Bongkar Menteri Jokowi, Akankah Demokrat dan PAN Bergabung?

Akankah Demokrat dan PAN jadi bagian dari koalisi Jokowi?

Jakarta, IDN Times - Rekapitulasi hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 belum juga selesai, namun hiruk pikuk soal kursi menteri kabinet sudah mulai terdengar, baik dari kubu calon presiden nomor urut 01 Joko "Jokowi" Widodo, maupun dari kubu calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.

Padahal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru selesai rekapitulasi pada 22 Mei mendatang. Bahkan waktu pengumuman hasil Pilpres 2019 juga belum diketahui kapan, tapi kedua kubu sudah meributkan kursi kabinet.

Di kubu capres petahana Jokowi, isu-isu siapa yang akan duduk di kursi menteri Kabinet Kerja Part II ramai bermunculan usai Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf mengklaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat (quick count).

Sebelumnya sempat beredar nama-nama menteri Kabinet Kerja Part II. Namun TKN membantah nama-nama itu berasal dari mereka. TKN menegaskan, daftar nama menteri yang beredar tersebut adalah hoaks. Jokowi, ujar TKN, belum pernah menentukan nama-nama menterinya jika nanti terpilih kembali sebagai presiden.

Seiring waktu berjalan, isu-isu soal menteri kabinet semakin berkembang. Bahkan, ada isu yang mengatakan, partai politik koalisi oposisi akan bergabung dengan koalisi petahana. Kedua partai yang diisukan akan bergabung adalah Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat.

Isu tersebut semakin menguat ketika Ketua Umum PAN yang juga Ketua MPR Zulkifli Hasan hadir dalam pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku di Istana Negara. Suasana terlihat akrab saat Zulkifli bertemu Jokowi, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Isu bergabungnya partai pendukung Prabowo-Sandiaga ke koalisi Jokowi-Ma'ruf berhembus semakin kuat, ketika Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu Jokowi di Istana Merdeka.

Tak lama setelah itu, muncullah isu Jokowi akan merombak atau me-reshuffle kabinetnya setelah 3 menteri Jokowi berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, Juru Bicara Presiden Johan Budi mengungkapkan, Jokowi bisa saja melakukan reshuffle kabinet usai Lebaran Juni 2019.

Baca Juga: Istana: Tidak Ada Reshuffle Kabinet Sebelum Lebaran

1. Pembicaraan rahasia Zulkifli dan Jokowi di Meja Bundar Istana

Bongkar Menteri Jokowi, Akankah Demokrat dan PAN Bergabung?IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Isu partai politik pendukung Prabowo-Sandiaga akan merapat ke Jokowi berhembus kencang ketika Zulkifli bertemu Jokowi di Istana Negara, Rabu 24 April lalu. Saat itu, Zulkifli diketahui datang ke Istana Negara untuk menghadiri pelantikan Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno.

Kehadiran Zulkifli bukan tanpa alasan. PAN merupakan salah satu partai pendukung pasangan Murad dan Barnabas. Selain itu, Zulkifli hadir sebagai Ketua MPR RI.

Awalnya, memang hanya tampak keakraban Zulkifli dan Surya Paloh. Keduanya berbincang tampak seperti memperdebatkan sesuatu. Sekretaris Kabinet Pramono Anung kemudian bergabung dengan mereka. Larut dalam pembicaraan, wajah ketiganya terlihat serius.

Saat jurnalis mencoba mencari tahu apa yang dibahas ketiganya, Zulkifli mengatakan, membicarakan masalah pemilu, dan ada wacana UU Pemilu harus direvisi.

"Gak, saya bilang pemilu ini terlalu lama, menghabiskan energi, nanti harus ubah undang-undangnya agar pemilu itu ya sebulan setengah. Masa berantem disuruh undang-undang sampai delapan bulan. Itu saja," tutur Ketua MPR RI itu.

Tak berselang lama, acara pelantikan pun dimulai dan kemudian berakhir setelah Murad dan Barnabas resmi jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku. Usai pelantikan, Jokowi mengajak Zulkifli, Surya Paloh, dan Hasto untuk berbicara di sebuah meja bundar yang berada di Istana Negara.

Meski berada di Istana Negara, letak meja bundar itu agak jauh dari ruangan tempat  jurnalis dan tamu undangan. Meja itu juga dipisahkan dari ruangan tempat jurnalis oleh sebuah sekat, sehingga sulit untuk bisa menyaksikan pembicaraan di meja bundar tersebut. 

Penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, para jurnalis pun menunggu di pilar sekitar kompleks Istana Negara. Pilar ini memang tempat strategis para jurnalis untuk menunggu narasumber usai bertemu Presiden. Sore itu hujan turun dengan lebatnya, namun tak mampu menghilangkan semangat para jurnalis Istana untuk mengorek informasi.

Pembicaraan antara Jokowi dan ketiga tokoh tersebut rupanya berlangsung cukup lama. Kami pun berdoa semoga ketiganya cepat keluar. Doa kami terdengar. Zulkifli, Surya, dan Hasto akhirnya keluar dari Istana Negara. Bak semut melihat gula, kami langsung menyerbu ketiga tokoh tersebut.

Menariknya, Zulkifli menjadi sasaran kami semua. Pasalnya, ia adalah satu-satunya dari kalangan oposisi yang berada di kubu lawan. Tentu hal itu menjadi alasan menarik bukan? Kenapa kami mengejar Zulkifli.

Seperti sudah tahu akan menjadi target para jurnalis yang sudah 'haus' informasi, Zulkifli berjalan agak cepat untuk menghindari kami. Jurnalis jangan dilawan. Seberapa cepat pun menghindar, kami akan mengejar hingga ke mobilnya.

Akhirnya Zulkifli menyerah. Meski begitu, ia hanya memberikan sedikit pernyataan terkait obrolannya dengan Jokowi, Surya Paloh dan Hasto. Zulkifli hanya mengatakan, obrolannya dengan Jokowi hanya seputar Pemilu 2019 saja.

"Ya kalau silaturahmi kan pasti banyak yang kita bicarakan, soal pemilu terlalu lama sampai delapan bulan, habis energi," kata Zulkifli. Lalu, Zulkifli pun menyudahi wawancara dan langsung masuk ke dalam mobil.

2. Aksi AHY menyelinap keluar dari pintu Wisma Negara usai bertemu Jokowi

Bongkar Menteri Jokowi, Akankah Demokrat dan PAN Bergabung?idn times/Teatrika Handiko P

Belum reda berita soal pertemuan Jokowi dan Zulkifli di Istana Negara, publik kembali dihebohkan dengan pertemuan Jokowi dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Saat itu, pada 2 Mei 2019, terdengar kabar bahwa Jokowi akan bertemu  AHY di Istana pada pukul 16.00 WIB. Awalnya, kami para jurnalis berpikir bahwa pertemuan itu tidak akan terjadi. Sebab, Jokowi hari itu masih berada di Jawa Tengah.

Tetapi, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko membenarkan kabar itu. Moeldoko menyampaikan bahwa benar ada pertemuan antara Jokowi dan AHY pukul 16.00 WIB. Mendengar kabar itu, semua jurnalis langsung siaga untuk meliput pertemuan penting tersebut.

Pukul 16.00 WIB tiba, seperti kata Moeldoko, AHY datang ke Istana dengan menggunakan mobil berpelat B 2024 AHY. Mengenakan kemeja batik, AHY turun dari mobil dan langsung diserbu juru foto untuk mengabadikan momen tersebut.

Senyum AHY mengembang. Saat ditanya apakah undangan ke Istana atas permintaannya atau Jokowi, AHY mengaku sang Presiden lah yang mengundangnya datang ke Istana. 

Mengenakan pakaian khasnya yaitu kemeja putih dan celana hitam, Jokowi menyambut AHY dengan ramah di Istana Merdeka. Para jurnalis pun diizinkan untuk mengambil gambar keduanya saat bertemu di sebuah ruangan.

AHY tampak duduk sopan di hadapan Jokowi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun tersenyum kepada putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Entah apa yang mereka bicarakan saat itu, karena pembicaraan keduanya berlangsung empat mata.

Setelah 30 menit berlalu, AHY pun keluar dari ruangan disusul oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno di belakangnya. Para jurnalis yang sudah menunggu, langsung memberondong AHY dengan banyak pertanyaan.

Karena banyaknya yang bertanya dan ingin ditanyakan, suara jurnalis yang ada di hadapan AHY seolah seperti lebah yang sedang bergerombol. Wajah AHY saat itu terlihat lucu. Dia kebingungan, menoleh ke kanan dan ke kiri seolah memilah mana pertanyaan yang harus ia jawab.

Akhirnya, AHY menjelaskan terlebih dulu masalah yang dibicarakan dengan Presiden Jokowi. Dia mengungkapkan, membahas masalah Indonesia ke depannya. Menurut suami Annisa Pohan ini, semangatnya dan Jokowi melihat Indonesia ke depan semakin baik.

"Kita juga harus terus bisa menyumbangkan pikiran, gagasan, karena tentunya sebagai semangat dari demokrasi dan juga keinginan mewujudkan Indonesia semakin baik ke depan," kata AHY.

Ketika itu, aku masih penasaran apakah ada pembahasan tentang jabatan menteri atau tidak. Karena sebelumnya, aku mendengar informasi dari salah satu anggota TKN bahwa AHY bisa saja mendapatkan jatah menteri dari Jokowi. Apalagi, saat itu pertemuan antara AHY dan Jokowi dilakukan setelah ada isu Menpora Imam Nahrawi akan mundur dari kabinet karena tengah berurusan dengan KPK.

Aku berteriak memanggil nama AHY agar ia menoleh ke arahku. Namun, suaraku tetap kalah dengan suara jurnalis lain yang terus memberbondong AHY dengan banyak pertanyaan. Tak lama, Pratikno menyudahi wawancara doorstop tersebut.

Sebagai jurnalis, aku belum puas karena belum mendapat jawaban dari AHY. Aku mengejarnya ke sebuah ruangan, tetapi kami tidak diperbolehkan masuk ke dalam. Kemudian kami memutuskan menunggu AHY di pilar saja.

Entah kenapa sebenarnya aku takut AHY akan tiba-tiba kabur melewati pintu yang lain. Tapi kami akhirnya memutuskan untuk menunggu di pilar. Benar saja, dugaanku tidak meleset. AHY ternyata keluar Istana lewat pintu Wisma Negara, yang menghubungkannya dengan pintu Sekretariat Negara, yang mengarah ke Jalan Majapahit, bukan Jalan Veteran tempat kami menunggu.

Rasa kecewa langsung menghinggapiku. Kendati demikian, pertemuan Jokowi dan AHY sore itu semakin menguatkan isu bahwa Demokrat akan bergabung dengan partai koalisi Jokowi-Ma'ruf.

3. Ketua Umum PAN minta jatah pimpinan parlemen kepada Jokowi?

Bongkar Menteri Jokowi, Akankah Demokrat dan PAN Bergabung?IDN Times/Vanny El Rahman

Pasca-pertemuan Jokowi dengan kedua tokoh partai pendukung Prabowo di Istana Negara, isu yang berembang semakin liar. Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding melemparkan isu bahwa Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan meminta jatah kursi pimpinan parlemen kepada Jokowi.

Karding menyampaikan, permintaan Zulkfili tersebut dibisikkan langsung oleh Zulkifli kepada Jokowi di hari pelantikan Gubernur Maluku dan wakilnya. Karding pun mengatakan dengan bersungguh-sungguh bahwa informasi yang ia dapatkan itu adalah A1 dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Menurut Karding, Zulkifli melakukan hal itu untuk menyelamatkan partainya. Sehingga, Zulkifli meminta kepada Jokowi agar memberikan jatah pimpinan DPR dan MPR.

"Dari informasi yang saya peroleh di Istana itu, ada permintaan pada Pak Jokowi agar PAN mendapatkan bagian pimpinan DPR atau MPR," kata Karding, Selasa (30/4).

Namanya juga politik, semua ada dinamika, dan pasti berbeda-beda apa yang para politisi ungkapkan.

Mendengar tudingan meminta jatah pimpinan parlemen, tentu saja PAN membantahnya. Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, partainya tidak pernah meminta apa pun kepada Jokowi.

"Kita tidak pernah minta apa-apa ke Beliau. Rasanya tidak mungkin membahas hal yang strategis dan penting dalam forum kenegaraan dan dihadiri undangan banyak," kata Eddy saat dihubungi, Selasa (30/4).

4. Instruksi SBY dan gerahnya BPN dengan manuver Demokrat

Bongkar Menteri Jokowi, Akankah Demokrat dan PAN Bergabung?Antara Foto/Sigid Kurniawan

Sama seperti PAN yang disebut akan merapat kepada Jokowi, Demokrat juga menjadi sasaran empuk isu itu. Apalagi secara terang-terangan AHY menyambut jamuan yang diberikan oleh Jokowi.

Isu semakin menguat usai Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta kadernya untuk tidak terlibat kepada hal inkonstitusional. Diketahui, seruan itu keluar usai Prabowo mendeklarasikan kemenangan dan orang-orang di sekitarnya mengancam akan melakukan people power apabila terbukti ada kecurangan pada Pemilu 2019.

Perintah SBY itu dikeluarkan dalam instruksi partai yang ditujukan kepada seluruh kader Demokrat usai Pemilu 2019. Selain melarang kader Demokrat untuk tidak terlibat dalam kegiatan inkonstitusional, SBY juga meminta agar sementara waktu semua kader yang 'berdinas' di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, supaya kembali ke markas Demokrat di Wisma Proklamasi 41.

Di dalam instruksi tersebut, SBY memerintahkan agar semua kader memantau dari dekat perkembangan yang terjadi di Tanah Air usai Pemilu 2019. 

"Sebab, perkembangan situasi politik pasca-pemungutan suara 2019 menunjukkan ketegangan, dan bisa berkembang ke arah yang membahayakan politik dan keamanan kita," ujar SBY dalam instruksi tertulis tersebut. 

SBY juga meminta agar para pengurus dan kader Partai Demokrat tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku, serta sejalan dengan kebijakan pimpinan partai. 

"Apabila terjadi kegentingan dan situasinya sudah menjurus ke arah konflik serta krisis, maka segera melapor pada ketua umum di kesempatan pertama," kata SBY. 

Lalu, tak berapa lama, setelah perintah SBY tersebut, AHY pun bertemu dengan Jokowi. Dan pertemuan itu bersamaan dengan munculnya isu Menpora Imam Nahrawi akan mundur dari kabinet. Tentu saja isu semakin mengganas dan memanas. Para jurnalis pun menduga, AHY akan menggantikan posisi Imam.

Meski diterpa isu merapat ke Jokowi, para kader Demokrat menegaskan bahwa sebelum 22 Mei, mereka akan tetap berada di koalisi Prabowo. Namun, setelah tanggal 22 Mei, banyak hal bisa saja terjadi.

Hal itu disampaikan oleh Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Ia mengatakan, sikap Demokrat nanti akan ditentukan pada 22 Mei. Apabila Prabowo menang, maka Demokrat memiliki kewajiban politik dalam mengawal pemerintahan. Dan apabila Jokowi menang, maka Demokrat akan menentukan sikapnya apakah akan bergabung dengan Jokowi atau tidak.

"Jadi Partai Demokrat setelah itu berdaulat dan nanti menentukan sikap politiknya, apakah berada di luar pemerintahan atau berada di dalam pemerintahan," kata Ferdinand di Gedung KPU Pusat, Jakarta Pusat, Selasa (7/5).

Menurut dia, bergabungnya Demokrat ke dalam pemerintahan Jokowi tergantung dari ajakan orang nomor satu di Indonesia tersebut.

"Kalau Jokowi mengajak, kita pertimbangkan dan dibahas oleh majelis tinggi yang dipimpin Pak SBY. Kalau tidak mengajak, gak mungkin juga kita masuk dalam pemerintahan, jadi sikap Partai Demokrat ditentukan pasca-ada penetapan resmi dari KPU," ungkapnya.

Sikap Demokrat ini dikritik oleh anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga. Juru Bicara BPN Andre Rosiade bahkan mempersilakan Demokrat jika memang ingin keluar dari koalisi. Menurutnya, Gerindra tidak pernah menahan atau memaksa, serta meminta-minta suatu partai bertahan dalam koalisi.

"Ya gak apa-apa, tidak ada masalah kalau memang ingin mengejar jabatan ya nanggung, kenapa gak dari sekarang aja gitu loh, kenapa harus tunggu tanggal 22 menang kalah. Apalagi mau mengejar kekuasaan karena sudah dapat tawaran dari Pak Jokowi," kata Andre menyindir.

Seiring proses rekapitulasi suara di KPU, manuver-manuver dari dalam koalisi Prabowo-Sandiaga terus terjadi. Hingga kini, Demokrat masih mengaku berada di dalam koalisi dan belum memutuskan keluar dari koalisi. Tapi entah apa yang akan terjadi setelah 22 Mei mendatang. Karena politik itu dinamis, semua bisa saja terjadi.

5. Respons TKN mendapat tambahan anggota koalisi: ada syaratnya

Bongkar Menteri Jokowi, Akankah Demokrat dan PAN Bergabung?ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Ibarat seseorang akan masuk ke dalam rumah orang lain, tentu tidak bisa begitu saja. Hal ini juga terjadi pada PAN dan Demokrat. Kedua partai itu harus terlebih dulu melewati sejumlah tahap, terlebih terhadap partai politik anggota koalisi Jokowi-Ma'ruf.

Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto mengatakan, yang namanya dialog dan ingin bergabung dalam koalisi tentu saja berbeda. Menurut Hasto, Koalisi Indonesia Kerja (KIK) adalah koalisi yang solid sejak awal dibangun. Jika ada partai yang ingin bergabung dalam koalisi tetap harus ada syaratnya.

Satu syarat penting, lanjut Hasto, yakni partai yang akan bergabung dengan KIK harus mengantongi izin dari ketua umum partai-partai yang mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Bagaimana pun juga kita harus menghargai seluruh pihak yang telah bekerja keras untuk mendukung Pak Jokowi. Jadi harus dibedakan langkah dialog dan juga langkah koalisi," kata Hasto di Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/4).

Namun hal itu tidak menutup kemungkinan untuk menambah partai baru masuk ke dalam KIK. Seperti disampaikan oleh Ketua Harian TKN Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko, masalah tambahan partai di dalam koalisi memang terbuka lebar, dan negosiasinya bukan hanya di kabinet, tapi bisa juga di parlemen.

"Jadi negosiasinya tidak hanya harus di kabinet. Bisa saja posisi-posisi di DPR/MPR," ujar Moeldoko di kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (29/4)

Untuk penambahan koalisi, Moeldoko menegaskan, pintu masih terbuka lebar. Karena dinamika politik bisa saja berubah pada masa mendatang.

"Mungkin sekarang koalisinya sudah ada. Tapi pada ujung dari perkembangan dinamika politik terakhir nanti, bisa saja ada partai lain yang gabung berikutnya. Itu kan harus ada formulasi baru lagi," ucap mantan Panglima TNI itu.

Lalu, apakah bisa Demokrat dan PAN bergabung dengan koalisi secara tiba-tiba? Semua bisa saja terjadi. Kita hanya tinggal melihat hasilnya usai pengumuman presiden dan wakil presiden terpilih pada 22 Mei mendatang.

6. Tiga menteri Jokowi berurusan dengan KPK, isu reshuffle menguat

Bongkar Menteri Jokowi, Akankah Demokrat dan PAN Bergabung?Dok.IDN Times/Biro Pers Kepresidenan

Seiring dengan manuver Demokrat dan PAN akan merapat kepada Jokowi, isu Jokowi akan merombak kabinetnya terus berkembang. Isu reshuffle mulai muncul setelah tiga menteri Jokowi terlibat dengan KPK. Ketiganya adalah Menpora Imam Nahrawi, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita.

Ketiganya berkait dengan 3 kasus yang berbeda. Enggar dikaitkan dengan kasus anggota DPR Bowo Sidik Pangarso terkait dengan perdagangan gula rafinasi. Sebelumnya, KPK sudah menggeledah ruang kerja dan kediaman pribadi Enggar, karena diduga memberikan suap senilai Rp2 miliar kepada Bowo Sidik Pangarso.

Sementara, Lukman dikaitkan dengan kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama yang dilakukan oleh Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Ruang kerja Lukman juga telah digeledah KPK karena diduga ada barang bukti terkait praktik jual beli jabatan di Kementerian Agama. 

Sedangkan, Iman dikaitkan dengan kasus suap KONI. Nama Imam disebut oleh jaksa KPK mendapat aliran dana senilai Rp11,5 miliar. Uang itu diduga diterima oleh Imam melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum dan staf protokoler Kemenpora RI, Arief Susanto. Imam pun sudah mengaku menggunakan uang Kemenpora untuk umrah.

Kasus hukum yang menimpa ketiga menteri Jokowi ini semakin menguatkan isu bahwa ketiganya akan terkena reshuffle oleh Jokowi. Karena sebelumnya, Menteri Sosial Idrus Marham yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK juga di reshuffle oleh Jokowi.

Namun, Juru Bicara Presiden Johan Budi mengatakan, belum tentu menteri yang dipanggil oleh KPK sebagai saksi terlibat dalam kasus tersebut. Johan menyampaikan, Jokowi selalu mengecek kembali informasi jika ada menterinya yang dipanggil oleh KPK sebagai saksi. Pengecekan langsung kepada menteri yang bersangkutan.

"Perlu dipahami seseorang yang diperiksa KPK sebagai saksi, belum tentu terlibat. Tapi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, tentu akan diganti oleh Pak Presiden Jokowi," kata Johan di Kantor Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (8/5).

Oleh karena itu, Johan menyebut, Jokowi sudah memanggil para menterinya yang terlibat dengan KPK. Hal itu dilakukan agar Jokowi langsung mendapatkan keterangan dari menteri terkait tentang apa yang terjadi.

"Pasti Pak Presiden meminta penjelasan yang bersangkutan kenapa diperiksa oleh KPK. Mengenai apakah kemudian diganti atau tidak, itu kalau berstatus tersangka akan diganti. Kalau sebagai saksi belum tentu. Bisa saja jadi saksi karena memang ada informasi yang diperlukan," jelas Johan.

Meski begitu, isu Jokowi akan melakukanreshuffle kabinet usai Lebaran tak dibantah keras oleh Johan. Johan mengatakan,kemungkinan Jokowi merombak kabinetnya setelah Lebaran.

"Saya tidak tahu setelah Lebaran, kemungkinan itu bisa saja. Di awal saya sampaikan bahwa Pak Presiden melihat atau me-review ke belakang untuk reshuffle, selalu didahului evaluasi dengan menterinya dan tidak dilakukan dalam satu termin waktu tertentu," kata Johan.

Johan mengatakan, reshuffle kabinet bisa terjadi apabila kinerja seorang menteri dinilai buruk atau terjerat kasus hukum. Seperti yang terjadi pada mantan Menteri Sosial Idrus Marhan.

"Di antaranya ketika menteri tersangkut hukum dan berstatus sebagai tersangka, itu pasti akan diganti. Misalnya ada satu menteri beberapa waktu lalu berurusan dengan KPK dan yang bersangkutan mengundurkan diri dan langsung diganti," terang Johan.

Jika memang benar Jokowi akan melakukan reshuffle usai Lebaran, maka reshuffle ini akan menjadi perombakan kelima di masa pemerintahan Jokowi. Dan apakah salah satu pos menteri akan diisi oleh partai anggota KIK atau Demokrat atau PAN? Semua akan terjawab setelah 22 Mei 2019. Gimana menurut kalian?

Baca Juga: Polisi Tangkap HS, Pria yang Ancam Penggal Kepala Jokowi

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya