Muhammadiyah Bantah Tudingan Diam soal Uighur karena Disuap Tiongkok

Tiga ormas Islam berkunjung ke Xinjiang Februari 2019 lalu

Jakarta, IDN Times - Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) membantah tudingan bersikap diam terkait masalah yang dialami umat Islam Uighur di Xinjiang, Tiongkok, karena menerima donasi atau suap dari Pemerintah Tiongkok.

"Tidak ada, Muhammadiyah tidak terima apa pun yang jadi kompensasi, kecuali hanya undangan ke sana (Xinjiang)," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo saat dihubungi IDN Times, Jumat (13/12), di Jakarta.

Hal yang sama ditegaskan Ketua MUI Bidang Kerja Sama Luar Negeri, KH Muhiddin Junaedi. 

"Tidak ada, kita tidak dikasih apa-apa, ya hanya makan saat berada di sana (Xinjiang)," ujar Muhiddin yang menjadi ketua rombongan ormas Islam yang berkunjung ke Xinjiang pada Februari 2019.

Baca Juga: Muslim Uighur di Xinjiang Sulit Salat 5 Waktu

1. Tiga ormas Islam diberi akses berkunjung ke Xinjiang Februari 2019

Muhammadiyah Bantah Tudingan Diam soal Uighur karena Disuap TiongkokSituasi sebuah sekolah di Provinsi Xinjiang, Tiongkok. IDN Times/Uni Lubis

Muhiddin dan Trisno merupakan anggota rombongan ormas Islam Indonesia yang mendapat kesempatan berkunjung ke Xinjiang, Tiongkok pada Februari 2019. Xinjiang adalah sebuah provinsi yang banyak dihuni oleh etnis Uighur yang beragama Islam, khususnya di Kota Urumqi yang merupakan ibu kota Xinjiang. 

Kunjungan ini merupakan undangan dari Pemerintah Tiongkok, setelah ormas-ormas Islam di Indonesia mendesak Tiongkok memberi akses untuk melihat keadaan muslim Uighur di wilayah tersebut.

Trisno merupakan perwakilan dari Muhammadiyah, sementara Muhiddin perwakilan dari MUI sekaligus ketua rombongan. Total jumlah rombongan 15 orang, terdiri dari Muhammadiyah 5 orang, Nahdlatul Ulama (NU) 5 orang, dan MUI 5 orang.

Rombongan ini juga membawa serta 3 wartawan Indonesia, dengan harapan para wartawan tersebut dapat menggali informasi dari perspektif jurnalisme terkait kondisi muslim di Xinjiang.

2. Selama kunjungan, rombongan diawasi sangat ketat oleh petugas Tiongkok sehingga tidak bisa berinteraksi dengan warga setempat

Muhammadiyah Bantah Tudingan Diam soal Uighur karena Disuap TiongkokIDN Times/Uni Lubis

Selama kunjungan tersebut, kata Trisno, rombongan diawasi sangat ketat oleh petugas dari Pemerintah Tiongkok. Bahkan setiap bertanya dan berbicara, para petugas yang mengawal rombongan harus tahu apa yang tengah dibahas rombongan.

"Saat rombongan ingin berpisah ke tempat-tempat berbeda untuk melihat situasi saja tidak boleh, semua harus sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan, sehingga kami tidak bisa berinteraksi atau menggali informasi dari masyarakat setempat," papar Trisno.

Akibatnya, rombongan hanya bisa melihat dan mengunjungi tempat-tempat yang sudah ditetapkan Pemerintah Tiongkok, yang menurut Muhiddin, tempat-tempat tersebut seperti sudah di-setting sebelumnya, sehingga rombongan hanya bisa melihat yang baik-baik tanpa bisa berinteraksi dengan warga.

3. Berkunjung ke masjid kosong dan tidak boleh berkomunikasi dengan warga setempat

Muhammadiyah Bantah Tudingan Diam soal Uighur karena Disuap TiongkokIDN Times/Uni Lubis

Masih kata Trisno, rombongan memang diajak berkunjung ke masjid, tapi masjid kosong. Pada saat berkunjung ke masjid pas saat ibadah salat Jumat, selesai salat Jumat rombongan langsung diarahkan untuk meninggalkan masjid. 

"Jadi benar-benar tidak ada interaksi dengan masyarakat setempat," beber Trisno.

Hal senada diungkapkan Muhiddin. "Saya gak bebas pergi ke kiri kanan, super ketat, tidak bebas kita bicara dan bertemu masyarakat setempat."

"Kami berkunjung ke beberapa wilayah, ke Urumqi, umumnya kami diajak berkeliling tapi tidak boleh berkomunikasi dengan masyarakat setempat," lanjut Muhiddin.

4. Ormas Islam: Tidak ada kebebasan beragama bagi umat muslim Uighur di Xinjiang

Muhammadiyah Bantah Tudingan Diam soal Uighur karena Disuap TiongkokIDN Times/Uni Lubis

Dari kunjungan dengan penjagaan super ketat itu, rombongan hanya bisa melihat bahwa memang ada persoalan terkait ibadah dan agama, dalam hal ini kebebasan beragama.

"Kebebasan beragama tidak terlihat," ujar Trisno. Ini terlihat tidak hanya di masjid, tapi juga di sekolah vokasi yang dibangun Pemerintah Tiongkok untuk muslim Uighur. Di sekolah tersebut, masyarakat muslim tidak boleh salat dan menjalankan ajaran agama lainnya.  

"Kami mengunjungi sekolah vokasi di Khotan, itu persis seperti sekolah vokasi di mana saja, memang bentuknya seperti sekolah. Tapi mereka selama sekolah tidak bisa ibadah," ujar Trisno.

Dari kunjungan ini, Trisno mencatat ada ketidakbebasan bagi masyarakat muslim di Xinjiang dalam menjalankan ajaran agama, baik melaksanakan salat atau pun ibadah-ibadah lainnya. Bahkan persoalan agama juga dikaitkan dengan aksi terorisme.

"Ada sekelompok orang yang menyerang tempat perjudian, dianggap sebagai aksi terorisme, padahal itu kalau dilihat tindakan pidana," papat Trisno.

Tidak hanya itu, seorang ayah yang mengajarkan soal aturan halal haram kepada anak-anaknya juga dianggap sebagai pikiran radikal. Warga yang dianggap berpikiran radikal, akhirnya dimasukkan ke sekolah vokasi.

Hal ini juga disampaikan Muhiddin bahwa konstitusi Tiongkok yang melarang orang melakukan ibadah di tempat terbuka, telah membuat umat muslim Uighur tidak bisa melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama lainnya.

"Peserta di pusat reeducation centre (sekolah vokasi) tidak boleh melakukan ibadah ritual, tidak ada masjid dll, tidak boleh salat, puasa, karena dianggap di ruang terbuka. Ini kan melanggar HAM," ujar Muhiddin.

Menurut Trisno, dia telah membuat laporan terkait hasil kunjungannya itu, yang telah diserahkan ke Ketua Umum PP Muhammadiyah. 

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: Berkunjung ke Sekolah Vokasi di Xinjiang, Pelatihan Redam Ekstremisme

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya