[WANSUS] Puteri Komarudin: DPR Harus Jadi Area yang Ramah Perempuan

Puteri ceritakan struggle jadi ibu dan anggota DPR perempuan

Jakarta, IDN Times - Sosok Puteri Anetta Komarudin termasuk politikus muda yang berhasil menembus ketatnya persaingan di dunia politik. Usianya baru menginjak 29 tahun namun ia sudah bisa duduk sebagai anggota DPR pada periode 2019-2024 dari fraksi Partai Golkar.

Bila membaca nama belakang Puteri, maka publik sudah bisa menebak bahwa ia memiliki relasi dengan mantan Ketua DPR, Ade Komarudin. Puteri merupakan putri sulung Ade. Ia maju sebagai anggota parlemen juga dari daerah pemilihan yang dulu adalah dapil sang ayah yakni Jawa Barat VII.

Dalam wawancara khusus bersama IDN Times beberapa waktu lalu, Puteri tak menampik bahwa ia memiliki previllege lantaran sang ayah adalah politikus senior di Partai Golkar. Meski begitu, ia mengaku menjadi politikus bukan karena diminta oleh sang ayah. 

"Aku gak pernah diminta sih. Ayahku itu tipe orang yang membebaskan anaknya. Bagi Beliau, yang penting aku bisa menjadi manfaat bagi banyak orang," ujar Puteri ketika ditemui IDN Times di kawasan Tribrata, Jakarta Pusat. 

Lantaran sang ayah dulu memiliki banyak kawan, maka langkah Puteri di dunia politik tergolong mulus. Puteri pun berusaha membuktikan ke konstituennya di tiga kabupaten di Jabar bahwa ia memiliki kemampuan sebagai politisi muda andal. Salah satunya, ia menggunakan kewenangan dengan duduk di komisi XI untuk menyosialisasikan pentingnya literasi keuangan bagi kaum perempuan. 

"Karena yang aku temui di lapangan, mayoritas yang menjadi korban penipuan keuangan itu perempuan," tutur dia. 

Sebagai politikus

perempuan, Puteri juga mengakui struggle ketika harus membagi waktu mengurus anaknya yang masih berusia kurang dari satu tahun. Puteri pertama yang diberi nama Alenka Keumala Komarudin Pradiptha itu seolah menjadi berkah di keluarganya. Bahkan, dokter pun merasa terkejut Ade yang sudah terkena stroke selama empat tahun terakhir, masih bisa bertahan. 

Puteri pun memilih tak lama-lama mengambil cuti paska melahirkan. Ia mengaku hanya libur selama 11 hari. Lalu, ia sesekali membawa Alenka ke gedung parlemen. Meski begitu, Puteri berharap gedung DPR bisa lebih ramah terhadap anak dan perempuan. 

Mengapa Puteri menyatakan demikian? Simak wawancara khusus IDN Times bersama Puteri Komarudin berikut ini. 

Bila menilik ke belakang, mengapa Anda dulu memilih untuk terjun ke dunia politik? Apakah karena ingin mengikuti jejak sang ayah?

Aku gak pernah diminta sih. Ayahku itu tipe orang yang membebaskan anaknya, yang penting bagi Beliau, aku bisa menjadi manfaat untuk banyak orang. 

Sebelum terjun ke dunia politik, aku kan menjadi ekonom. Karena latar belakang pendidikan juga sarjana ekonomi. Lalu, aku memilih berkarier di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Tapi, saat bekerja di OJK, aku baru sadar, banyak sekali aturan yang harusnya ada di DPR dalam segi inklusi keuangan, terutama untuk perempuan, bagaimana akses keuangan untuk perempuan dan anak-anak muda. Itu harusnya diperbaiki di level undang-undang. 

Aku juga merasa masih banyak sekali loophole dalam hal teknologi keuangan. Itu setelah aku bekerja di OJK, aku baru menyadari hal tersebut. Sayangnya loophole itu belum bisa ditindak karena belum ada undang-undangnya. 

Jadi, ketika OJK menindak, hanya bisa dikenakan sanksi administrasi. Sedangkan, untuk tindak pidana, harus menunggu undang-undangnya ada. 

Jadi, baru aku di situ berpikir kalau ingin menyelesaikan semua masalah ini berarti harus masuk ke badan legislasinya dong dan itu ada di DPR. Makanya aku benar-benar secara khusus minta dan alhamdulilah dikabulkan oleh pimpinan partai untuk duduk di komisi XI. 

Karena aku memang sangat peduli dan ingin membuat dampak yang besar di industri ini, terutama untuk perempuan. Karena hasil aku keliling daerah pemilihan selama kampanye yang memang juga kampung halaman yaitu di Purwakarta, Bekasi dan Karawang, korban dari segala jenis bentuk penipuan keuangan kebanyakan perempuan. 

Rentenir ilegal, korbannya kebanyakan perempuan. Arisan online, korbannya perempuan. Pinjol korbannya juga banyak banget perempuan. Hampir separuhnya korbannya perempuan. 

Baca Juga: Puteri Komarudin, Anggota DPR RI Muda Eks Jurnalis di Melbourne

Kalau yang Anda lihat, para korban yang mayoritas perempuan, menggunakan dana itu untuk keperluan apa?

Ini berdasarkan observasi aku di lapangan, mereka biasanya menggunakan dana itu untuk kebutuhan sehari-hari, seperti membayar biaya sekolah, untuk les karena khawatir anaknya tidak bisa masuk ke jenjang perkuliahan. 

Ada juga suaminya yang kena PHK, jadi dia coba bantu. Dia coba jualan tapi ternyata gak sukses, jadi meminjam lebih banyak, akhirnya gak bisa melunasi. 

Kalau di Jawa Barat, karena pernikahan dini masih banyak di sana, jadi akhirnya sang nenek yang harus menjaga cucunya. Sementara, anaknya masih sibuk mencari nafkah. 

Itu juga faktor yang membuat saya sangat berempati. Harusnya kan orang tua yang sudah usia lansia, tidak lagi harus dikejar-kejar utang, tetapi akhirnya malah terjerat utang. 

Apakah Anda menilai, saat ini bisa terpilih menjadi anggota DPR karena ada previllege ayah Anda dulu adalah pimpinan di DPR?

[WANSUS] Puteri Komarudin: DPR Harus Jadi Area yang Ramah PerempuanAyah Puteri Komarudin, Ade Komarudin ketika menghabiskan waktu bersama keluarga dan cucu. (www.instagram.com/@puterikomarudin)

Saya akui memang saya dibesarkan dengan ada nama besar di belakang dan dari lahir itu sudah berat. Kalau aku pada prinsipnya kan tidak bisa memilih mau lahir dari orang tua mana. 

Alenka kan juga tidak bisa memilih akan lahir menjadi anakku dan suami. Tapi, yang bisa kita gunakan yakni menggunakan previllege yang bisa kita gunakan untuk melakukan hal-hal yang berdampak bagi orang banyak secara positif. 

Jadi, kalau orang selalu mengaitkan aku ada di DPR karena faktor ayah, ya aku tidak pernah punya masalah dengan itu. Karena Beliau memang ayahku dan karena Beliau juga aku bisa punya pendidikan di tingkat sekarang, termasuk juga segala akses yang Beliau kasih. 

Semua orang punya porsinya masing-masing. Jadi, mau orang dari latar belakang yang ada previllege-nya kah, atau mereka yang berjuang dari nol sebagai aktivis dan akhirnya bisa menjadi seseorang, menurutku punya struggle masing-masing. 

Tinggal keputusan kita bisa membawa ini ke mana dan untuk siapa. 

Tetapi, apakah ayah Anda pernah melakukan sesuatu untuk membuat jalan Anda di dunia politik lebih mudah?

Jadi pas ayahku sakit, aku belum masuk ke Partai Golkar. Alhamdulilahnya, Beliau orang yang baik dan punya banyak jasa sama orang. Jadi, kasarnya tidak ada orang yang pernah mempersulit aku karena mereka tidak pernah merasa dikerjain dan lain-lain, itu negatifnya di politik lah. 

Selain itu, aku banyak didukung oleh politisi senior yang seangkatan dengan ayah. Mereka bersedia menjadi mentor dan memberikan banyak sekali pesan-pesan. Itu ketika kali pertama aku masuk di Golkar. 

Ayahku itu kan sakit sudah lama, dari 2018. Kalau dihitung sekarang, berarti sudah empat tahun. Ini stroke Beliau yang keempat dan paling parah. 

Menurut dokter, ini sebuah keajaiban ketika Beliau masih bisa bertahan sejauh ini. Bahkan, masih bisa menjadi wali nikah, memandu dan mengasuh cucunya. 

Aku percaya itu semua karena kebaikan yang pernah Beliau berikan sejak Beliau jadi aktivis di kampus hingga Beliau pensiun dari DPR pada tahun 2019. Jadi, itu yang aku pegang teguh sampai saat ini aku menjadi anggota DPR. Mungkin gak akan kita rasakan efeknya hari ini. 

Mungkin nanti Alenka atau anak-anakku yang lain yang akan merasakan dari kebaikan kita hari ini. 

Adakah pesan tertentu yang pernah disampaikan oleh ayah agar karier Anda langgeng di dunia politik?

[WANSUS] Puteri Komarudin: DPR Harus Jadi Area yang Ramah PerempuanAyah Puteri Komarudin, Ade Komarudin ketika menghabiskan waktu bersama keluarga dan cucu. (www.instagram.com/@puterikomarudin)

Kalau pesan ayahku hanya satu, di dunia politik itu harus banyak teman. Sementara, satu musuh itu terlalu banyak. Di sisi lain 100 teman itu terlalu sedikit, karena politik itu kan konsensus. 

Sedangkan, untuk mencapai konsensus, kita harus pandai bernegosiasi. Untuk bisa bernegosiasi, kita harus punya banyak teman dari segala elemen dan industri supaya kita bisa mencapai konsensus itu. 

Jadi, aku melihat sendiri dari kecil, rahasia suksesnya Beliau karena Beliau berteman dengan semua orang, misalnya dari orang yang levelnya pemula di organisasi sampai yang ada di pucuk kepemimpinan. Berarti, selain itu, Beliau juga tidak pernah membeda-bedakan orang. 

Karena bagi Beliau semua orang itu sama. Jadi, itu sih prinsip yang aku pegang sampai sekarang. 

Baca Juga: Puteri Komarudin:  Jangan Terlalu Benci DPR Tanpa Tahu di Dalamnya

Apakah Anda hendak maju lagi di pemilu legislatif 2024?

Insya Allah, saya akan maju lagi dari dapil yang sama, Jawa Barat VII, Kabupaten Karawang, Bekasi dan Purwakarta. Disclaimer dulu, Insya Allah sejak awal di DPR masih duduk di komisi XI. 

Apa tanggapan Anda ketika mengetahui hasil survei CSIS, bahwa DPR menjadi lembaga yang paling tidak dipercaya oleh anak muda?

Kalau aku prinsipnya, kita nih yang berada di bawah usia 40 tahun, cenderung lebih terbuka untuk diskusi. Kami senang mendengar masukan dari teman-teman. 

Kalau di media sosial, sudah sangat mudah untuk kirim direct message ke kami atau mau dapat undangan diskusi, webinar dan lain-lainnya. Itu juga sudah sering kami lakukan. 

Jadi, kalau menurut aku, alih-alih kita membenci lembaga yang memang bertugas untuk membahas penggunaan anggaran di Indonesia, nominalnya mencapai Rp3.000 triliun, maka kita tidak akan pernah tahu, anggaran sedemikian besar itu digunakan untuk apa saja. 

Aku belum pernah sih lihat duit Rp3.000 triliun, sepertinya banyak banget ya. Jadi, ini sekaligus juga ajakan bagi kaum muda untuk pemilu 2024 nanti, meski kalian benci sama lembaga apapun, mau itu kepala daerah, DPR atau DPRD provinsi atau kabupaten-kota, suara kita itu akan menentukan orang seperti apa yang akan ditaruh di gedung itu. 

Jadi, kalau nanti jagoan kita tidak masuk, setidaknya sudah memperjuangkan apa yang menurut kita benar. 

Bagaimana cara Anda dan suami berbagi peran dalam mengasuh anak sambil tetap mempertahankan karier masing-masing?

Aku termasuk baru ya sebenarnya usia pernikahannya. Kalau kasih advice pernikahannya kok belum pada kapasitasnya. Tapi, satu hal yang aku tahu, di dalam pernikahan tuh komunikasi adalah kunci. Apalagi ketika kita hidup di dunia politik yang didominasi sama laki-laki. Jadi, tentu komunikasi dan rasa kepercayaan itu terus dibangun, karena akan susah. 

Apalagi aku dan suamiku kan konsentrasi dengan peran masing-masing. Apalagi industri (bekerja) suamiku jauh bertolak belakang dari industri aku di politik. Jadi, selain komunikasinya jalan, rasa kepercayaan itu dibangun, yang penting menurut aku advice-nya ada komitmen saling mendukung ketika pasangannya punya cita-cita. 

Jadi, tidak takut tersaingi sama pasangannya. Karena yang sering aku dengar justru ketika suami melarang, ada beberapa pasangan yang bilang, para suami ini bersikap demikian karena mereka gak mau istrinya terdengar lebih hebat dibanding suaminya. 

Karena kultur yang berlaku di Indonesia pada umumnya, suami masih jadi bread winner (kepala keluarga) yang notabene tokoh paling wah dari unit paling kecil dari masyarakat bernama keluarga. Sementara, menurut aku dan suami yang namanya kehebatan itu ada di berbagai cara. Gak serta merta yang di dunia politik atau menjadi pejabat publik dianggap lebih hebat dari orang yang berada di industri lain. Karena kita tahu itu bukan kenyataannya. 

Semua orang bisa kok menjadi hebat di bidangnya masing-masing. Menurut aku understanding itu yang harus dibangun.

Siapa yang menjaga Alenka ketika Anda dan suami bekerja?

[WANSUS] Puteri Komarudin: DPR Harus Jadi Area yang Ramah PerempuanAnggota komisi XI dari fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin bersama puterinya ketika diwawancara khusus oleh IDN Times. (IDN Times/Santi Dewi)

Jadi, kami bisa tetap bekerja, salah satunya karena dibantu banyak oleh nanny atau suster. Aku sering baca-baca, ada di beberapa berita juga, CEO perempuan yang hebat di dunia selalu berterima kasih kepada nanny-nya. Karena tanpa nanny atau babby sitter, mereka tidak akan bisa bekerja di luar. Sementara, pengasuhan anak dipercayakan kepada orang lain. 

Untuk bisa mendapatkan orang yang dipercaya mengurus anak itu kan tidak mudah. Jadi, saat kami menemukan nanny, kami sangat berutang dan mengucapkan terima kasih. 

Ketika aku dan suami bekerja, Beliau ini yang menjaga anak. Pengasuhan Alenka juga dibantu ibu karena kami masih tinggal bersama ibu dan kakeknya. 

Jadi, meskipun posisinya, ayahku sekarang sedang stroke, Alenka seperti terapi buat dia. Alenka cucu pertama untuk dia, jadi ada semangat bagi dia untuk mengikuti terapi dan menjalani pengobatan. 

Sudah ada pembagian, misalnya yang mengantar sekolah adalah suamiku, lalu urusan lain ibuku. Jadi, Alenka ini membuat bahagia satu keluarga kami. Kalau ada pepatah yang menyebut 'it takes a village to raise a child' ya memang benar. Karena yang mengurus dia di rumah adalah orang tua aku dan adik-adiku. 

Dan hal itu membuat keluarga kami lebih dekat sih. Jadi, kalau ada yang menyebut anak membawa rezeki dari Allah, itu memang bener banget sih. 

Apakah ada hak cuti selama hamil saat duduk sebagai anggota DPR?

Sebenarnya sih ada tiga bulan sama seperti pegawai pada umumnya. Tapi, ketika aku masuk ke dunia politik, aku menyadari bahwa pekerjaan kita, kan kita mengabdikan diri kepada masyarakat yang ketika kita tidak masuk, orang-orang di pemilihan aku, di tiga kabupaten itu tidak terwakili suaranya di komisi tempat aku duduk. Jadi, aku lebih inget orang-orang di konstituen aku. Itu sebabnya aku memutuskan masuk kerja setelah mengambil cuti hanya selama 10 hari melahirkan. 

Sekali lagi kalau kita masuk ke politik, ini bukan seperti lembaga lain tempat kita bekerja yang memiliki jam bekerja yang jelas. Itu juga pengertian yang coba aku bangun dengan tim aku. Karena ketika bekerja di DPR misalnya, kami berusaha untuk mendobrak stigma negatifnya. 

Kami mengajak anak muda lebih banyak lagi untuk ikut terlibat dan memberikan citra yang baik. Berarti, harus ada usaha yang lebih keras dari apa yang sudah dijalankan selama ini untuk mencapai hal tersebut. Yang itu berarti harus bersedia kerja lembur, di mana tidak ada bayarannya lah ya di dunia seperti ini. 

Tapi, kepuasan yang didapat beda kalau membuat masyarakat bahagia dan terwakili. 

Bagaimana pandangan Anda terhadap RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), di mana salah satu poinnya membolehkan cuti bagi perempuan bekerja selama enam bulan?

RUU KIA kan masih dalam tahap pembahasan awal. Itu kan inisiatif DPR, jadi narasi yang akan dibangun akan berkembang sesuai dengan kondisi. 

Sementara, itu kan RUU yang dibahas di Badan Legislasi, aku bukan anggota Baleg, aku berbicara saat ini bukan mewakili partai ya, tetapi mewakili opini dari seorang anggota DPR perempuan dari komisi XI. Jadi, menurut aku apapun kebijakannya, kita tetap harus memperhatikan kondisi perekonomian Indonesia yang sekarang sedang bergejolak. 

Itu akan menjadi salah satu pertimbangan juga ketika kami membuat kebijakan revolusioner yakni cuti hamil bagi perempuan bekerja selama enam bulan. Dan yang paling penting yaitu melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai kalangan masyarakat, baik itu akademisi, pelaku industri, LSM perempuan dan lain-lain, supaya bisa memperoleh pandangan menyeluruh dan perbandingan antara kebutuhan. 

DPR kan lembaga konsensus ya, jadi harus ada titik temu dari semua kepentingan yang ada. Itu kan butuh ada, jadi kami sangat setuju bila teman-teman mengambil waktu sebanyak-banyaknya supaya undang-undang tersebut bisa efektif dan membantu perempuan. 

Apakah menurut Anda, DPR termasuk lingkungan yang ramah anak? Terutama bagi anggota DPR perempuan yang baru melahirkan?

Kami sangat berharap akan ada perbaikan, misalnya dalam penyediaan ruang laktasi. Karena untuk anggota-anggota DPR muda seperti kami yang baru melahirkan, ada juga senior kami baru melahirkan yaitu Mba Meutya Hafid, kemarin kami kesulitan mencari ruang laktasi. 

Sementara, jarak dari ruang rapat, misalnya rapat paripurna dengan ruangan kami bekerja, itu lumayan jauh. Jadi, ada juga teman-teman yang memilih untuk memompa ASI di dalam mobil supaya gak terlalu jauh jalannya. 

Kalau dibandingkan dengan gedung parlemen di Australia, mereka punya ruang laktasi di setiap sudut. Menurut aku itu standar yang harus oleh gedung parlemen di Indonesia untuk mendukung lingkungan yang ramah bagi perempuan dan anak. 

Karena kan politik bukan hanya milik laki-laki. Kalau kita menginginkan lebih banyak perempuan di dunia politik, maka lingkungan yang dibangun harus lebih ramah lagi. 

https://www.youtube.com/embed/_45rk8Bk_3s

Baca Juga: DPR Setuju 39 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2023, Ini Daftarnya

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya