Bencana Hidrometeorologi Basah Mendominasi Indonesia Hampir 90 Persen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, bencana hidrometeorologi mendominasi hampir 95 persen kejadian bencana di Indonesia dalam lima tahun terakhir.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, kejadian bencana tersebut di antaranya banjir tanah, longsor, cuaca ekstrem, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Paling dominan lagi itu adalah hidrometeorologi basah, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor hampir 90 persen, baru hidrometeorologi kering seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla)," kata Abdul dalam Disaster Briefing daring di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Baca Juga: BNPB Tetapkan 10 Provinsi Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi
1. Sepekan terakhir terjadi 19 bencana yang melanda Indonesia
Dalam satu minggu terakhir dari 1 - 7 Agustus 2022 tercatat telah terjadi 19 kejadian bencana yang melanda wilayah Indonesia, di mana seluruh kejadian bencana dikategorikan sebagai bencana hidrometeorologi.
Banjir menjadi bencana terbanyak pada periode ini dengan 10 kejadian, selanjutnya cuaca ekstrem dengan 4 kejadian, kebakaran hutan dan lahan sebanyak 3 kejadian, dan gelombang pasang atau abrasi serta tanah longsor dengan masing-masing 1 kejadian.
Banjir yang menjadi bencana paling sering terjadi menyebabkan 1 jiwa luka-luka dan 20.426 jiwa mengungsi dan terdampak. Kerusakan yang dialami di antaranya 1 unit rumah rusak sedang dan 4.467 unit rumah terendam.
2. Fenomena La Nina menjadi faktor tingginya bencana hidrometeorologi pada 2020-2021
Abdul mengatakan, dalam lima tahun terakhir, kejadian bencana terhitung paling banyak di 2020 dan 2021, karena adanya fenomena La Nina yang menyebabkan meningkatnya frekuensi hujan, baik itu curah hujannya maupun seberapa sering hujan terjadi di wilayah Indonesia.
Editor’s picks
Hal tersebut menyebabkan banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem naik sangat signifikan. Selain itu, masalah pengungsian korban bencana juga menjadi hal yang diperhatikan, karena masih dalam situasi pandemik COVID-19.
Namun, pada 2022, seiring berkurangnya pengaruh La Nina, pada Februari dan Maret ada penurunan intensitas dan curah hujan.
3. Bencana di semester I-2022 menurun dibanding tahun sebelumnya
Meski pada tahun ini bencana hidrometeorologi seperti banjir hingga kebakaran hutan dan lahan mendominasi, BNPB mencatat, kejadian bencana di semester pertama tahun 2022 menurun dibanding semester pertama tahun sebelumnya.
Menurunnnya angka kejadian bencana tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya, juga mempengaruhi berkurangnya angka meninggal dunia sebanyak 79,3 persen, korban luka hampir 95 persen, dan rumah rusak menurun 81 persen. BNPB menilai hal ini sebagai capaian.
4. Pemerintah daerah harus meninjau kembali penyebab terjadinya bencana
BNPB menyoroti sejumlah wilayah yang sering dilaporkan adanya bencana seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Sumedang, wilayah yang sering terkena banjir dan longsor.
Menurut Abdul, bencana tersebut disebabkan dari faktor urbanisasi, kepadatan penduduk, daya dukung lingkungan yang kurang, serta kebiasaan membuang limbah yang membuat saluran air tidak terpelihara dengan baik.
Abdul meminta pemerintah daerah untuk meninjau kembali faktor-faktor penyebab bencana di daerah itu.
"Ada yang salah dengan lingkungannya? Apakah ada yang salah dengan pemanfaatan daerah aliran sungainya atau apa? Ini yang harus kita benahi bersama untuk jangka panjang dan bagaimana selanjutnya," ujar Abdul.