[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota Terisolasi

Simak obrolan eksklusif IDN Times dengan Direktur PWNI Kemlu

Jakarta, IDN Times - Ekspresi kebahagiaan tidak bisa disembunyikan dari raut wajah dua mahasiswi asal Padang, Eva dan Yuli ketika akhirnya menjejakan kaki di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, pada Sabtu sore (15/2). Sempat diselimuti kekhawatiran akan terinfeksi virus corona, dua mahasiswi itu dan 236 WNI lainnya akhirnya dinyatakan sehat oleh pemerintah. Kesimpulan itu diambil usai ratusan WNI menjalani proses observasi selama dua pekan di Pulau Natuna usai diboyong dari Wuhan, Tiongkok pada (1/2) lalu. 

Kepada media, Eva yang merupakan mahasiswi Central China Normal University (CCNU) memilih lebih banyak berdiam di asrama di Wuhan. Ia khawatir apabila lebih banyak beraktivitas di luar, bisa terjangkit virus mematikan itu. 

"Selama masa lockdown kami tidak bisa ke mana-mana, hanya di dalam asrama. Tetapi itu jadi pilihan kami. Jadi, bukan Pemerintah Tiongkok yang mengharuskan untuk tinggal di rumah, karena kami takut kena virusnya, kan penyebarannya juga cepat banget, kami takut," ungkap Eva pada Sabtu kemarin. 

Proses pemulangan yang dilanjutkan dengan observasi selama 14 hari di Pulau Natuna sukses dilakukan oleh pemerintah. Sebelumnya, sempat muncul kekhawatiran ratusan WNI yang hendak diboyong pulang dari Provinsi Hubei, termasuk Kota Wuhan ternyata sudah terinfeksi virus yang diberi nama COVID-19 itu. Tetapi, hasil observasi menunjukkan tak ada satupun yang terjangkit corona. 

Di balik proses pemulangan WNI itu, Kementerian Luar Negeri memegang peranan besar. Sebab, mereka yang memantau kondisi WNI saat wabah corona mulai menyebar di Tiongkok sejak akhir Desember 2019 lalu. Bahkan, Kemlu melalui KBRI Beijing berkoordinasi dengan otoritas di Tiongkok agar membolehkan WNI untuk dievakuasi. Tim dari KBRI Beijing pun harus ikut diobservasi di Natuna karena menjemput ratusan WNI di Wuhan. 

Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha mengakui tidak mudah untuk merancang proses evakuasi tersebut. Apalagi beberapa kota di Provinsi Hubei sudah diisolasi oleh otoritas setempat. Artinya, tidak boleh ada yang meninggalkan area tersebut. 

Namun, ia mengatakan rencana kontigensi sudah disusun sejak awal Januari 2020. Tujuannya, agar ketika Presiden Joko "Jokowi" Widodo memerintahkan evakuasi, instruksi itu bisa segera dieksekusi. 

"Kami sudah menyiapkan hingga kemungkinan yang terburuk," kata Judha ketika ditemui oleh IDN Times secara khusus di ruang kerjanya pada Selasa malam (11/2) lalu. 

Judha yang menempati posisi sebagai Direktur PWNI sejak September 2019, memegang peranan cukup penting. Ia dan timnya yang berkoordinasi secara intens dengan perwakilan RI di Tiongkok. Berdasarkan pemantauan di lapangan pula, Judha dan tim KBRI memberikan masukan kepada Menlu Retno Marsudi kapan waktunya untuk dilakukan evakuasi. 

Maka, tak heran bila Judha dan tim PWNI sibuk mengikuti rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain di dalam negeri. Sebab, pada dasarnya proses evakuasi WNI dari Tiongkok tidak mungkin bisa terwujud bila hanya Kemlu yang bergerak. 

"Di dalamnya ada keterlibatan instansi lain seperti TNI, pemda setempat, Kementerian Kesehatan, Kemenkum HAM, BNPB, maskapai Batik Air, Kemendagri, dan lainnya. Kami tidak mungkin bisa melakukan ini tanpa bantuan mereka semua," tuturnya. 

Belum lagi, ternyata masih ada tiga WNI yang semula ikut diboyong ke Tanah Air, namun ternyata batal. Kondisi kesehatannya ketika itu tidak memungkinkan, sehingga ditolak pergi oleh otoritas Tiongkok. Namun, Judha memastikan tiga WNI yang kini masih berada di Provinsi Hubei itu tidak terjangkit virus corona. 

"Kami terus berkomunikasi secara intens dengan mereka. Kami juga mengirimkan psikolog untuk memastikan kondisi fisik dan psikisnya tetap baik. Sebab, itu kunci utama untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak terjangkit," ungkapnya. 

Lalu, apakah tiga WNI itu juga hendak dievakuasi ke Tanah Air? Bagaimana pula kondisi satu WNI yang kini tengah dirawat di Singapura karena positif terjangkit virus corona? Simak perbincangan IDN Times dengan Direktur PWNI, Judha Nugraha. Wawancara dilakukan dua kali yakni di dalam mobil menuju ke Istana untuk mengikuti jumpa pers pada (10/2) dan di kantornya di Kemlu pada (11/2).  

1. Mengapa bisa ada begitu banyak WNI di Provinsi Hubei, khususnya di Kota Wuhan?

[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota TerisolasiWNI yang dievakuasi dari Wuhan, Provinsi Hubei, China menyapa warga dari dalam pesawat udara sebelum tinggal landas di Hanggar Pangkalan Udara TNI AU Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (15/2/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Dari 237 WNI yang dipulangkan dari Provinsi Hubei, mayoritas memang mahasiswa. Di Provinsi Hubei, ada 15 kota yang dikarantina oleh pemerintah setempat. Nah, WNI ada di 7 kota di antara 15 kota itu. Total, yang kami pulangkan 237 WNI. Memang awalnya 244 (yang dipulangkan), tapi ada 4 orang yang kemudian memilih karena alasan pribadi tidak ikut proses repatriasi dan 3 WNI kita yang tidak dapat terbang karena tak memenuhi persyaratan. 

Baca Juga: Ganjar: Tak Usah Takut, Jangan Kucilkan Warga yang Pulang dari Natuna

2. Tiongkok sudah melaporkan ke WHO mengenai adanya wabah virus corona sejak Desember 2019, lalu kematian pertama dilaporkan pada 11 Januari 2020. Apa yang disampaikan oleh KBRI Beijing ke WNI ketika itu?

Memang sejak awal Kementerian Luar Negeri sudah berkoordinasi dengan KBRI Beijing, KJRI Shanghai, KJRI Guangzhou, KJRI Hong Kong, dan KDEI Taiwan sudah membuat rencana kontigensi sejak awal Januari. Kami sudah membahas bersama untuk mengantisipasi jika seandainya penyebaran virus corona baru mengalami eskalasi. Kami sudah menyiapkan hingga kemungkinan yang terburuk. 

Kemudian, akhirnya kan mengalami eskalasi dan memang itu terjadi. Apabila dilihat perintah Presiden untuk melakukan evakuasi terjadi tanggal 30 Januari 2020, lalu tim berangkat ke Wuhan 1 Februari 2020. Jadi, kan kalau dilihat begitu cepat, antara perintah dan eksekusinya karena memang sejak awal sudah ada rencana kontigensi. Response time nya itu minimal. 

3. Bagaimana proses teknis di lapangannya dimulai dari mahasiswa dikumpulkan di titik ekstraksi hingga dibawa ke Bandara Wuhan?

Temen-teman di KBRI telah berkoordinasi dengan teman-teman PPIT (Persatuan Pelajar Indonesia Tiongkok). Jadi, di masing-masing kota sudah ada koordinator. Lewat koordinator ini lah kemudian mendata teman-temannya, lalu tim KBRI masuk ke Wuhan H-2 tanggal 31 Januari 2020. KBRI sudah berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk melakukan penjemputan ke masing-masing titik ekstraksi yang telah disiapkan. Kebanyakan tentu ekstraksinya ada di kampus. 

