Usai UU Resmi Direvisi, Pimpinan KPK Perintahkan Pegawai Tetap Kerja

KPK tengah menganalisa poin-poin apa yang melemahkan

Jakarta, IDN Times - Di tengah situasi yang semakin sulit dan tak menentu di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat UU nomor 30 tahun 2002 resmi direvisi, pimpinan komisi antirasuah, Agus Rahardjo, meminta kepada para pegawainya untuk tetap bekerja seperti biasa. Agus menegaskan walau waktu yang mereka miliki tinggal sedikit, namun para pegawai tidak akan berhenti bekerja untuk memberantas korupsi. 

"Ikhtiar kita melawan korupsi tidak boleh berhenti," kata dia melalui keterangan tertulis pada Rabu pagi (18/9). 

Instruksi itu disampaikan oleh Agus melalui surat elektronik kepada para pegawai hari ini. Ia pun turut meminta kepada para pegawai komisi antirasuah agar tidak patah arang dalam memberantas korupsi. 

"KPK tidak boleh berhenti melakukan tugas pemberantasan korupsi," tutur pria yang pernah menjadi Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP) itu. 

Agus juga menjelaskan saat ini pihaknya tengah menyiapkan tim transisi yang tengah menganalisa poin-poin di dalam UU KPK baru yang sudah direvisi oleh pemerintah dan DPR.  Wah, apa ya tugas dari tim tersebut? 

1. Tim transisi akan mengidentifikasi konsekuensi pemberlakuan UU nomor 30 tahun 2002 kepada lembaga KPK

Usai UU Resmi Direvisi, Pimpinan KPK Perintahkan Pegawai Tetap Kerja(Simbol pemakaman KPK) IDN Times/Santi Dewi

Agus menjelaskan tim tersebut akan menjalankan tugas-tugas prinsip seperti melakukan analisa terhadap materi-materi di dalam UU KPK yang telah disahkan di dalam sidang paripurna, mengidentifikasi konsekuensi terhadap kelembagaan, SDM dan pelaksanaan tugas KPK baik di penindakan atau pencegahan, dan unit lain yang terkait. 

"Selain itu, tim tersebut juga merekomendasikan tindak lanjut yang perlu dilakukan secara bertahap pada pimpinan," kata Agus lagi. 

Ia tak menampik ada beberapa aturan di dalam UU KPK yang baru dengan yang sebelumnya disahkan pada 2002 lalu. Perubahan yang ada di dalam UU yang baru memang dinilai bisa memperlemah kinerja KPK. 

"Untuk mencegah efek yang terlalu buruk ke KPK, kami segera menyisir setiap pasal dan ayat yang ada di dalam UU tersebut," tutur dia. 

Baca Juga: [BREAKING] Ditolak Banyak Orang, DPR RI Tetap Sahkan Revisi UU KPK

2. KPK meminta publik agar lebih ketat dalam mengawal kinerja pimpinan yang baru

Usai UU Resmi Direvisi, Pimpinan KPK Perintahkan Pegawai Tetap Kerjakpk.go.id

KPK pun juga berharap dukungan terhadap publik terhadap KPK tidak berhenti hanya di ketokan palu DPR yang mengesahkan UU baru komisi antirasuah. KPK turut mengucapkan terima kasih kepada publik yang telah memberikan dukungan selama berminggu-minggu. Mereka terus menunjukan sikap dan suara yang tegas untuk mengawal pemberantasan korupsi. 

Suara penolakan agar UU KPK direvisi padahal sudah datang dari guru besar dan dosen di sejumlah kampus, mahasiswa, pemuka agama, dan tokoh masyarakat, namun masih juga tidak didengar oleh pemerintah dan DPR. 

"Namun, KPK mengajak semua pihak untuk menjadikan momentum ini untuk memperkuat peran masyarakat memgawal pemberantasan korupsi. KPK juga mengajak publik agar lebih kuat melakukan kontrol terhadap kerja KPK ke depan," tutur Agus lagi. 

Imbauan ini bisa dimaklumi, apalagi yang menjadi ketua baru KPK diketahui memiliki rekam jejak yang kelam. Kapolda Sumatera Selatan, Irjen (Pol) Firli Bahuri pernah dijatuhi vonis pelanggaran berat terkait kode etik ketika bekerja di KPK selama menjadi Deputi Penindakan. 

3. Tujuh poin yang direvisi di dalam UU KPK

Usai UU Resmi Direvisi, Pimpinan KPK Perintahkan Pegawai Tetap KerjaANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Agus menyadari dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi di mana pun, tidak akan mudah. Ikhtiar untuk memberantas korupsi selalu mendapatkan rintangan di negara mana pun. Ada tujuh poin di dalam UU KPK yang akhirnya direvisi oleh pemerintah dan DPR, yakni: 

Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.

Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas.

Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK.

Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.

Ketujuh, sistem kepegawaian KPK

Baca Juga: Pegawai: Pak Jokowi, Kenapa Tega 'Membunuh' KPK? 

Topik:

Berita Terkini Lainnya