Indonesia Siap Bangun Resiliensi hingga Tingkat Keluarga

Penguatan budaya menjadi langkah awal

Jakarta, IDN Times - Indonesia berkomitmen penuh untuk membangun resiliensi berkelanjutan. Beberapa agenda telah ditetapkan untuk mewujudkan komitmen tersebut. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit atau tangguh.

Dalam konferensi pers forum Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (GPDRR) VII di Bali, Kamis, 26 Mei 2022, Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati menyampaikan penguatan budaya dan kelembagaan pada kesiapsiagaan bencana, adalah langkah awal untuk resiliensi berkelanjutan.

Penguatan dan kelembangaan ini, menurutnya, harus bersifat antisipatif, responsif dan adaptif dalam menghadapi bahaya atau pun bencana.

Baca Juga: Menlu Retno: GPDRR Perkuat Kemitraan Menuju Resiliensi Berkelanjutan

1. Gotong royong menjadi salah satu keterlibatan masyarakat dalam membangun resiliensi

Indonesia Siap Bangun Resiliensi hingga Tingkat KeluargaDeputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati di Media Center GPDRR, Kamis (26/5). (Dok. BNPB)

Dalam konteks penguatan budaya, Raditya mengatakan, Indonesia mengadopsi pendekatan pentaheliks yang berbasiskan pada masyarakat, seperti gotong royong.

Ia juga mencontohkan kelembagaan pada keterlibatan daerah dalam menjadikan wilayahnya sebagai Making City Resilience.

“Kami mendorong keterlibatan daerah dalam kampanye Making City Resilience,” ujar Raditya yang juga Ketua Sekretariat Panitia Nasional Penyelenggara GPDRR, di Media Center GPDRR.

2. Akan terus dilaksanakan hingga tingkat unit terkecil

Indonesia Siap Bangun Resiliensi hingga Tingkat KeluargaDeputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati di Media Center GPDRR, Kamis (26/5). (Dok. BNPB)

Raditya menjelaskan, Indonesia akan terus memperjuangkan pengarusutamaan resiliensi berkelanjutan di tingkat lokal hingga tingkat unit terkecil, seperti Keluarga Tangguh Bencana.

“Kearifan lokal menjadi bagian penting dari implementasi agenda resiliensi berkelanjutan,” ujarnya.

“Resiliensi berkelanjutan dipimpin secara lokal, dibangun di atas konteks lokal, dan didukung kuat oleh negara,” sambung Raditya.

Raditya juga menyampaikan penguatan budaya dan kelembagaan perlu mendapatkan dukungan. Dukungan ini dapat dilakukan melalui investasi dalam sains, teknologi dan inovasi.

Di sisi lain, ia menegaskan, modal sosial atau pun kekayaan budaya, seperti kulkul, dapat menjadi bagian dari sistem peringatan dini yang menggabungkan inovasi.

3. Resiliansi berkelanjutan dapat dicapai bila semua pihak terlibat

Indonesia Siap Bangun Resiliensi hingga Tingkat KeluargaDeputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati di Media Center GPDRR, Kamis (26/5). (Dok. BNPB)

Selain itu, Raditya mengatakan, infrastruktur yang tangguh bencana juga sangat penting dalam resiliensi berkelanjutan. Ini bertujuan untuk melindungi masyarakat, khususnya kelompok rentan, di wilayah berisiko tinggi.

Resiliensi berkelanjutan ini perlu dilakukan secara terus menerus, bahkan saat tidak terjadinya bencana. Di samping itu, resiliensi berkelanjutan hanya dapat dicapai ketika kolaborasi terjadi antara pemerintah, komunitas, sektor swasta, akademisi, dan media atau pentaheliks.

Langkah konkret komitmen Indonesia ini di antaranya dipayungi dengan Rencana Induk Penanggulangan Bencana atau RIPB 2020-2044 dan Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim 2020-2045.

Baca Juga: Menlu RI Gelar Sejumlah Pertemuan Bilateral Usai Pembukaan GPDRR Ke-7

4. Indonesia menjadi tuan rumah GPDRR ke-7 di Bali

Indonesia Siap Bangun Resiliensi hingga Tingkat KeluargaPembukaan Forum GPDRR oleh Presiden Joko Widodo. (Dok.IDN Times/istimewa)

Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan GPDRR ke-7 yang berlangsung pada 23- 28 Mei 2022 di Nusa Dua, Bali. Tema yang diusung adalah Dari Risiko ke Resiliensi: Menuju Pembangunan Berkelanjutan untuk Semua di Dunia yang Berubah oleh COVID-19.

Tema ini dimaknai pemerintah Indonesia untuk “Memperkuat Kemitraan Menuju Ketangguhan Berkelanjutan.”

Ajang GPDRR 2022 bertujuan untuk meningkatkan upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) melalui komunikasi dan koordinasi antara para pemangku kepentingan seperti pemerintah, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi dan institusi internasional, lembaga swadaya masyarakat, ilmuwan atau akademisi dan pelaku sektor swasta untuk melaksanakan kerangka global PRB atau Sendai Framework for DRR 2015-2030.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya