Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?

Jokowi berkali-kali marah dan menegur menterinya

Jakarta, IDN Times - Fokus perhatian publik tiba-tiba pecah dari kasus virus corona ketika video rekaman pernyataan Presiden Joko "Jokowi" Widodo beredar pada Kamis,18 Juni 2020 lalu. Dalam video tersebut, Presiden ke-7 RI itu tampak marah besar kepada jajaran menterinya, bahkan sampai mengancam akan merombak (reshuffle) kabinet. 

Bak bola liar, isu soal reshuffle langsung menggelinding di tengah masyarakat. Banyak yang menebak apakah Jokowi benar-benar akan merombak kabinetnya atau ancaman itu hanya gimmick semata. Bahkan masyarakat sudah mulai memprediksi siapa-siapa saja menteri yang terancam di-reshuffle.

Jokowi sendiri marah dan mengancam bisa me-reshuffle kabinet, karena menilai kinerja menterinya tak ada kemajuan yang signifikan selama pandemik virus corona.

Tidak hanya ancaman itu, mimik wajah Jokowi juga menyita perhatian. Wajah pria asal Solo itu terlihat geram dan beberapa kali mengeluarkan nada tinggi disertai gerakan-gerakan tangan yang memperlihatkan kemarahannya.

Belum selesai masyarakat membahas teguran Jokowi itu, sang Presiden kembali murka. Dalam sebuah rapat terbatas, Jokowi menyindir para pembantunya yang bekerja 3 bulan di rumah malah seperti cuti.

Teguran yang bertubi-tubi itu pun membuat publik bertanya-tanya, apakah Jokowi akan benar-benar merombak kabinetnya atau teguran itu hanya gimmick atau mencari perhatian publik?

Baca Juga: Video Jokowi Ancam Reshuffle, Jengkel Kinerja Menteri Saat Pandemik

1. Tegur dan minta menteri memiliki sense of crisis

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?Rapat Terbatas yang dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (21/7/2020) (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Pernyataan Jokowi mulai disorot berawal dari arahannya di sidang kabinet paripurna yang digelar secara internal pada Kamis, 18 Juni 2020 lalu. Gemparnya gertakan Jokowi akan me-reshuffle menteri setelah Sekretariat Presiden mengunggah video arahan mantan Wali Kota Solo itu pada Minggu 28 Juni 2020, yaitu selang 10 hari setelah sidang kabinet paripurna digelar.

Dalam video berdurasi sekitar 10 menit itu, raut wajah Jokowi tampak marah. Beberapa kali nada suaranya tinggi. Mempertegas bahwa saat itu ia sedang jengkel pada kinerja para pembantunya itu. Bahkan Jokowi mengancam akan me-reshuffle menterinya.

"Bisa saja membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya," ujar Jokowi saat itu.

Para menterinya kala itu hanya terdiam. Beberapa ada yang berani menatap Jokowi, beberapa ada yang menunduk sambil menuliskan sesuatu di buku catatan mereka.

Jokowi sendiri geram karena selama tiga bulan terakhir, saat Indonesia berada dalam krisis akibat pandemik virus corona atau COVID-19, ia merasa para menterinya seakan tidak menyadari krisis itu.

"Kita juga mestinya semua yang hadir di sini sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung jawab kepada 267 juta penduduk Indonesia," kata Kepala Negara itu dengan nada tinggi.

"Ini tolong digarisbawahi dan perasaan itu tolong kita sama. Ada sense of crisis yang sama," lanjutnya lagi dengan nada yang masih tinggi.

Lebih lanjut, Jokowi juga menyoroti krisis ekonomi akibat pandemik yang tengah dihadapi dunia, termasuk Indonesia. Ia menginstruksikan agar kinerja para menteri tak seperti biasa untuk memulihkan masalah itu.

"Lah kalau saya lihat bapak, ibu dan saudara-saudara masih melihat ini sebagai masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extraordinary," tegas dia.

"Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya. Kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya," ucap Jokowi lagi.

