Detik-Detik Jelang Menjadi Presiden, Habibie: Saya Merasa Seorang Diri

Habibie tidak tidur selama 20 jam

Jakarta, IDN Times - Kegundahan hati Bacharuddin Jusuf Habibie detik-detik jelang Presiden Soeharto lengser terasa begitu berat. Pria yang akrab disapa BJ Habibie itu harus menjabat sebagai Presiden ke-3 RI, menggantikan Soeharto saat kondisi Indonesia tengah bergejolak. Tidak mudah ia mengambil kebijakan.

Dalam bukunya yang berjudul Detik-Detik yang Menentukan, Habibie bercerita kegundahannya kala itu. Ia juga memikirkan, bagaimana harus mengambil kebijakan yang tidak gegabah dan mementingkan rakyat.

Setelah menemani Soeharto dalam kepemimpinannya, Habibie berpikir stigma negatif masyarakat tentang dirinya akan muncul, dan itu dianggapnya wajar. Karena itu, dia tak ingin gegabah mengambil kebijakan.

"Saya harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan, untuk dapat memenuhi keinginan rakyat yang beraneka ragam, namun semuanya bermuara pada keinginan untuk mendapat kebebasan di atas kemerdekaan yang telah mereka miliki," tulis Habibie, dalam bukunya.

Baca Juga: Thareq Habibie: Jangan Khawatir Bapak Sudah Sembuh

1. Habibie tak tidur selama hampir 20 jam jelang ditetapkan sebagai Presiden ke-3 RI

Detik-Detik Jelang Menjadi Presiden, Habibie: Saya Merasa Seorang DiriANTARA FOTO/Ismar Patrizki

Habibie saat itu memikirkan kondisi masyarakat yang terus-menurus memanas. Ketika Soeharto memutuskan mundur dan memberikan jabatan orang nomor satu di Indonesia kepadanya, dia tak tidur selama hampir 20 jam, hanya untuk memikirkan negeri.

Pada 21 Mei 1998, sekitar pukul 01.00 WIB, ketika Habibie masih mengikuti perkembangan gerakan massa melalui internet dan televisi di ruang kerjanya, tiba-tiba istrinya, Ainun, muncul dan mengingatkan agar ia segera tidur.

Habibie mengikuti saran istrinya dan segera berganti pakaian tidur. Ketika berbaring di tempat tidur, masih terdengar obrolan beberapa anggota pasukan pengamanan yang duduk di bawah jendela kamar tidur Habibie yang menghadap pendopo.

"Walau pun hampir 20 jam saya belum beristirahat, ternyata pertanyaan dan pemikiran mengenai keadaan di Tanah Air terus berkembang. Sehingga saya berdiri perlahan, untuk tidak mengganggu istri saya yang sedang tidur," tulis Habibie.

"Saya menutup bantal dan guling dengan selimut, untuk memberi kesan seakan-akan saya berbaring di bawah selimut tersebut. Saya keluar ke tempat saya semula, untuk menyusun catatan mengenai langkah-langkah awal dan dasar atau pun prinsip, sikap, dan kebijakan yang harus saya ambil," lanjut dia.

2. Habibie merasa seorang diri

Detik-Detik Jelang Menjadi Presiden, Habibie: Saya Merasa Seorang DiriANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Ketika Habibie memikirkan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan, tiba-tiba terdengar suara dari ruangan yang gelap, “Pak Habibie, sudah hampir pukul 04.00 pagi dan Bapak belum tidur dan belum beristirahat, sementara acara Bapak sudah mulai pukul 07.00 pagi. Mohon Bapak beristirahat sejenak.”

Ruangannya sangat gelap, karena tidak ada lampu yang menyala kecuali sinar monitor komputer yang menerangi wajah Habibie, lalu ia bertanya, “Siapa yang berbicara?”

“Siap. Kolonel Hasanuddin, ADC (pengawal) Bapak,” jawab Hasanuddin, sambil menyinari wajah Habibie dengan lampu senter.

Habibie bertanya lagi, “Mengapa Kolonel belum tidur?”

“Siap, lagi dinas dan mohon Bapak istirahat sejenak,” jawab Hasanuddin.

Lalu, Habibie pun memutuskan segera beristirahat dan mengakhiri catatannya. Setelah itu, ia berdiri dan meninggalkan ruang kerjanya.

Mendapatkan jabatan sebagai seorang presiden, tentu dirasa berat bagi Habibie. Bahkan, seluruh catatan tentang kebijakan barunya dirahasiakannya lebih dulu dari orang-orang sekitar, termasuk istrinya. Sehingga, kala itu, Habibie merasa dirinya hanya seorang diri di dunia.

"Pertama kalinya dalam kehidupan saya, saya merasa seorang diri di dunia ini, dengan lingkungan yang ramah dan baik terhadap saya pribadi," ujar Habibie.

3. Catatan Habibie tentang kebijakannya

Detik-Detik Jelang Menjadi Presiden, Habibie: Saya Merasa Seorang DiriANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Di tengah kegundahannya itu, Habibie menuliskan beberapa catatan kecil. Kebijakan-kebijakan itu diambilnya melalui pemikiran yang panjang.

Berikut catatan-catatan kebijakan Habibie saat itu:

1. Saya harus banyak mendengar dan tidak boleh terbuka menceritakan kepada siapa saja, apa yang akan saya rencanakan dan lakukan. Termasuk kepada istri, anak, adik, keluarga, kawan dekat, dan sebagainya saya harus tertutup. Ini adalah keputusan yang harus saya ambil dan yang paling berat dilaksanakan, karena bertentangan dengan perilaku, karakter, dan sifat saya yang sangat bebas, terbuka, dan transparan;
2. Saya mewarisi bentuk institusi kepresidenan yang sangat berkuasa dalam lingkungan dan budaya feodal. Hal ini harus segera saya akhiri, tanpa memberi kesan yang dapat disimpulkan sebagai 'penguasa' yang lemah dan takut;
3. Tahanan politik harus segera saya lepaskan dan tidak boleh lagi terjadi bahwa orang yang bertentangan dengan pendapat atau rencana Presiden, harus dimasukkan ke dalam penjara, kecuali mereka yang terbukti telah melaksanakan tindakan kriminal;
- Kebebasan berbicara, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, dan kebebasan unjuk rasa harus segera dilaksanakan;
4. Saya menyadari dan dapat mengerti, jikalau yang pernah dirugikan dalam masa Orde Baru menilai negatif, bahkan bersikap anti kepada saya karena kedudukan dan kedekatan saya dengan kekuasaan selama hampir 25 tahun lamanya, serta menganggap saya ikut bertanggung jawab atas terjadi nya multikrisis yang kita hadapi. Oleh karena itu, sikap saya dalam menghadapi semua persoalan harus arif dan toleran demi persatuan dan kesatuan dua ratus juta lebih penduduk Indonesia;
5. DPR dan MPR harus diberi legitimasi yang kuat berdasarkan pemilu yang demokratis. Dan kesempatan terbuka untuk mendirikan partai politik apa saja, diperbolehkan asal tidak melanggar UUD 1945 dan Ketetapan MPR. Untuk itu saya harus berkonsultasi dengan MPR;
6. Sidang Istimewa MPR harus diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk memberi dasar hukum bagi reformasi dan pemilu yang dibutuhkan. Hanya dengan demikian, suatu revolusi dan khaos, yang bisa memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dicegah;
7. Saya harus segera mengikutsertakan para teknokrat yang berpengalaman, bersama secara proporsional wakil semua fraksi di MPR bekerja sebagai satu tim dalam kabinet, yang dalam waktu sesingkat-singkatnya harus dibentuk;
8. Semua kebijakan dan tindakan yang tepat dan berkualitas harus berlangsung rapi, transparan, dan konsisten dengan iktikad dan niat lebih cepat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, seiring dengan perubahan yang terus berkembang tiap detik;
9. Kemungkinan terjadinya pengambil alih kekuasaan oleh anggota ABRI minimal, karena tidak ada anggota pimpinan ABRI yang memiliki kharisma yang dapat diterima oleh semua angkatan, darat, udara, laut, dan polisi, untuk memimpin bangsa;
10. Semua dasar pemikiran, iktikad dan niat saya ini tidak boleh saya sampaikan kepada siapa pun juga, walau pun ditanya atau dipancing secara langsung atau tidak langsung.

Baca Juga: Kakaknya Diisukan Meninggal, Adik BJ Habibie: Kok Orang Iseng Gitu Ya

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya