Cerita Gedung Agung: Saksi Bisu Ibukota Pernah Berada di Yogyakarta

Soekarno sempat menghuni bangunan ini

Jakarta, IDN Times - Istana Kepresidenan Yogyakarta dikenal juga dengan nama Gedung Agung. Bangunan ini terletak di pusat kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani atau yang dulu dikenal dengan nama Jalan Margomulyo.

Kompleks Istana Kepresiden Yogyakarta memiliki lahan seluas 43.585 meter persegi. Selain itu, Istana Yogyakarta juga berada pada ketinggian 120 meter dari permukaan laut.

Wah, kira-kira seperti apa sejarah Istana Kepresidenan Yogyakarta atau Gedung Agung itu ya?

1. Pada tahun 1867, Gedung Agung ambruk karena gempa bumi

Cerita Gedung Agung: Saksi Bisu Ibukota Pernah Berada di YogyakartaInstagram/@tinoindra

Gedung utama di dalam kompleks Istana mulai dibangun pada Mei 1824 yang diinisiatif oleh Anthony Hendriks Smissaerat, ResidenYogyakarta ke-18 (1823-1825). Anthony memang menginginkan adanya Istana yang berwibawa bagi residen-residen Belanda. Sementara, arsitek dari Gedung Agung adalah A Payen.

Namun, karena adanya Perang Diponegoro atau yang disebut Perang Jawa di tahun 1825-1830, pembangunan gedung itu pun ditunda. Setelah beberapa waktu ditunda, Gedung Agung kembali dibangun usai perang berakhir pada tahun 1832.

Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu sayangnya ambruk karena gempa bumi. Lalu, kembali dilakukan pembangunan dan selesai pada 1869. Bangunan itu lah yang akhirnya menjadi gedung utama Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta atau Gedung Agung.

Baca Juga: Sejarah Istana Negara, Ternyata Dulunya Milik Pengusaha Belanda

2. Pada tahun 1946, Soekarno menjadikan Gedung Agung sebagai tempat tinggalnya

Cerita Gedung Agung: Saksi Bisu Ibukota Pernah Berada di YogyakartaInstagram/@istanakepresidenanyogykarta

Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi, di mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan begitu, gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang.

Selanjutnya, pada 6 Januari 1946, Yogyakarta ditetapkan menjadi ibu kota baru Republik Indonesia. Lalu, Gedung Agung tersebut pun berubah menjadi Istana Kepresidenan. Dulu, Istana itu menjadi tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya.

Tetapi pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor. Presiden dan wakil presiden, serta para pembesar lainnya diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sejak 28 Desember 1949, dengan berpindahnya presiden ke Jakarta, Istana Kepresidenan Yogyakarta ini tak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari presiden.

3. Istana Kepresidenan Yogyakarta memiliki enam bangunan utama

Cerita Gedung Agung: Saksi Bisu Ibukota Pernah Berada di YogyakartaInstagram/@tinoindra

Istana Kepresidenan Yogyakarta terdiri atas enam bangunan utama yaitu Gedung Agung (gedung utama), Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu dan Wisma Saptapratala. Gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 sampai sekarang, bentuknya tidak mengalami perubahan.

Ruangan utama yang disebut dengan Ruang Garuda berfungsi sebagai ruangan resmi untuk menyambut tamu negara atau tamu agung yang lain. Selain wisma-wisma tersebut, Kompleks Seni Solo yang memiliki luas 5.600 meter persegi, telah menjadi bagian Istana Kepresidenan Yogyakarta sejak September 1995. Dulunya, kompleks tersebut milik Departemen Penerangan.

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: 5 Bangunan Bersejarah Ini Kembali Dibangun Setelah Sempat Hancur

Topik:

Berita Terkini Lainnya