tidak relevan dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara sepantasnya ditiadakan," tutur Usman. 

"Sudah saatnya TNI dan dan kementerian pertahanan fokus untuk memperkuat komponen utamanya sebagai alat pertahanan negara," lanjut dia. 

Maka itu, Usman dan rekan-rekannya di Koalisi Masyarakat Sipil mendesak presiden membentuk tim audit independen terhadap seluruh alutsista di Indonesia. Mereka menggarisbawahi alutsista yang harus diaudit adalah yang telah berusia tua. 

"Presiden harus melibatkan akademisi dan masyarakat sipil dalam proses audit itu," katanya. 

Baca Juga: Anggota DPR Minta KSAL Tanggung Jawab Atas Tragedi KRI Nanggala-402

https://www.youtube.com/embed/bvSTe0Ro_P4

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya