YLBHI: Teror Air Keras Novel Baswedan Dibuat Agar Dilupakan Publik

Novel akan semakin dirugikan dengan UU baru KPK

Jakarta, IDN Times - Posisi penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan diprediksi akan semakin terpojok ketika UU baru diberlakukan pada (17/10). Dalam analisa Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, ada dua poin di dalam UU baru itu yang bisa mematikan gerak Novel. Pertama, persyaratan agar penyidik KPK adalah individu yang sehat secara jasmani dan rohani. Kedua, penyidik dan penyelidik komisi antirasuah akan diubah statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Ditemui IDN Times di sebuah kafe di area Jakarta Pusat pada Senin (14/10), Isnur menilai dengan mengubah status penyidik komisi antirasuah menjadi ASN maka diharapkan mereka tak lagi vokal. Harapan serupa juga berlaku untuk Novel Baswedan. 

"Novel itu kan dianggap sebagai aktor yang tidak punya rasa takut, berhasil mengungkap kasus korupsi besar. Di mata para koruptor, itu mengangganggu. Maka penting bagi para koruptor untuk menghentikan orang-orang seperti Novel," tutur Isnur yang ikut mengadvokasi kasus teror air keras yang dialami Novel. 

Berbagai cara dicoba agar Novel mundur dari penyidikan kasus-kasus korupsi yang besar mulai dari diteror, dipukuli secara fisik hingga diancam. Ternyata upaya itu nihil.

"Nah, cara yang dinilai efektif bagaimana yakni mengubah UU (KPK nomor 30 tahun 2002) dan mengubah status kepegawaian di KPK menjadi ASN. Ujung-ujungnya bisa menghambat kerja-kerja penyidikan," kata dia lagi. 

Lalu, akankah publik melupakan kasus teror yang dialami Novel pada 2017 lalu? Apalagi hingga kini pihak kepolisian belum berhasil mengungkap pelaku lapangan dan aktor di balik teror yang hampir merenggut indera penglihatan Novel. 

1. YLBHI menduga kasus teror terhadap Novel Baswedan sengaja diarahkan agar dilupakan oleh publik

YLBHI: Teror Air Keras Novel Baswedan Dibuat Agar Dilupakan Publik(Kapolda Metro Jaya ketika itu Idham Azis menunjukkan sketsa pria terkait kasus Novel) ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Pengungkapan kasus teror Novel memang berjalan bak siput. Polri yang begitu cekatan dan sigap dalam mengungkap kasus terorisme, tiba-tiba kesulitan saat mencari pelaku lapangan yang menyiramkan air keras ke wajah Novel pada 11 April 2017 lalu. 

Polri sempat merilis dua versi yang berbeda dari sketsa pria yang diduga ada kaitannya dengan pelaku lapangan. Namun, hal itu tak membantu menemukan pelaku penyiraman air keras.

Sejak awal Novel sudah menduga kasusnya tidak akan mau diungkap oleh pihak kepolisian. Mantan penyidik di kepolisian yang akhirnya memilih bekerja di KPK itu mengatakan salah satu penyebabnya karena dalam aksi teror yang ia alami tersebut, diduga ada keterlibatan seorang jenderal polisi.

Pihak kepolisian sempat menantang Novel untuk mengungkap identitas jenderal polisi yang diduga ikut terlibat dalam aksi teror air keras yang nyaris merenggut kedua indera penglihatannya. Namun, Novel menyadari mengungkap informasi itu ke publik justru bisa semakin membahayakan dirinya sendiri. 

Rasa pesimistis yang besar terhadap kinerja kepolisian kemudian mendorong Novel dan masyarakat sipil untuk berani meminta kepada Presiden Jokowi agar dibentuk TGPF independen. Namun, alih-alih dibentuk, Presiden Jokowi malah menugaskan Kapolri untuk membentuk tim khusus yang bertanggung jawab langsung ke Trunojoyo satu itu. Hasilnya sudah diprediksi tak terungkap informasi apa pun. Malah, ada barang bukti penting yang diduga hilang yakni sidik jari pelaku yang menempel di gelas berisi cairan air keras. 

Komnas HAM juga sempat mengungkap adanya maladministrasi yang diduga dilakukan oleh satgas khusus kepolisian dalam menangani kasus teror terhadap Novel. Namun, hasil rekomendasinya malah meminta agar kepolisian membentuk tim khusus gabungan untuk memeriksa kembali hasil pekerjaan Polri. Seperti lingkaran setan, prosesnya seperti diulang tanpa ada titik temu siapa pelaku lapangan dan aktor intelektual teror air keras terhadap Novel. 

Setelah TGPF bentukan Polri tak menyebut pelaku lapangan, kemudian pihak kepolisian menindak lanjuti temuan itu dengan membentuk tim teknis. Jokowi memberi waktu kepada tim teknis kepolisian itu untuk bekerja selama tiga bulan, hingga 31 Oktober mendatang. 

Namun, mendekati tenggat waktu, Polri tak pernah menyampaikan perkembangan apa pun ke publik. 

Baca Juga: Aturan di UU Baru KPK Diduga Ingin Jegal Novel Baswedan 

2. Proses penyidikan yang berjalan di KPK akan lemah karena status pegawai akan diubah menjadi ASN

YLBHI: Teror Air Keras Novel Baswedan Dibuat Agar Dilupakan PublikDok.Biro Humas KPK

Isnur juga memprediksi ketika UU baru berlaku, maka upaya pengusutan kasus di komisi antirasuah akan terhambat. Hal itu sebagai dampak status pegawainya diubah menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara). Dengan begitu, pegawai KPK tidak lagi lantang bersuara dan menentang kebijakan pemimpin yang zalim lantaran khawatir akan dimutasi atau dipecat. 

"Mereka ini (para pegawai KPK) diciptakan sejak awal sebagai orang-orang yang berani dan bebas," kata Isnur kepada IDN Times

Dampak nyata dari diberlakukannya UU baru yakni para pegawai KPK ke depan tidak akan ada lagi yang memprotes pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo yang hingga kini lambat mengungkap teror yang dialami Novel. 

"Maka, kasusnya akan semakin hilang. Lama kelamaan publik seolah diajarkan agar mengikhlaskan agar kasus teror Novel dilupakan saja," tutur dia. 

Selain itu, Isnur menjelaskan, kini sudah mulai muncul narasi di media sosial yang menyebut teror air keras yang dialami Novel merupakan rekayasa. Salah satu yang menyebut demikian, kata Isnur, adalah pegiat media sosial Denny Siregar. 

"Hoak-hoaks itu sengaja disebar karena merupakan bagian dari agenda yang terstruktur agar aksi penyerangannya dilupakan," ujarnya. 

3. Masyarakat sipil akan tetap mengingatkan negara bahwa mereka masih berutang untuk mengungkap teror terhadap Novel Baswedan

YLBHI: Teror Air Keras Novel Baswedan Dibuat Agar Dilupakan Publik(Manajer Advokasi Amnesty International Asia Pasifik Francisco Bencosme didampingi Novel Baswedan) ANTARA/Yulius Satria Wijaya

Kendati teror terhadap Novel seolah sengaja dibuat agar dilupakan, namun koalisi masyarakat sipil menolak narasi itu. Mereka akan tetap menagih janji negara yang semula ingin mengungkap tuntas teror yang dialami mantan personel kepolisian itu. 

"Kami akan tetap menagih dengan bertanya 'mana janji Anda untuk mengungkap kasus Novel?," kata Isnur. 

Selain itu, ia memprediksi dengan diberlakukannya UU baru, maka intervensi pemerintah terhadap penanganan kasus di komisi antirasuah semakin tinggi. Sebab, salah satunya pegawai KPK kini berada di bawah kewenangan Menteri PAN RB dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN). 

"Apabila mereka (pegawai KPK) menolak untuk dikontrol maka berpotensi untuk dipecat sebagai ASN dan kehilangan pekerjaan di KPK," ujarnya lagi. 

https://www.youtube.com/embed/hf-qy7y4XVg

Baca Juga: Novel Baswedan: Tidak Pernah Ada Penyelidikan KPK Terhadap Anies

Topik:

Berita Terkini Lainnya