Hutan Adat Dicaplok, Dayak Long Wai Minta Perlindungan Negara

Hutan adat sudah menjadi perkebunan kelapa sawit

Balikpapan, IDN Times - Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai meminta negara memperhatikan keberlangsungan nasib warga adat di Desa Long Bentuq Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur (Kaltim). Nasib ratusan warga adat Dayak Modang Long Wei terancam keberadaan perkebunan kelapa sawit setempat. 

Hutan adat menjadi mata pencarian warga saat ini sudah menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 4 ribu hektare. Perusahaan mencaplok tanah adat warga mempergunakan izin konsesi diterbitkan Kabupaten Kutim. 

“Perusahaan menduduki hutan adat Dusun Modang sejak 2006 hingga sekarang,” kata Tokoh Dusun Modang Daud Luwing dalam jumpa pers, Jumat (19/02/2021).

1. Warga adat sudah menetap ratusan tahun di Long Bentuq

Hutan Adat Dicaplok, Dayak Long Wai Minta Perlindungan NegaraMasyarakat Dayak Modang Long Wai di Kutai Timur (Dok. Jatam/Rupang)

Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai turun-temurun tinggal dan menetap di Desa Long Bentuq Kecamatan Busang, Kabupaten Kutim. Populasi masyarakatnya hanya 250 jiwa dengan mata pencaharian berburu dan berladang.

Mereka merupakan kelompok adat yang hidup sederhana mengandalkan keahlian berburu dan berladang. Lokasi dusun kelompok adat ini berjarak tujuh jam perjalanan transportasi darat dari Samboja ibu kota Kabupaten Kutim.

Awal masalah bermula saat Kabupaten Kutim menerbitkan izin konsesi perkebunan kelapa sawit seluas 14.350 hektare di Desa Long Bentuq. Area perkebunan milik PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) ini ternyata mengiris 4 ribu hektare masuk di wilayah hutan adat warga. 

Area ini yang selanjutnya dipersoalkan warga.

“Merusak hutan adat di wilayah kami, tempat biasanya warga berburu dan berladang. Semuanya menjadi perkebunan kelapa sawit,” keluh Daud.

Apalagi, limbah produksi crude palm oil (CPO) perusahaan ternyata juga mencemari aliran Sungai Jor dan Sek. Padahal air sungai kecil ini yang menjadi penghidupan konsumsi minum dan lainnya.

Baca Juga: Sehari Melandai, Positif COVID-19 Kaltim Kembali Melonjak Tajam

2. Perjuangan warga adat melawan perkebunan kelapa sawit

Hutan Adat Dicaplok, Dayak Long Wai Minta Perlindungan NegaraPemkab Kutai Timur melakukan mediasi antara warga adat dengan perusahaan (Dok. Jatam/Rupang)

Sehubungan konflik dengan perusahaan, masyarakat Dayak Modang sempat mendaftarkan hak ulayat tanah adat mereka ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Secara turun-temurun,  suku adat ini mengklaim mendiami hutan adat totalnya seluas 600 ribu hektare.

“Kami sempat mengirim surat KLHK mendaftarkan hutan adat Dayak Modang agar memperoleh pengakuan. KLHK setuju, tapi kenapa lokasinya berada di luar wilayah kami, sehingga percuma saja,” sesal Daud.

Sehingga saat perjuangannya tidak memperoleh dukungan, masyarakat Dayak Modang lantas berinisiatif memblokir akses kendaraan pengangkut CPO khusus milik SAWA. Warga berpatokan Surat Keputusan Pemprov Kaltim dimana mengatur larangan tentang aktivitas kendaraan perkebunan sawit dan batu bara melintasi jalanan umum.

“Kami melakukan blokir jalan sejak tanggal 30 Januari hingga 10 Februari 2021,” papar Daud.

Warga akhirnya harus berurusan dengan aparat hukum.

“Beberapa warga memperoleh panggilan sebagai saksi dari polisi. Status hukumnya belum diketahui hingga kini,” imbuhnya.

3. Tuntutan warga adat pada perusahaan sawit

Hutan Adat Dicaplok, Dayak Long Wai Minta Perlindungan NegaraWarga Dayak Modang Long Wai di Kutai Timur. (Dok. Jatam/Rupang)

Meskipun begitu, masyarakat Dayak Modang tetap kukuh dengan tuntutannya. Mereka meminta negara menyelesaikan konflik tenurial di Desa Long Bentuq dan perlindungan hukum hak masyarakat adat.

Selain itu, pemerintah juga harus mengaudit Izin perkebunan kelapa sawit SAWA. Kaitan pelanggaran pengelolaan lingkungan di Desa Long Bentuq.

Keinginannya, agar SAWA keluar dari wilayah adat Dayak Modang Long Wai.

"Kami juga berniat melakukan sidang adat atas kesalahan perusahaan kelapa sawit," tegasnya. 

4. Walhi Kaltim meminta negara melindungi hak warga adat di Long Bentuq

Hutan Adat Dicaplok, Dayak Long Wai Minta Perlindungan NegaraMasyarakat Dayak hidup di pedalaman Kalimantan. (Kaharingan/Putes Lekas)

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menilai kelompok masyarakat adat kerap menjadi korban konflik agraria tanah air. Kepentingan masyarakat adat kalah lawan investasi industri pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. 

“Permasalahan antara perusahaan dengan warga adat kerap terjadi,” kata Direktur Walhi Kaltim Yohana Tiko.

Tiko mencontohkan kasus Dayak Modang yang terkesan dikorbankan dalam investasi SAWA. Menurutnya, pemerintah daerah semestinya melindungi kepentingan warga di wilayahnya. 

Sejak awal, menurutnya, Pemkab Kutim sudah tahu keberadaan warga adat mendiami Long Bentuq.  

“Mereka ini sudah ada sejak zaman dahulu, tidak mendadak ada. Semestinya, saat diketahui ada permasalahan di lapangan, izin konsesi perkebunan langsung dihentikan,” tegasnya.

Sehubungan itu, Tiko meminta agar negara memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas warga adat Dayak Modang. Salah satunya dengan memberikan status hukum terhadap hak ulayat tanah adat.Termasuk menghentikan kriminalisasi terhadap para tokoh Dayak Modang. 

“Kepastian hukum tanah adat harus diperhatikan,” paparnya.

Baca Juga: Kaum Kaharingan di Kalimantan Mempertanyakan Hak sebagai Warga Negara 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya