5 Catatan Pembahasan RUU Terorisme, Masih Buntu pada Tahapan Definisi Terorisme

Definisi mengenai terorisme masih menjadi perdebatan yang cukup alot

Jakarta, IDN Times - Tim Pansus RUU Terorisme DPR RI menggelar rapat bersama tim perumus RUU tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Rabu (23/5), di Gedung DPR RI. Tim perumus tersebut terdiri dari pemerintah dan pansus RUU Terorisme DPR RI.

Dalam rapat yang digelar sejak pukul 10.00 wib itu, masalah definisi mengenai terorisme masih menjadi perdebatan yang cukup alot di antara pemerintah dan juga DPR RI. Frasa mengenai motif ideologi, politik, dan ancaman terhadap negara masih menjadi satu pokok pembahasan yang cukup hangat.

1. 16 tahun menggunakan definisi UU lama, tidak ada keluhan

5 Catatan Pembahasan RUU Terorisme, Masih Buntu pada Tahapan Definisi TerorismeIDN Times/Sukma Shakti

Anggota Pansus RUU Terorisme dari Fraksi Gerindra Wenny Warouw menyampaikan pendapatnya di dalam rapat tim perumus tersebut. Awalnya, ia mengaku jika dirinya adalah salah satu yang mendorong agar RUU Terorisme segera diselesaikan. Ia juga mengkritisi kerja di tim perumus RUU Terorisme yang cukup lambat dalam pengesahan tersebut.

"Kita berasal dari Perppu bom Bali. Kemudian 2003 jadilah UU. Bom jalan terus sampai sekarang. Saya hanya minta kepada teman-teman DPR, kita tidak perlu stop demand Perppu, kita tidak diatur dengan Perppu dalam pembuatan UU ini. Cuma kita harus sadar sendiri kenapa kita lambat," terang Wenny di Gedung DPR RI, Rabu (23/5).

Baca juga: Pembahasan RUU Terorisme Masih Terganjal Definisi

Ia pun menyampaikan, definisi yang digunakan saat ini, sudah dipakai selama 16 tahun sejak 2002 hingga 2018. Dan belum ada keluhan apa-apa terkait itu.

"Definisi yang kita pakai sekarang ini dari tahun 2002 sampai 2018, 16 tahun sudah dipakai. Tidak ada pengeluhan apa-apa," jelasnya.

2. Definisi terorisme kembali ke UU lama

5 Catatan Pembahasan RUU Terorisme, Masih Buntu pada Tahapan Definisi TerorismeIDN Times/Sukma Shakti

Menurutnya, dia lebih setuju terhadap alternatif yang diberikan oleh pemerintah tanpa memasukkan motif politik ke dalam definisi. Karena, motif politik sudah tertera di pasal 6 dan 7 dalam UU Nomor 15 Tahun 2003.

"Itu harus kita pahami dulu. Kita kembali kepada UU kita. Definisi yang kita pakai adalah Perppu 2002 yang sudah dijadikan UU Nomor 15. Sudah 16 tahun kita gunakan. Kalau saya melihat, itu adalah Pasal 6 dan 7 inti daripada rumusan yang pertama dan kedua," kata Wenny.

Wenny juga berpendapat, kalau masalah motif, penyidik-lah yang akan membuktikan, apakah itu motif politik atau motif ekonomi, atau motif balas dendam. Ia menyarankan, agar definisi tetap kembali kepada UU lama.

"Saya menyarankan saja kembali lagi kepada UU yang lama, kalau saya lihat terangkum pada alternatif yang kedua," ucap Wenny.

3. Motif politik akan membuat penyidik kesulitan

5 Catatan Pembahasan RUU Terorisme, Masih Buntu pada Tahapan Definisi TerorismeIDN Times/Sukma Shakti

Salah satu hal yang membuatnya tidak setuju dengan motif politik, karena masalah motif tersebut akan menyebabkan penyidik merasa kesulitan jika harus terpaku terhadap motif.

"Karena masalah motif itu yang mungkin, menyebabkan penyidik ini merasa sulit kalau sudah ada politik didahulukan. Padahal dalam pasal 6 dan pasal 7 tidak ada disebutkan itu. Nanti jabaran dari pasal 8, 9, 10 sampai 19 baru akan bisa mengungkap apakah persoalan bom itu adalah motif apa," ucapnya.

4. Pelaku bisa saja beraksi karena motif ekonomi

5 Catatan Pembahasan RUU Terorisme, Masih Buntu pada Tahapan Definisi TerorismeIDN Times/Sukma Shakti

Pertimbangan lainnya, papar Wenny, jika pelaku sudah meninggal di tempat, maka penyidik juga tidak akan tahu apa motif si pelaku. Dan apabila si pelaku masih hidup, ternyata dia hanya disuruh oleh orang lain, itu juga akan membuat bingung motif apa yang ada di dalamnya.

"Sekarang kalau dia hanya disuruh melakukan ya mereka sudah mati kita tidak bisa tanya. Tapi kalau ada yang hidup, saya hanya disuruh, hayo motif apa dia," ungkap Wenny.

"Dia hanya disuruh, yang menyuruh dia tidak tahu. Persoalan timbul, ini motifnya ekonomi, padahal yang nyuruh dia adalah gembong yang ingin merongrong negara," sambung dia.

5. Harus ada definisi pembeda

5 Catatan Pembahasan RUU Terorisme, Masih Buntu pada Tahapan Definisi TerorismeIDN Times/Sukma Shakti

Sehingga, Wenny pun meminta, apabila memang ingin dimasukkan motif politik ke dalam definisi, jadi akan ada pembedanya.

"Maka saya minta kepada forum ini, agar kita membedakan, kalau memang harus dipaksa ada motif politik, kita harus bisa memberikan definisi yuridis dan definisi akademis tentang teroris-teroris. Tapi, harus seirama dengan pasal 6 dan 7. Agar betul-betul di dalam pelaksanaan, bisa baik lah. Baik untuk bangsa dan negara," jelas Wenny.

Baca juga: RUU Antiterorisme Tersendat, Ketua DPR Galau DPR Dijadikan Kambing Hitam



Topik:

Berita Terkini Lainnya