Usai Perkara Dilimpahkan ke Polri, Rektor  UNJ Dipulangkan 

Komarudin dan enam orang lainnya kena wajib lapor ke polisi

Jakarta, IDN Times - Rektor Universitas Negeri Jakarta, Komarudin, untuk sementara waktu bisa bernafas lega dan merayakan Hari Idulfitri bersama keluarga. Sebab, ia tidak ditahan oleh pihak kepolisian kendati namanya disebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu pihak yang hendak memberikan gratifikasi dalam bentuk THR kepada pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Upaya pemberian THR yang eksekusinya dilakukan oleh Kepala Bagian Kepegawaian di UNJ, Dwi Achmad Noor, kemudian terendus komisi antirasuah dan dilakukan Operasi Tangkap Tangan pada (20/5) lalu. Dari OTT itu, penyidik komisi antirasuah menemukan barang bukti duit tunai senilai Rp27,5 juta dan US$1.200. 

Tetapi, usai dilakukan ekspos gelar perkara di KPK, pimpinan komisi antirasuah memutuskan melimpahkan kasus itu ke pihak kepolisian. Padahal, penyidik KPK yang melakukan tangkap tangan. 

Plt juru bicara KPK, Ali Fikri dalam pemberian keterangan pers pada Sabtu (23/5) di Polda Metro Jaya menjelaskan alasan perkara dugaan korupsi itu diserahkan ke Polri karena belum menemukan unsur penyelenggara negara dalam kasus itu. 

"Kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK memproses kasus yang melibatkan unsur penyelenggara negara. Tetapi, karena belum ditemukan maka KPK melalui unit koordinasi dan supervisi penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada kepolisian RI untuk ditindak lanjuti sesuai ketentuan hukum," kata Ali kemarin. 

Begitu perkara dilimpahkan ke Polda Metro Jaya, tujuh orang yang sudah dimintai keterangan termasuk rektor UNJ dipulangkan. Mengapa mereka malah dipulangkan?

1. Tujuh orang yang sempat dimintai keterangan oleh KPK dipulangkan atas keputusan Polri

Usai Perkara Dilimpahkan ke Polri, Rektor  UNJ Dipulangkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (IDN Times/Lia Hutasoit)

Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Yusri Yunus, tujuh orang yang sempat dimintai keterangannya oleh KPK dipulangkan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Tujuh orang yang dipulangkan dan tidak ditahan yakni Komarudin (Rektor UNJ), Dwi Achmad Noor (Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta UNJ), Sofia Hartati (Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan ), Tatik Supartiah (Analis Kepegawaian Biro SDM Kemdikbud ), Diah Ismayanti (Karo SDM Kemdikbud ), Dinar Suliya (Staf SDM Kemdikbud), serta Parjono (Staf SDM Kemdikbud).

"Tujuh orang itu sementara dipulangkan dengan status wajib lapor," ujar Yusri ketika memberikan keterangan pers di PMJ pada (23/5) kemarin. 

Ia menjelaskan sejauh ini penyidik masih melakukan penyelidikan untuk mengetahui konstruksi peristiwa dalam kasus tersebut. Maka, hingga saat ini belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka. 

Tetapi, Yusri mengatakan penyidik akan kembali memanggil tujuh orang tersebut untuk dimintai keterangan sebagai proses klarifikasi. 

Baca Juga: Usai OTT di Kemendikbud, Nadiem Ancam Sanksi Bawahannya yang Korup

2. KPK bersikukuh limpahkan perkara ke Polri karena belum ditemukan unsur penyelenggara negara

Usai Perkara Dilimpahkan ke Polri, Rektor  UNJ Dipulangkan Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri (Dok. Humas Polda Metro Jaya)

Sementara, plt juru bicara KPK, Ali Fikri, tidak menampik bahwa Rektor UNJ, Komarudin masuk dalam kategori penyelenggara negara. Namun, posisi Komarudin masih terbatas dimintai keterangan alias saksi. Sementara, yang tertangkap tangan adalah Kabag Bagian Kepegawaian, Dwi Achmad Noor. 

"Betul memang ada penyelenggara negara yakni rektor, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan ternyata belum ditemukan perbuatan yang pelakunya penyelenggara negara," ungkap Ali kemarin di kantor PMJ. 

Ia menjelaskan sejak perkaranya dilimpahkan ke kepolisian maka bila ditemukan ada status penyelenggara negara yang diduga ikut terlibat dalam pemberian gratifikasi ke pejabat Kemendikbud maka bisa ditindak lanjuti oleh Polri. Berdasarkan keterangan dari Deputi Penindakan KPK, Brigjen (Pol) Karyoto, Komarudin yang meminta dilakukan pengumpulan duit THR untuk diserahkan ke pejabat di Kemendikbud. 

3. ICW menilai Rektor UNJ bisa dijadikan sebagai tersangka pemberian gratifikasi

Usai Perkara Dilimpahkan ke Polri, Rektor  UNJ Dipulangkan (Ilustrasi pungli) IDN Times/Sukma Shakti

Sementara, menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadana, rektor UNJ, Komarudin bisa ditetapkan sebagai tersangka. Kurnia menegaskan sesuai dengan aturan Rektor UNJ adalah penyelenggara negara menurut pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Di dalam aturan itu dijelaskan pimpinan perguruan tinggi negeri masuk kategori penyelenggara negara. 

Pasal yang diduga dilanggar oleh Komarudin yaitu pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi: "setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri dengan maksud supaya pegawai negeri tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dapat dihukum maksimal 5 tahun penjara."

Selain itu adapula pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 secara tegas mengatakan bahwa penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar dapat dijerat dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar.

Oleh sebab itu, ICW mendesak agar komisi antirasuah saja yang memproses kasus OTT yang menyeret Rektor UNJ. 

"Atas dasar apa KPK memilih untuk tidak menangani perkara tersebut?" tanya Kurnia melalui keterangan tertulis pada (23/5) kemarin. 

Kendati nilai barang bukti yang ditemukan kecil, tetapi pertanyaan yang perlu terus digali yakni apakah ini merupakan pemberian pertama atau sudah pernah diserahkan juga duit serupa sebelumnya ke Kemendikbud. ICW mengaku bingung dengan OTT kali ini sebab yang dilakukan tidak sesuai dengan gaji para pimpinan komisi antirasuah yang bernilai ratusan juta rupiah per bulannya. 

"Maka sebaiknya tenaga mereka lebih baik dialokasikan untuk menangani kasus-kasus besar ketimbang memproduksi rangkaian kontroversi," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Ini Kronologi OTT KPK Soal Setoran THR dari UNJ ke Kemendikbud

Topik:

Berita Terkini Lainnya