Kenapa Harus Ada Penjabat Kepala Daerah, Apa Bedanya dengan Pejabat?

Tidak boleh ada kekosongan jabatan kepala daerah

Jakarta, IDN Times - Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soni Sumarsono, mengatakan dalam perspektif ilmu pemerintahan sedetik pun tidak boleh ada jabatan kepala daerah yang kosong.

Hal itu diungkapkan Soni dalam webinar bertajuk "Pro Kontra Penjabat Kepala Daerah dalam Perspektif Ilmu Pemerintahan" yang digelar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI). 

"Kekosongan itu harus diisi untuk memastikan seluruh fungsi penyelenggaraan pemerintahan berjalan," kata Soni, Sabtu (4/6/2022).

Baca Juga: Mendagri Didesak Batalkan TNI-Polri Aktif Jadi Penjabat Kepala Daerah

1. Hal mendesak yang bersifat strategis harus dikendalikan pemerintah pusat

Kenapa Harus Ada Penjabat Kepala Daerah, Apa Bedanya dengan Pejabat?Webinar bertajuk 'Pro Kontra Penjabat Kepala Daerah dalam Perspektif Ilmu Pemerintahan' yang digelar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu (4/6/2022). (YouTube/Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia).

Soni menjelaskan dalam hal kebutuhan yang mendesak, kebijakan harus diambil, untuk mencapai tujuan strategis berdasarkan koridor peraturan yang ada.

“Kewenangan yang melekat pada KDH (kepala daerah), akan melekat dalam diri Pj (penjabat). KDH sepenuhnya. Terkecuali hal-hal tertentu yang karena sifatnya strategis, harus dikendalikan pusat melalui persetujuan Mendagri (Menteri Dalam Negeri),” ungkapna.

2. Penjabat kepala daerah merupakan operasionalisasi konsep delegasi kekuasaan presiden

Kenapa Harus Ada Penjabat Kepala Daerah, Apa Bedanya dengan Pejabat?Dua pasang kepala daerah dilantik Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi, Kamis (22/7/2021). Kepala daerah yang dilantik adalah Bupati Madina dan Labusel. (Diskominfo Sumut)

Selain itu, Soni menyebutkan, penunjukan penjabat kepala daerah merupakan operasionalisasi konsep delegasi (political appointed) kekuasaan presiden, bukan konsep pemilihan (political elected) sebagaimana kepala daerah melalui pilkada. 

"Sejauh persyaratan administrasi sebagai penjabat terpenuhi, dinilai memiliki kompetensi dan disetujui presiden, maka secara normatif sah," jelasnya.

3. Pola kekuasaan penunjukan penjabat kepala daerah bersifat sentralistik

Kenapa Harus Ada Penjabat Kepala Daerah, Apa Bedanya dengan Pejabat?Ilustrasi pemilihan kepala daerah (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam webinar tersebut Soni juga mengungkapkan, konstruksi pola kekuasaan penunjukan penjabat kepala daerah sesuai regulasi bersifat sentralistik.

"Konsekuensi logisnya, pertanggung jawabannya vertikal penjabat kepala daerah kepada presiden/mendagri, bukan kepada rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat," tegas Soni.

Baca Juga: Mendagri Lantik 5 Penjabat Kepala Daerah dan 1 Wakil Bupati di Papua

4. Perbedaan antara kepala daerah yang ditunjuk dan dipilih melalui pemilu

Kenapa Harus Ada Penjabat Kepala Daerah, Apa Bedanya dengan Pejabat?Ilustrasi pelantikan kepala daerah di Provinsi Sumut

Melengkapi penjelasan Soni Sumarsono, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan Pendiri Institut Otonomi Daerah (i-Otda) Djohermansyah Djohan menjelaskan perbedaan teoritik antara kepala daerah yang ditunjuk (appointed), dan mereka yang dipilih melalui pemilihan umum (elected executive). 

"Penjabat yang ditunjuk di antaranya dicirikan dengan legitimasi rendah, relasi dengan rakyat lemah karena bukan pilihan rakyat, menjalankan kewenangan relatif terbatas, karier berbasis pada meritokrasi/prestasi, memiliki pengetahuan daerah, dan masa jabatan yang terbatas, hingga rawan intervensi kekuasaan," kata Djohan.

"Sementara itu, mereka yang dipilih langsung lewat jalur pemilihan umum (elected) dicirikan dengan legitimasi tinggi, relasi dengan rakyat kuat, menjalankan kewenangan penuh, berkarier berbasis popularitas dan akseptabilitas, masa jabatan lama, dan 'orang' daerah menguasai penuh lokalitas," sambungnya. 

Sebagai informasi, webinar MIPI ini menghadirkan tiga narasumber yakni Mantan Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Soni Sumarsono, Guru Besar IPDN/Pendiri Institut Otonomi Daerah (i-Otda) Djohermansyah Djohan, dan Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya