Anggota DPR: Penelitian Vaksin Nusantara Dipicu oleh Keinginan Jokowi

Komunikasi BPOM dan peneliti disebut tidak harmonis

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Lakalena, menyebut penelitian vaksin Nusantara dipicu oleh keinginan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Yakni, keinginan agar Indonesia memiliki vaksin COVID-19 yang bisa menjangkau semua usia.

Menurut Melki, mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun mencoba menerjemahkannya. Upaya itu dilakukan dengan menggandeng para peniliti.

"Vaksin ini muncul sebagai bagian dari Pak Menkes dan para peneliti ingin menerjemah keinginan Pak Jokowi agar coba deh dicari, apakah kira-kira mungkin kita mendapatkan vaksin yang tidak hanya menjangkau kategori usia tertentu atau kategori rakyat tertentu saja yang bisa divaksin," ujar Melki dalam acara Polemik MNC Trijaya, Sabtu (17/4/2021).

1. Para peneliti tertantang membuat vaksin Nusantara

Anggota DPR: Penelitian Vaksin Nusantara Dipicu oleh Keinginan Jokowiilustrasi vaksinasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Baca Juga: Utang Nyawa ke Terawan, Aburizal Bakrie Disuntik Vaksin Nusantara

Atas keinginan presiden itu, para peneliti mulai tertantang dan mengembangkan vaksin Nusantara. Melki mengatakan pengembangan vaksin Nusantara memang sengaja dilakukan secara senyap.

"Kemudian ya peneliti tertantang mencoba mencari tahu pakai format apa kita bisa menjawab keinginan presiden untuk coba membuat vaksin yang bisa menjawab kebutuhan dari banyak rakyat Indonesia," tuturnya.

Baca Juga: IDI Minta Terawan dan Peneliti Vaksin Nusantara Ikuti Rekomendasi BPOM

2. Disebut, sejak awal komunikasi BPOM dengan peneliti vaksin Nusantara tidak harmonis

Anggota DPR: Penelitian Vaksin Nusantara Dipicu oleh Keinginan JokowiMenteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kanan) berbincang dengan anggota Komisi IX DPR. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Melki menyampaikan, saat vaksin COVID-19 Nusantara tengah dikembangkan, sudah ada ketidakharmonisan antara para peneliti dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurutnya, komunikasi keduanya sudah tidak selaras sejak awal.

"Memang kesan saya antara peneliti dan BPOM ini tidak harmonis komunikasinya. Karena menurut peneliti sudah menyampaikan data informasi yang diminta, menurut BPOM belum sesuai yang mereka harapkan dan yang mereka rekomendasikan," jelas Melki.

3. Perbincangan soal vaksin Nusantara akhirnya dilanjutkan di Komisi IX DPR RI

Anggota DPR: Penelitian Vaksin Nusantara Dipicu oleh Keinginan JokowiInfografis Vaksin Nusantara. (IDN Times/Sukma Shakti)

Karena situasi itu, DPR melanjutkan pembicaraan mengenai vaksin Nusantara bersama BPOM, para peneliti, dan juga para ahli. Perbincangan soal vaksin Nusantara itu dilakukan dalam rapat di Komisi IX DPR RI.

"Karena ada situasi itu kita lanjutkan pembicaraan di Komisi IX DPR RI. Dengan mengundang semua pihak, BPOM, peneliti, dari yang di Indonesia, Aivita dan Prof Hans peneliti Amerika, termasuk Pak Terawan sebagai insiator, kemudian dua ahli yang bisa berikan persepektif objektif," ucap Melki.

4. BPOM tidak izinkan uji klinis vaksin Nusantara dilanjutkan

Anggota DPR: Penelitian Vaksin Nusantara Dipicu oleh Keinginan JokowiBPOM menggelar konferensi pers Use Authorization (EUA) vaksin COVID-19 Sinovac, Senin (11/1/2021) (Dok. BPOM)

Seperti diketahui, pembuatan vaksin Nusantara yang digagas Terawan terus menuai polemik. Salah satunya karena Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan banyak kejanggalan pada uji klinis pertama vaksin tersebut. 

Oleh karena itu, Kepala BPOM Penny K Lukita memastikan tidak akan memberi izin untuk melanjutkan uji klinis fase kedua vaksin Nusantara.

Penny menegaskan semua pengujian vaksin, termasuk vaksin Nusantara, harus sesuai dengan aturan yang berlaku, baik secara internasional maupun nasional. Untuk vaksin Nusantara, pengujian prakiliniknya pun harus sesuai.

"Praklinik ini penting untuk perlindungan dari subjek manusia. Untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan ketika uji coba," ujar Penny dalam konferensi pers di Kantor Bio Farma, Bandung, Jumat (16/4/2021).

Penny menjelaskan, praklinik dalam uji vaksin harus mengutamakan dari sisi keamanan. Kemudian dari skala laboratorium juga harus dipastikan vaksin diuji coba dengan baik.

"Ada koreksi dalam uji klinik, makanya ada praklinik. Kalau tidak diikuti prosesnya ini tidak akan mendapatkan vaksin yang bermutu dan berkualitas," ujar Penny.

Menurutnya, apabila ingin pembuatan vaksin segera selesai tapi tidak menunjukkan sisi keamanan dalam uji coba, maka hal tersebut salah. Sebab, sebuah penelitian memang membutuhkan waktu lama dan berjenjang.

Baca Juga: BPOM Pastikan Uji Klinis Vaksin Nusantara Tidak Bisa Diteruskan

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya