BOR RS Turun, Epidemiolog: Lihat Dulu Berapa Jumlah Pasien Isoman

Epidemiolog mengingatkan, 72 persen warga obati diri sendiri

Jakarta, IDN Times - Ahli epidemiologi Universitas Griffith, Dicky Budiman mengatakan, penurunan bed occupancy rate (BOR) atau keterapakaian tempat tidur rumah sakit ternyata juga dipengaruhi dengan kepercayaan masyarakat pada fasilitas kesehatan. Menurutnya, mayoritas masyarakat Indonesia banyak yang lebih memilih mengobati sendiri di rumah daripada ke fasilitas kesehatan.

“Masalah BOR. Satu hal yang harus dipahami dalam konteks memahami penurunan hunian rumah sakit ini, kita harus pahami bahwa masyarakat Indonesia ini kalau sakit tidak ke fasilitas kesehatan,” kata Dicky dalam diskusi yang disiarkan langsung di kanal YouTube Iluni UI, Sabtu (7/8/2021).

Baca Juga: Pasien COVID-19 Berkurang, RS Wisma Atlet Mulai Kosongkan Tower 4

1. Sebanyak 72,19 persen masyarakat lebih memilih berobat sendiri di rumah

BOR RS Turun, Epidemiolog: Lihat Dulu Berapa Jumlah Pasien IsomanBhabinkamtibmas dan Babinsa Gunsel saat memberikan makanan kepada warga laksanakan Isoman (IDN Times/Ervan)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipaparkan Dicky, pada 2020 lalu, sebanyak 72,19 persen masyarakat Indonesia lebih memilih berobat sendiri di rumah. Ia pun memprediksi, pada 2021 angkanya akan meningkat mengingat banyaknya pasien COVID-19 yang memilih untuk isolasi mandiri dibandingkan ke tempat isolasi terpusat,

“Artinya, keberhasilan program pengendalian penyakit di Indonesia selama berpuluh tahun itu bukan pada aspek kuratifnya, tapi juga pada adanya program yang menjangkau masyarakat,” jelas Dicky.

2. Penurunan BOR juga dilihat dengan banyaknya masyarakat yang melakukan isolasi mandiri

BOR RS Turun, Epidemiolog: Lihat Dulu Berapa Jumlah Pasien IsomanSejumlah pasien menjalani perawatan di lorong IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (23/6/2021). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi.

Kendati begitu, penurunan BOR yang terjadi di Jawa-Bali saat ini, kata Dicky, memang menunjukkan kabar baik bagi rumah sakit. Namun, tetap saja harus dilihat berapa banyak masyarakat yang melakukan isolasi mandiri.

“Dalam konteks COVID ini, tidak ada yang berbeda. Bahkan kecenderungannya karena meningkat, penurunan BOR itu kita sambut positif untuk menunjukkan kabar positif untuk rumah sakit, kuratif kita jauh lebih. Namun, masalah utamanya adalah kasus ini banyak di rumah-rumah di masyarakat,” tutur Dicky.

3. Varian Delta berpotensi menghasilkan varian baru COVID-19

BOR RS Turun, Epidemiolog: Lihat Dulu Berapa Jumlah Pasien IsomanIlustrasi Virus Corona. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Dicky mengatakan, keberadaan varian Delta COVID-19 memang menjadi masalah serius. Bahkan, para epidemiolog menyebutnya epidemik di tengah pandemik. Sebab, varian Delta bisa menghasilkan varian baru dan mengubah kondisi pandemik yang tadinya terkendali menjadi tak terkendali lagi.

“Nah ini artinya, setiap arah kebijakan yang promotif, preventif itu haruslah juga bersifat bisa mengendalikan varian yang sudah ada, dan mencegah timbulnya varian baru yang bisa mengubah kondisi menjadi buruk,” jelas Dicky.

Baca Juga: BOR Wisma Atlet Turun, Moeldoko: Contoh Keberhasilan PPKM 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya