Berlinang Air Mata, Baiq Nuril Bacakan Surat Permohonan pada Jokowi

Baiq sangat berharap amnesti dari Presiden Jokowi

Jakarta, IDN Times - Terpidana kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) asal Mataram, Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril Maknun, hari ini mendatangi Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko untuk memberikan surat permohonan amnesti kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Kehadiran Baiq ditemani Anggota Komisi VIII DPR RI Rieke Diah Pitaloka dan Direktur Amnesty International Usman Hamid. Baiq menyampaikan rasa terima kasihnya kepada masyarakat yang telah mendukung dia selama ini.

"Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas dukungan yang terus mengalir, yang sampai saat ini tidak pernah berhenti, dan ini saya bacakan surat, surat seorang anak kepada Bapak," kata Baiq di Gedung KSP, Jakarta Pusat, Senin (15/7).

Baiq lalu mengangkat sebuah kertas dan membacakan isi surat permohonannya kepada Jokowi. Dengan berlinang air mata, ia perlahan membaca satu demi satu kalimat yang ada di dalam surat permohonan tersebut.

Baiq membacanya dengan penuh emosional, menahan tangis dan terbata-bata, hingga berhenti beberapa detik lantaran tak kuasa menahan tangis.

1. Baiq bercerita tentang dia dan keluarganya yang harus kehilangan pekerjaan

Berlinang Air Mata, Baiq Nuril Bacakan Surat Permohonan pada JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Baik menceritakan kariernya sebagai guru honorer yang harus terhenti akibat kasus ini. Belum lagi sang suami yang juga harus kehilangan pekerjaan karena kasus dirinya.

"Bapak Presiden, izinkan saya pertama-tama memperkenalkan diri. Nama saya Baiq Nuril Maknun. Saya rakyat Indonesia, hanya lulusan SMA. Sebelum di PHK karena kasus yang saya hadapi, saya bekerja sebagai honorer di satu Sekolah Menengah Atas di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saya juga ibu dari tiga orang anak," ucap Baiq, dengan suara terbata-bata.

"Suami saya awalnya bekerja di Gili Trawangan, yang berjarak 50 kilometer dari tempat kami tinggal. Saat saya menjalani proses persidangan dan harus ditahan selama dua bulan tiga hari, suami saya harus merawat anak-anak kami, dan akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan," lanjut dia.

Baca Juga: Air Mata Baiq Nuril Usai Jaksa Agung Jamin Ia Tak akan Dipenjara

2. Baiq menceritakan kejadian pelecehan yang dialaminya, hingga akhirnya temannya membantunya

Berlinang Air Mata, Baiq Nuril Bacakan Surat Permohonan pada JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Baiq menceritakan kejadian yang menimpanya dari atasannya yang terjadi berulang kali. "Yang mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari 2013. Teror yang dilakukan atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telepon, tapi juga saat perjumpaan langsung. Saya dipanggil ke ruang kerjanya. Tentunya saya tidak perlu menceritakan secara detail kepada Bapak, apa yang atasan saya katakan atau perlihatkan kepada saya."

Hingga suatu hari Baiq sudah tidak tahan, dan merekam apa yang atasannya katakan melalui telepon. Dia tidak ada niat sama sekali untuk menyebarkan rekaman itu. Dia mengaku hanya rakyat kecil, yang hanya berupaya mempertahankan pekerjaannya, agar ia dapat membantu suami menghidupi anak-anaknya.

"Dalam pikiran saya saat merekam, jika kemudian atasan saya benar-benar 'memaksa' saya untuk melakukan hasrat bejatnya, dengan terpaksa, akan saya katakan padanya saya merekam apa yang dia katakan," kata dia.

Baiq menyadari barangkali ada satu kesalahan yang ia lakukan, namun sejatinya dia merasa sangat tertekan saat itu. Kesalahan dia--jika itu dianggap suatu kesalahan, adalah karena dia menceritakan rekaman tersebut pada seorang temannya. "Teman saya, yang karena niat baiknya ingin membantu saya, lalu meminta rekaman tersebut untuk diberikan ke DPRD Mataram."

"Bapak, apakah saya salah saat saya memberikan rekaman itu? Apakah kawan saya salah berupaya membantu saya 'lepas' dari 'teror cabul' atasan saya? Tetapi, sungguh bukan saya Pak Presiden yang memindahkan file rekaman dari telepon genggam saya. Teman saya yang memindahkan materi rekaman dari telepon genggam saya ke laptopnya," kata dia, sambil menahan air mata.

Motif temannya membantu Baiq adalah membebaskan dari tekanan atasannya. Teman dia yang juga berstatus guru honorer, ternyata menceritakan pada tiga teman mereka yang berstatus guru PNS dan satu guru honorer. "Semua kawan-kawan saya ingin membantu saya. Setelah itu saya tidak tahu apa yang terjadi," ucap Baiq.

3. Saat Baiq dijadikan tersangka

Berlinang Air Mata, Baiq Nuril Bacakan Surat Permohonan pada JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Pada 17 Maret 2015, Baiq dilaporkan karena dianggap mempermalukan atasannya, lantaran rekaman tersebut menyebar di media sosial. Selama dua tahun ia harus bolak-balik menjalani pemeriksaan di Polres Mataram.

Lalu, pada 27 Maret 2017 dia datang kembali ke Polres memenuhi panggilan pemeriksaan lanjutan. Saat itu, Baiq tidak didampingi kuasa hukum. Dia berpikir hanya akan menjalani pemeriksaan rutin namun dia ditetapkan menjadi tesangka.

"Saya membawa anak saya yang berumur lima tahun. Ternyata, saat itu saya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Saya ditahan sebelum saya menjalani proses sidang di PN Mataram," kenang dia.

"Bapak Presiden yang saya hormati, pada 4 Mei 2017 saya menjalani sidang pertama di PN Mataram. Dalam surat dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut, saya didakwa 'telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistibusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan'," papar Baiq.

Tindakan yang dituduhkan pada Baiq membuat dia dianggap telah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah. Jaksa Penuntut Ida Ayu Camuti Dewi menuntut dia enam tahun penjara dan harus membayar denda sebesar Rp500 juta.

Saat persidangan hadir ahli, seorang pakar ITE, Teguh Afriyadi yang mengaku mempunyai sertifikat resmi sebagai pakar ITE dan terlibat dalam penyusunan UU ITE. Dalam kesaksiannya sebagai ahli, Teguh mengungkapkan Baiq tidak terbukti menyebarkan atau melakukan perbuatan yang dapat dipidana dengan UU ITE Pasal 27 ayat (1).

"Lalu, dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Republik Indonesia, Mbak Sri Nurherwati, menyatakan dan mengungkapkan bahwa saya sebenarnya adalah korban kekerasan seksual," ucap Baiq.

4. Baiq menceritakan tentang PK di Mahkamah Agung

Berlinang Air Mata, Baiq Nuril Bacakan Surat Permohonan pada JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Pada 26 Juli Majelis Hakim PN Mataram yang diketuai Albertus Usada dan Hakim Anggota Ranto Indra Karta dan Ferdinand M Leander, memutuskan Baiq tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum.

"Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan pula bahwa saya dibebaskan dari dakwaan Penuntut Umum, serta memerintahkan saya dibebaskan dari tahanan kota, segera setelah putusan tersebut dijatuhkan. Bapak Presiden, ada satu kalimat putusan Majelis Hakim yang saya baca berulang kali, yaitu 'memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya'," tutur Baiq.

Kalimat hakim itu terus memenuhi hati dan pikiran Baiq. Ternyata yang ia alami, harus ia perjuangkan, bukan semata karena ia korban perilaku atasan. Kasus yang ia alami, ternyata soal harkat dan martabatnya sebagai manusia.

"Namun, putusan Majelis Hakim PN Mataram tersebut dibatalkan pada 26 September 2018 oleh Mahkamah Agung (MA), yang menyatakan mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum," ujar ibu tiga anak itu.

Pada 4 Januari 2019, Baiq melalui kuasa hukumnya memutuskan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Pada 4 Juli 2019, MA menyatakan menolak PK yang saya ajukan. Tapi saya tidak akan pernah menyerah. Sekali lagi bagi saya perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakan harkat martabat kemanusiaan di negara tercinta ini. Saya selalu yakin kebenaran pasti akan terungkap dan keadilan pasti akan terjadi," papar Baiq.

5. Baiq mengatakan perjuangannya kali ini bukan lagi perjuangan pribadi

Berlinang Air Mata, Baiq Nuril Bacakan Surat Permohonan pada JokowiIDN Times /Axel Jo Harianja

Dalam surat permohonan tersebut, Baiq mengaku hanya tamatan SMA. Tapi, pengalaman pahit selama kurang lebih enam tahun ini telah menjadi guru terbaiknya. Berbagai dukungan mengalir tanpa pernah ia rencanakan atau pikirkan. Hal itu yang membuat ia semakin bertekad tidak akan pernah menyerah.

"Saya belajar untuk memahami bahwa hal yang saya lakukan bersama dengan kuasa hukum dan kawan-kawan di seluruh tanah air, bahkan mereka yang bersimpati dari luar negeri, ternyata bukan tentang saya pribadi," kata dia.

Baiq belajar bahwa kasus ini bukan lagi perjuangan pribadi, yaitu sekadar untuk memenuhi keinginan lolos dari jerat hukum yang tidak adil bagi dirinya sebagai korban. Ini adalah perjuangan bagi semua korban kekerasan seksual.

"Dan, saya pun belajar kami menjadi kita, saat saya menyaksikan Bapak di media mengatakan bahwa Bapak mendukung saya menemukan keadilan. Perjuangan saya menjadi perjuangan kami. Perjuangan kami menjadi perjuangan kita, saat Bapak pun berulang kali tanpa ragu menyatakan akan memberikan amnesti kepada saya," kata Baiq, terbata-bata.

Baiq yakin, Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara menyampaikan niat mulia tersebut bukan karena air mata Baiq sebagai korban--yang tanpa mampu ia bendung mengalir, saat harus bercerita di hadapan media tentang peristiwa traumatik yang ia alami.

"Saya sebagai rakyat kecil sangat yakin, niat mulia Bapak memberikan amnesti kepada saya didasari karena jiwa kepemimpinan Bapak yang menyadari keputusan amnesti tersebut, merupakan bentuk kepentingan negara dalam melindungi dan menjaga harkat martabat rakyatnya sebagai manusia," ujar Baiq.

6. Baiq menyebut memilih kembali Jokowi sebagai Presiden

Berlinang Air Mata, Baiq Nuril Bacakan Surat Permohonan pada JokowiIDN Times/Axel Jo Harianja

Dalam kesempatan tersebut, Baiq mengaku bersama suaminya memilih Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia pada Pilpres 2019, karena ia percaya kepada kepada mantan gubernur DKI Jakarta itu.

"Kami percaya Bapak adalah pemimpin yang selalu berpijak pada konstitusi. Keputusan yang akan Bapak putuskan, berupa amnesti bagi saya, bukan karena belas kasihan semata, bukan pula karena saya sebagai korban telah 'mengemis' kepada Bapak sebagai Presiden. Bahkan bukan pula karena desakan pihak mana pun," kata dia.

Baiq yakin keputusan Jokowi didasari kesetiaan terhadap konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Kesetiaan pada konstitusi tersebut pula yang menjadi dasar saat Presiden memutuskan nasib Baiq. Dia yakin, niat mulia Jokowi memberi amnesti kepada dirinya adalah demi kepentingan negara.

"Kepentingan negara dalam penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan yang lebih besar dan dapat menghadirkan kemaslahatan yang lebih luas bagi rakyatnya. Pemberian amnesti kepada saya merupakan bentuk kepentingan negara untuk mengakui dan melindungi harkat dan martabat kemanusiaan rakyatnya," ucap dia.

Baiq yakin yang menjadi dasar utama Jokowi memiliki niat memberi amnesti, adalah mandat dari konstitusi. Amnesti, menurut UUD 1945 Pasal 14 ayat (2) hanya dapat diberikan dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Menurut kuasa hukum Baiq, DPR RI harus menunggu surat dari Presiden agar dapat memberikan pertimbangan.

Baiq diminta kuasa hukumnya bersabar, karena Presiden dapat memberikan keputusan memberi atau tidak memberi amnesti kepada dirinya. Ia yakin, seyakin-yakin nya, tidak ada keraguan sedikit pun dalam diri Jokowi untuk mengirimkan surat kepada DPR RI.

"Dan saya yakin, tidak ada satu orang pun di lingkaran Bapak Presiden yang akan menghalangi niat mulia Bapak untuk menjalankan konstitusi memberikan amnesti kepada saya. Saya juga yakin, pengiriman surat Bapak Presiden ke DPR RI tidak akan menemui masalah teknis. Semoga," tutur dia.

Baiq menegaskan dirinya bukan hanya sebagai korban, tetapi juga sebagai rakyat yang telah memilih Jokowi sebagai presiden. Dia selalu memberikan dukungan penuh kepada mantan wali kota Solo itu dan akan terus berjuang bersama Jokowi untuk menegakkan keadilan dan kemanusiaan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di Republik tercinta ini.

"Saya, Baiq Nuril Maknun. Saya seorang perempuan, putri dari Bapak Lalu Mustajab dan Ibu Baiq Murni Wati. Saya adalah istri dari Lalu Muhammad Isnaeni. Saya adalah ibu dari Baiq Raina Asli Hati, Baiq Rayda Mahya Izati dan Lalu Muhammad Rafi Saputra. Saya adalah rakyat Indonesia," kata dia.

Melalui surat ini, Baiq juga menyatakan terima kasih dan mendukung niat mulia Jokowi yang akan menggunakan hak prerogatif sebagai Presiden Republik Indonesia, untuk menjalankan amanah konstitusi UUD 1945 pasal P4 ayat (2), yaitu dengan memberikan amnesti kepada dirinya.

"Semoga Bapak Presiden selalu ada dalam lindungan Allah SWT dalam memimpin Indonesia, membawa Indonesia menjadi negeri yang adil dan makmur," tutup Baiq.

Baca Juga: Temui Moeldoko, Baiq Nuril Beri Surat Permohonan Amnesti pada Jokowi

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya