Usai OTT di Kemendikbud, Nadiem Ancam Sanksi Bawahannya yang Korup

Rektor UNJ coba berikan THR ke pejabat Kemendikbud

Jakarta, IDN Times - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim menegaskan tidak akan segan-segan menjatuhkan sanksi kepada bawahannya yang ikut terbukti bersalah dalam upaya pemberian gratifikasi. Pada Rabu (20/5), Rektor Universitas Negeri Jakarta, Komarudin disebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memerintahkan dekan dan pimpinan lembaga agar mengumpulkan uang THR masing-masing senilai Rp5 juta melalui Kepala Bagian Kepegawaian, Dwi Achmad Noor. Hasilnya terkumpul duit senilai Rp55 juta dan diantarkan oleh Dwi pada Rabu kemarin ke Kemendikbud. 

Menurut Deputi Penindakan, Brigjen (Pol) Karyoto, THR rencananya akan diberikan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti, Mohammad Sofwan Effendi. Praktik semacam ini jelas termasuk korupsi. 

"Terkait OTT tersebut, tidak ada penyelenggara negara yang terlibat sejauh ini. Kami terus berkoordinasi dengan penegak hukum untuk mendalami persoalan ini," ungkap Nadiem melalui keterangan tertulis pada Sabtu (23/5). 

Ia menegaskan integritas menjadi hal utama dalam bekerja. Sehingga, bila ada yang terbukti melanggar maka ia tidak akan mau bertoleransi. 

Lalu, bagaimana nasib Rektor UNJ yang sudah sempat dimintai keterangannya oleh KPK mengenai operasi senyap itu?

1. Rektor UNJ dan enam orang lainnya yang ditangkap KPK dipulangkan

Usai OTT di Kemendikbud, Nadiem Ancam Sanksi Bawahannya yang Korup(Dr. Komarudin ketika dilantik menjadi Rektor UNJ pada 26 September 2019) www.unj.ac.id

Komarudin dan enam orang lainnya yang sempat ditangkap oleh penyidik rasuah bisa bernafas lega. Sebab, usai perkaranya dilimpahkan ke kepolisian, Rektor UNJ itu dipulangkan dan tidak ditahan. 

"Ketujuh orang itu sementara dipulangkan dengan status wajib lapor," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Yusri Yunus ketika memberikan keterangan pers pada Sabtu pagi (23/5). 

Keterangan pers itu khusus digelar oleh PMJ untuk menjelaskan ke publik soal pelimpahan kasus dugaan korupsi dari komisi antirasuah. Turut hadir di sana plt juru bicara KPK, Ali Fikri. 

Selain melimpahkan berkas perkara dan tujuh orang, komisi antirasuah juga melimpahkan barang bukti yang sudah berhasil disita dalam operasi senyap tersebut ke Polres Metro Jakarta Selatan. Pelimpahan berkas dilakukan pada (21/5) lalu oleh KPK.

Baca Juga: Ini Kronologi OTT KPK Soal Setoran THR dari UNJ ke Kemendikbud

2. Polri memulai lagi proses penyelidikan dugaan korupsi pemberian THR ke Kemendikbud dari awal

Usai OTT di Kemendikbud, Nadiem Ancam Sanksi Bawahannya yang Korup(Ilustrasi uang) IDN Times/Ita Malau

Sementara, kendati sudah jelas siapa pelaku pemberi dan penerima gratifikasi dari hasil operasi senyap, tetapi Polri memilih untuk melakukan penyelidikan dari awal. Kombes (Pol) Yusri menegaskan pihaknya akan kembali memanggil tujuh orang yang sudah sempat ditangkap oleh komisi antirasuah. 

"Kemungkinan rencana akan kita siapkan untuk memanggil dan mengklarifikasi," kata Yusri kemarin. 

Selanjutnya, kasus kembali dilimpahkan ke Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada (22/5). Menurut Yusri, PMJ lah yang diperintahkan untuk mengambil alih kasus tersebut. 

Dari OTT itu, komisi antirasuah sempat menemukan barang bukti berupa duit tunai senilai Rp27,5 juta dan US$1.200

3. Dalih KPK untuk melimpahkan perkara ke Polri

Usai OTT di Kemendikbud, Nadiem Ancam Sanksi Bawahannya yang KorupPlt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri (Dok. Humas Polda Metro Jaya)

Sedangkan, Plt juru bicara KPK, Ali Fikri menjelaskan alasan komisi antirasuah melimpahkan perkara ke kepolisian karena belum ditemukan unsur penyelenggara negara yang bersalah dalam perkara tersebut. Ia tak membantah bahwa rektor UNJ, Komarudin, adalah penyelenggara negara bila merujuk ke undang-undang.

Tetapi, dalam perkara tersebut ia hanya dimintai keterangan. Sementara, yang tertangkap tangan menyerahkan duit THR adalah Kabag Kepegawaian Dwi Achmad Noor. 

"Betul, memang ada penyelenggara negara yakni rektor, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan ternyata belum ditemukan perbuatan yang pelakunya penyelenggara negara," kata Ali kemarin. 

Akibat operasi senyap yang janggal ini, komisi antirasuah mendapat kritik keras dari masyarakat sipil seperti organisasi Indonesia Corruption Watch dan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI, Boyamin bahkan menyebut melalui OTT pertama yang dilakukan di era pimpinan Komjen (Pol) Firli Bahuri, KPK tengah mempermalukan dirinya sendiri. 

"OTT KPK ini sungguh mempertontonkan ketidakprofesionalan mereka, mengarah ke tolol dan dungu serta mempermalukan KPK sendiri," ungkap Boyamin melalui keterangan tertulis pada (22/5) lalu. 

Seharusnya, tutur dia, KPK tetap melanjutkan proses penyelidikan dan tak melimpahkan perkaranya ke polisi. Bila Polri yang diminta untuk melanjutkan proses penyelidikan, dengan pasal apa mereka akan menjerat orang-orang yang sudah sempat ditangkap oleh KPK. 

"Apa dengan pasal pungutan liar?," tanya Boyamin. 

Baca Juga: KPK Gelar OTT di Kemendikbud Tapi Kasusnya Diserahkan ke Polri

Topik:

Berita Terkini Lainnya