Karena sudah dapat izin dari pemerintah setempat, maka dijemput. Kita kan sudah dapat surat izin, maka mobilitasnya lebih mudah. Lalu, dari titik penjemputan, kami membawa WNI ke Bandara Wuhan. Para WNI sudah berkumpul di bandara pada 1 Februari 2020 pukul 16:00 waktu setempat. 

Titik terjauh yang ditempuh WNI itu ada yang sampai 7 jam baru tiba di bandara. Jadi, mereka sudah dijemput sejak pagi dan berangkat. 

4. Mengapa ada satu WNA yang ikut dievakuasi ke Pulau Natuna?

Jadi, satu WNA, karena istrinya WNI, dia punya tiga anak. Kita kan bicara masalah kemanusiaan, oleh sebab itu kita tidak hanya berbicara mengenai WNI nya saja, tetapi juga karena keluarganya adalah WNA. Kan tidak bisa kita angkut istrinya saja, jadi suaminya pun kami bawa. Memang dalam beberapa kasus, seperti dulu evakuasi kita di Yaman, ada beberapa warga negara lainnya, kalau kapasitasnya masih memungkinkan ya masih bisa difasilitasi. 

5. Tiongkok sempat memberlakukan beberapa syarat kepada Indonesia sebelum membolehkan proses evakuasi, apakah persyaratan yang sama juga diberlakukan ke negara lain?

[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota Terisolasi(Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha) IDN Times/Arief Rahmat

Sebelum Indonesia, Amerika Serikat dan Jepang sudah memulangkan (warganya). Teman-teman di KBRI sudah berkoordinasi dengan teman-teman dari kedutaan kedua negara itu untuk menanyakan prosedurnya seperti apa. Yang pasti, Tiongkok mensyaratkan yang pertama, hanya membolehkan warga yang sehat yang boleh terbang dan itu sudah diterapkan melalui health screening yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok sebelum pesawat take off. Seperti yang diketahui tiga WNI tidak lolos proses itu. Pemeriksaan kesehatan itu dilakukannya di Bandara Wuhan. 

Tiongkok tidak meminta agar mereka juga boleh mengevakuasi warganya yang sedang berada di Indonesia. 

6. Tapi, Tiongkok juga meminta kepada Indonesia agar bisa membawa pulang warganya dari Bali?

Iya, tapi setelah Indonesia mengevakuasi WNI dari Tiongkok. Sebagai negara sahabat yang memahami situasi yang Tiongkok alami tentunya kita juga akan membantu mereka. Kami sudah fasilitasi (walau rute penerbangan dari dan ke Tiongkok sudah ditutup), flight clearance di Bali sudah kami berikan. 

Tapi, bila dilihat sequence-nya, keputusan akhir untuk memulangkan warganya yang ada di Bali semua berpulang ke Pemerintah Tiongkok. Ketika Indonesia memutuskan memulangkan (WNI dari Provinsi Hubei), keputusan dari Tiongkok (untuk mengevakuasi warganya) belum ada. 

7. Bagaimana mengenai permintaan pesawat yang menjemput WNI harus berbadan lebar dan memiliki rute penerbangan reguler ke Wuhan?

Oh, iya, itu lebih kepada kemudahan. Jadi, mereka meminta apa yang disebut sebagai resumption of flight. Jadi, penerbangan yang sudah memiliki schedule ke Wuhan, itulah yang akan diutamakan. Tentu yang pernah landing di sana kan lebih paham dan mudah. Yang kami lakukan adalah siapa (maskapai) yang paling cepat dan mudah dalam memberikan respons dengan persyaratan teknis itu, seperti wide body

8. Mengapa yang terbang harus pesawat berbadan lebar?

Karena kami terbang dengan membawa 244 orang yang dievakuasi, termasuk 42 orang tim dari Jakarta dan kami perlu beberapa seat kosong untuk mengantisipasi ada warga-warga yang tidak terdaftar di awal karena tidak lapor diri itu atau undocumented, tiba-tiba muncul di menit terakhir.

KBRI kan sudah menginformasikan agar melaporkan diri ke nomor hotline dan itu sudah diinformasikan jauh-jauh hari. Di dalam tim yang ikut terbang bersama kami juga ada dokter spesialis dan paramedis. 

9. Tidak ada lagi proses evakuasi lanjutan dari Kota Wuhan usai berhasil membawa pulang 238 WNI ini?

Yang dievakuasi adalah WNI yang tinggal di kota-kota yang dikarantina. Dari 15 kota yang dikarantina di Provinsi Hubei, ada 7 kota yang dihuni oleh WNI. Diasumsikan sudah semua WNI dievakuasi di Provinsi Hubei. 

Tentu di luar Hubei, masih ada WNI yang tinggal di Tiongkok tapi tidak dikarantina, sehingga masih bebas bergerak. Jadi, kalau mereka mau pulang ke Tanah Air masih bisa. 

10. 21 WNI yang pulang ke Tanah Air belakangan, itu atas permintaan mereka sendiri?

[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota TerisolasiSuasana kedatangan WNI di Jatim usai diobservasi di Natuna. IDN Times/Fitria Madia

Iya, dengan dibantu oleh pemda masing-masing daerah kan. Mereka ini gak sama ya dengan yang di Wuhan, karena mereka tidak tinggal di kota yang sudah diisolasi. Rata-rata mereka tinggal di inner Mongolia. 

Mereka tetap bisa pulang ke Tanah Air dengan transit dulu ke negara lain. Dalam konteks 21 WNI itu, mereka transitnya di Kuala Lumpur. Yang ditutup oleh pemerintah kan penerbangan langsung ke Tiongkok.

Yang perlu digaris bawahi setiap mau meninggalkan Tiongkok tetap harus melalui prosedur pemeriksaan kesehatan. 

11. Bagaimana dengan WNI yang sudah lebih dulu pulang dari Tiongkok sebelum Kota Wuhan diisolasi, apakah sudah dilakukan pemeriksaan kesehatan secara ketat?

Kalau itu bisa ditanyakan ke Kementerian Kesehatan untuk detailnya. Tapi, yang kami pahami sejak outbreak, teman-teman di Kemenkes sudah mengambil langkah-langkah, salah satunya dengan memasang thermal scanner di titik-titik pintu kedatangan, lalu diberikan health alert card (HAC). Ketika diberikan itu dan mereka merasa mengalami gejala agar segera datang ke rumah sakit rujukan. Mereka akan mendapat prioritas dan treatment khusus. Dengan kartu itu, petugas kesehatan juga jadi waspada bahwa mereka jadi prioritas penanganan. 

12. Bagaimana dengan kondisi tiga WNI yang tidak bisa pulang dari Wuhan ke Tanah Air?

[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota TerisolasiRatusan WNI tiba di Bandara Wuhan Tiongkok untuk pulang ke Tanah Air. (Dok. Kemlu)

Kondisinya baik, barusan kami mengontak ketiganya. Satu WNI bermukim di Wuhan, dua WNI lainnya di Xianing. Jadi, ketika kami tahu mereka tidak bisa berangkat, KBRI langsung menghubungi otoritas setempat dan asrama untuk dijemput. 

Mereka itu gak jadi terbang bukan karena terjangkit (virus corona) ya. Tapi, karena sedang demam dan suhu tubuhnya di atas 37,3 derajat celcius. KBRI terus memantau dan melakukan kontak yang intens, lalu mengirimkan logistik. Kami juga menyiapkan layanan konseling, psikolog, karena prioritas menjaga kondisi psikis dan fisik. Sebab, itu kunci utama untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak terjangkit. 

Kami memahami tentu ketiga WNI itu merasa sedih, karena sudah berada di bandara, tapi gak bisa ikut take off. Sedangkan, teman-temannya sudah berangkat dan kembali ke Tanah Air. Itu tentu perlu kami kelola secara psikis. Selain itu, mereka tinggal di asrama, di mana teman-teman WNI nya sudah gak ada, kan perlu teman ngobrol. 

Dua dari tiga mahasiswa itu adalah mahasiswa dari fakultas kedokteran, jadi mereka sangat paham situasinya dengan prosedur yang ada. 

13. Apakah ada rencana untuk mengevakuasi 3 WNI itu?

Tentu kita akan berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk mempertimbangkan berbagai macam kemungkinan untuk membantu dan memberikan yang terbaik.

14. Apakah kemungkinan itu termasuk menitip untuk mengevakuasi tiga WNI itu ke pemerintah negara lain?

Apa pun kemungkinan yang terbuka akan kami ambil. 

15. Berapa jumlah WNI yang sampai saat ini masih berada di Tiongkok usai ada yang dipulangkan dari Provinsi Hubei?

[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota TerisolasiPetugas medis menyemprotkan virus disinfektan ke ratusan WNI yang baru tiba dari Wuhan. ANTARA FOTO/Kementerian Luar Negeri

Per 10 Februari, jumlahnya 1.890 WNI. Mereka terdiri dari pelajar, bekerja dan memiliki keluarga di sana. 

16. Bagaimana dengan nasib WNI yang bekerja tanpa dokumen resmi di Wuhan, sementara ingin ikut kembali ke Tanah Air? Apakah memungkinkan untuk ikut dievakuasi?

Tentu saya tidak bisa menyampaikan bisa atau tidak mereka ikut dipulangkan karena itu kewenangan dan yurisdiksi hukum yang ada di Tiongkok. Tapi, yang bisa kami pastikan adalah satu selama dia WNI maka dia berhak untuk mendapatkan perlindungan dari perwakilan Indonesia di negara tersebut, Kami kan memiliki sistem untuk memverifikasi apakah mereka betul WNI atau tidak. 

Artinya, mereka itu WNI yang berstatus undocumented dan itu kan terkait dengan aturan hukum setempat. Dia bukan ilegal sebagai WNI, kalau mereka bukan WNI ya bukan tanggung jawab kami. Jadi, sebetulnya mereka tidak perlu takut. Paling tidak hubungi saja dulu KBRI. KBRI kan tidak akan melakukan penahanan. Ya, betul mereka sudah melanggar aturan otoritas setempat tapi KBRI kan tugasnya mendata untuk memberikan perlindungan. Jadi, kami mendorong agar silakan melapor. 

Ini yang harus diingat oleh semua WNI pentingnya lapor diri. Itu kewajiban setiap individu dan dilakukan jauh-jauh hari. Jangan melapor diri, ketika sudah ada masalah. Ketika baru melapor saat sudah terjadi masalah, tentu kemampuan KBRI terbatas. Itu sebabnya di dalam pesawat kami memberikan space lebih untuk mengantisipasi hal-hal semacam ini. 

Realnya lapor diri itu tinggal membuka situs portal perlindungan WNI, isi data-data yang ada di sana. Gak makan waktu lebih dari 10 menit kok. Proses lapor diri itu tidak mempermasalahkan apakah mereka WNI ilegal atau bukan. 

Sesuai aturan di dalam Undang-Undang, proses lapor diri bagi WNI yang menetap di suatu negara minimal satu tahun. Tetapi, bagi mereka yang travelling, kami sarankan agar melakukan lapor diri melalui aplikasi Safe Travel, karena memang dedicated bagi yang melancong. Jadi, kami bisa tahu bila terjadi sesuatu di mana posisi terakhirnya. Kami belajar dari beberapa peristiwa seperti gempa bumi di Nepal. 

17. Mengapa kesannya proses evakuasi dari Wuhan ke Indonesia, seolah ditutup-tutupi ke publik?

Jadi, Kemlu bersama perwakilan RI dari awal sudah membangun rencana kontigensi. Di rencana kontigensi tersebut sudah ada parameternya, tahapan statusnya. Ada status siaga tiga, dua, dan satu. Penetapan parameter itu setelah statusnya terpenuhi dan keputusan itu ada di tangan kepala perwakilan.

Tentunya yang bisa kami sampaikan ke publik adalah rencana kontigensi tersebut. Kan kami memonitor kondisi di lapangan, apakah parameter itu sudah terpenuhi. 

Dalam kondisi tersebut, perwakilan RI setelah melihat kondisi di lapangan, parameter siaga satu itu, sudah siap untuk dievakuasi, terpenuhi tanggal 29 Januari 2020. Tanggal 30 Januari 2020, ada rapat dengan presiden untuk menginstruksikan agar dievakuasi. Setelah itu kan situasinya sudah jelas dan kemudian disampaikan ke publik.

Jadi, kami bukan menutupi, tetapi kami menyampaikan sesuai situasi yang ada saat itu. 

18. Lalu, bagaimana kondisi WNI di Singapura yang kini sedang dirawat usai positif terjangkit virus corona?

[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota TerisolasiCara pencegahan virus corona dan nomor penting yang bisa dihubungi terkait virus Corona (IDN Times/Arief Rahmat)

WNI itu dalam kondisi stabil. Kami tidak diberi tahu identitas WNI yang bersangkutan karena ada aturan ketat mengenai informasi yang bersifat pribadi.

19. Pemerintah juga sudah memberlakukan travel advisory bagi WNI yang hendak ke Singapura. Apakah ini berarti, mereka harus meninjau kembali rencana untuk bepergian ke sana?

Jadi, yang harus dipahami DORSCON (Disease Outbreak Response System Condition) Singapura yang ditetapkan dari kuning ke orange adalah status darurat kesehatan terkait penyebaran satu penyakit. Sedangkan, di Safe Travel itu adalah status imbauan perjalanan. Jadi, itu dua hal yang berbeda. Tapi, ada korelasinya. Kenapa pemerintah meningkatkan statusnya dari hijau ke kuning karena kami ingin mengimbau ke warga agar meningkatkan kewaspadaan, sebab penyebaran virus corona di Singapura sudah meningkat. 

20. Apakah berdasarkan laporan KBRI di Singapura, ada kepanikan yang melanda WNI usai otoritas setempat memberlakukan darurat kesehatan?

Jadi, kami selalu pantau dan KBRI rutin memberikan informasi serta imbauan kepada WNI yang ada di Singapura. Salah satu cara untuk mencegah kepanikan adalah memberikan informasi yang akurat. Nah, itu sudah disampaikan oleh KBRI, termasuk langkah-langkah pencegahan, di dalam imbauan yang kami sampaikan antara lain menjaga stamina tubuh, kondisi psikis, menjaga kebersihan diri, rutin mencuci tangan, memakai masker dan menghindari keramaian massa. 

21. Bagaimana kondisi 78 WNI yang terjebak di kapal pesiar Diamond Princess yang tengah berlabuh di Jepang?

[WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota Terisolasi(Perwakilan WNI di Kapal Pesiar Diamond Princess tengah menyortir barang kiriman dari KBRI Tokyo) www.twitter.com/@KBRITokyo

Kondisinya sampai saat ini sehat, berdasarkan informasi terakhir yang kami terima dari Tokyo, kondisinya sehat dan menunggu sampai masa karantinanya selesai sampai tanggal 19 Februari 2020. Bila tidak ada perkembangan baru, maka mereka boleh meninggalkan pelabuhan dan berlayar kembali. 

22. Bagaimana meyakinkan dunia internasional bahwa sesungguhnya RI tidak menyembunyikan apapun mengenai kondisi perkembangan virus corona di Tanah Air?

Tentunya Pemerintah Indonesia diwakili oleh Kemenkes selalu hadir dalam persidangan-persidangan WHO di Jenewa, sudah menjadi ketentuan internasional untuk report tentang apa yang terjadi di wilayah masing-masing. Yang kami sampaikan ya itu faktual yang terjadi di lapangan, kami tidak ingin berspekulasi nanti biarkan teman-teman di Kemenkes yang secara elaboratif menjelaskan. 

Tetapi, seperti yang sudah disampaikan oleh Kemenkes, bahwa kita sudah memiliki kemampuan untuk mendeteksi virus corona. 

https://www.youtube.com/embed/GB4nEDEXzFs

Baca Juga: Harga Masker di Pasaran Naik, Menkes: Salahmu Sendiri Masih Dibeli

Topik:

Berita Terkini Lainnya