2. Jokowi kesal selama masa pandemik COVID-19 menteri tak ada progres kerja yang signifikan

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?Rapat Terbatas yang dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (21/7/2020) (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Masih di waktu yang sama, dalam arahan di sidang kabinet paripurna itu, Jokowi blak-blakan soal kinerja para pembantunya. Dia menilai kinerja menterinya selama kurang lebih tiga bulan mengatasi pandemik tidak ada perubahan signifikan.

"Tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijkan yang biasa-biasa saja, menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini?" tegas Jokowi.

"Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extraordinary. Saya harus ngomong apa adanya, gak ada progres yang signifikan. Gak ada," tegurnya lagi.

Jokowi menilai, nihilnya progres signifikan dari kinerja para menteri ini terlihat dari lambatnya penyerapan belanja anggaran penanganan COVID-19. Salah satunya yang disinggung oleh mantan Wali Kota Solo ini adalah soal anggaran penanganan COVID-19 sektor kesehatan yang sudah disiapkan Rp75 triliun. Dari angka tersebut, baru 1,53 persen yang sudah diserap.

"Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya. Karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik. Saya beri contoh, bidang kesehatan itu dianggarkan Rp75 triliun, Rp75 triliun baru keluar 1,53 persen coba," ujar Jokowi.

Selain bidang kesehatan, Jokowi juga menyoroti penyaluran bantuan sosial sebagai jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang terdampak COVID-19. Menurut Jokowi, proses penyaluran bansos tersebut sudah lumayan, tapi dia meminta harusnya kinerja menterinya lebih dari itu.

"Bansos yang ditunggu masyarakat segera keluarkan. Kalau ada masalah lakukan tindakan-tindakan lapangan. Meskipun sudah lumayan, tapi baru lumayan. Ini extraordinary. Harusnya 100 persen," ungkap dia.

Tak hanya itu, Jokowi juga menyinggung bidang ekonomi. Dia meminta agar seluruh stimulus yang sudah disiapkan segara direalisasikan. Khususnya stimulus yang menyasar pelaku UMKM. 

"Usaha mikro, usaha kecil, menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi. Manufaktur, industri, terutama yang padat karya. Beri prioritas pada mereka supaya gak ada PHK. Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita," kata Jokowi.

3. Jokowi tegur Prabowo, Mendikbud, dan menteri lainnya minta mereka utamakan belanja produk dalam negeri

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?Jokowi tinjau food estate di Kalimantan Tengah (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Selang beberapa hari setelah ramainya isu reshuffle, Jokowi kembali menunjukkan amarahnya kepada para menteri. Ia lagi-lagi menyinggung bahwa menteri-menterinya tak memiliki rasa krisis di tengah pandemik COVID-19 saat ini. Sebab, ia merasa selama tiga bulan para menterinya bekerja dari rumah, tidak ada kinerja yang progresif, malah seperti cuti.

"Jangan sampai 3 bulan yang lalu kita menyampaikan bekerja dari rumah, work form home. Yang saya lihat ini kayak cuti malahan. Padahal pada kondisi krisis kita harusnya kerja lebih keras lagi," kata Jokowi dalam rapat terbatas, Selasa 7 Juli 2020.

Kemudian, ayah tiga anak itu memerintahkan seluruh kementerian dan lembaga agar menghentikan anggaran belanja untuk produk luar negeri. Sebaliknya, ia meminta agar seluruh belanja diprioritaskan pada belanja di dalam negeri.

Menurut Jokowi, dengan mempercepat belanja pemerintah, hal itu dapat menggerakkan perekonomian dalam negeri. Itu bisa menjadi kunci bagi pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemik virus corona. 

"Saya minta semuanya dipercepat, terutama yang anggarannya besar-besar. Ini Kemendikbud ada Rp70,7 triliun, Kemensos Rp104,4 triliun, Kemenhan Rp117,9 triliun, Polri Rp92,6 triliun, Kementerian Perhubungan Rp32,7 triliun," kata Jokowi.

Dia juga mengingatkan jajarannya agar bekerja berdasarkan konteks krisis, tidak seperti dalam keadaan normal. Ia juga wanti-wanti soal pembelanjaan pemerintah yang harus mengutamakan produk-produk dalam negeri.

"Misalnya di Kemenhan, bisa saja di DI (Dirgantara Indonesia), beli di Pindad, beli di PAL. Yang bayar di sini ya yang cash, cash, cash. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), beli produk dalam negeri. Saya kira Pak Menhan juga lebih tahu mengenai ini," tutur Jokowi.

"Saya kira belanja-belanja yang dulu belanja ke luar, direm dulu. Beli, belanja, yang produk-produk kita. Agar apa? Ekonomi kena trigger, bisa memacu growth kita, pertumbuhan (ekonomi) kita," lanjut sang Presiden.

4. Jokowi minta menteri tak hanya berikan laporan saat rapat, tapi ada tindakan

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?Infografik teguran Jokowi kepada menterinya (IDN Times/Arief Rahmat)

Belum reda isu menteri yang disebut Jokowi seperti cuti selama WFH, mantan Gubernur Jakarta itu kembali menegur para pembantunya. Kali ini teguran Jokowi itu disampaikan secara terbuka saat memberikan arahan dalam rapat terbatas penanganan COVID-19.

Suasana saat itu terlihat hening. Para menteri sibuk menunduk dan menulis arahan-arahan yang diberikan Jokowi. Presiden pun mulai memberikan arahan-arahan mengenai penanganan COVID-19. Namun, ada tekanan khusus saat ia meminta menterinya untuk tidak hanya memberikan laporan saja saat rapat terbatas, tetapi progres kerja yang ia lakukan.

"Saya harapkan nanti yang disampaikan adalah bukan laporan apa yang harus kita kerjakan, problem lapangannya apa dan pendek-pendek. Kita ingin ini segera bergerak di lapangan. Para menteri sekali lagi tidak perlu memberikan laporan," ucap Jokowi dengan nada tegas, dalam rapat terbatas, Senin 13 Juli 2020

5. Hanya waktu yang bisa menjawab apakah ancaman Jokowi serius atau gimmick semata

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?Rapat Terbatas Percepatan Pembangunan PSN Jalan Tol Trans Sumatra dan Tol Cisumdawu (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Setelah ancaman reshuffle dilontarkan Jokowi, publik pun bertanya-tanya apakah benar Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet ataukah hanya gertakan semata?

Direktur Eksekutif  Indonesia Politican Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, perkataan Jokowi apakah hanya sebatas ancaman atau berujung pada tindakan, bisa dilihat ke depannya. Bisa saja, ujar Ujang, pernyataan Jokowi itu hanya gimmick atau retorika untuk membuat masyarakat kembali percaya kepada pemerintah.

"Jawabannya nanti ke depan. Jika ada reshuffle, artinya Jokowi benar-benar marah. Tapi kalau tidak ada reshuffle, itu artinya sedang melakukan retorika atau pencitraan. Jadi hanya waktu yang akan bisa menjawab," ujar Ujang saat dihubungi IDN Times, Senin 29 Juni 2020.

Melihat ancaman yang dilayangkan oleh Jokowi itu, Ujang pun memprediksi akan ada beberapa menteri yang akan diganti. Seperti Menteri Sosial Juliari Batubata, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

"Ketika Menteri Sosial terkait bansos bermasalah di lapangan, terkait data penerimanya, lalu Menteri Tenaga Kerja karena banyak PHK, apa solusinya menangani PHK ini. Banyak orang susah, apa yang dia lakukan," tutur Ujang.

Untuk Mendikbud sendiri, Ujang menuturkan, harus ada beberapa evaluasi yang dilakukan. Menurutnya, masyarakat pernah memiliki harapan besar dengan adanya menteri muda di kabinet, namun karakter leadership dari Nadiem dinilai tak keluar hingga saat ini.

"Banyak yang dievaluasi dari Nadiem itu. Banyak tuntutan dari rektor untuk mundur. Terakhir tim ekonomi, bagaimana pun tergantung Pak Jokowi untuk reshuffle, dia katakan ekonomi goncang ini harus diperbaiki," lanjutnya.

Mengenai ancaman Jokowi itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan bahwa Joowi memberikan peringatan agar para menteri tidak bekerja seperti biasa dan harus ada terobosan. Sebab, Jokowi juga sudah sering memperingatkan agar bekerja dengan terobosan baru, namun kinerja menterinya tetap tak sesuai harapan.

"Presiden beberapa kali katakan ini dan masih ada beberapa di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan beliau, maka penekanan saat ini lebih keras," ujar Moeldoko di Gedung Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta Pusat, Senin 29 Juni 2020.

Moeldoko menyampaikan, para menteri dan kepala lembaga harus memiliki pandangan dan semangat yang sama dalam mengatasi COVID-19.

"Untuk itu diingatkan, ini peringatan ke sekian kali. Peringatannya adalah ini situasi krisis yang perlu ditangani secara luar biasa," katanya.

"Agar persoalan COVID pendekatan kesehatan sebagai prioritas, dan pendekatan sosial ekonomi keuangan betul-betul bisa terakselerasi dengan baik dan cepat. Kenyataannya ada sektor yang masih lemah," tutur Moeldoko.

6. Para menteri siap dan pasrah jika di-reshuffle

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?tjahjokumolo.com

Menyoal ancaman reshuffle tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan siap jika harus di-reshuffle oleh Presiden Jokowi.

"Kita harus sepakat namanya menteri ya pembantu Presiden. Siap-siap saja kalau besok dicopot, ya harus siap," kata Tjahjo di Mata Najwa, Rabu, 1 Juli 2020.

Menanggapi marah-marahnya Jokowi, Tjahjo menganggap itu ditujukan ke dirinya sebagai evaluasi diri dan tidak peduli dengan spekulasi reshuffle ke menteri lainnya.

"Bagi saya, yang beliau sampaikan ya saya anggap ditujukan ke saya," ujar Tjahjo.

"Habis rapat kabinet saya kumpulkan eselon 1 dan 2 kemudian kami evaluasi bagian mana yang belum optimal," sambungnya.

Sementara itu, Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menyatakan pasrah dan menghargai hak prerogatif Presiden Jokowi untuk membubarkan lembaga atau reshuffle menteri.

"Kewenangan Presiden untuk mengangkat dan memberhentikan menteri," kata Abdul Halim.

"Saya sudah bekerja maksimal, percepatan juga sudah maksimal," sambungnya.

7. Hanya dalam beberapa hari, Pratikno sebut kerja menteri meningkat, tak perlu ada reshuffle

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?Menteri Sekretariat Negara RI, Pratikno (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Ibarat kebakaran besar dan langsung dipadamkan oleh Tim Pemadam Kebakaran, Menteri Sekretaris Negara Pratikno pun datang dengan cepat. Saat isu reshuffle ramai dibahas, ia langsung memadamkan isu tersebut.

Selang beberapa hari setelah keributan isu reshuffle dan amukan Jokowi pada menterinya, Pratikno mengatakan bahwa teguran keras yang diberikan Jokowi membuat kinerja para menteri meningkat dalam waktu beberapa hari. Teguran itu juga langsung membuat serapan anggaran di sejumlah kementerian/lembaga meningkat.

“Dalam waktu yang relatif singkat kita melihat progres yang luar biasa di kementerian/lembaga antara lain bisa dilihat dari serapan anggaran yang meningkat, program-program yang sudah mulai berjalan,” kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin 6 Juli 2020.

Pratikno menilai, para menteri telah menjalankan arahan Presiden dengan baik. Oleh karena itu, ia menilai tidak ada urgensi mendasar untuk segera melakukan perombakan atau reshuffle kabinet.

Ia menegaskan, isu reshuffle kabinet sudah tidak lagi relevan jika kinerja para menteri telah sesuai dengan harapan presiden dan masyarakat luas. Dia juga meminta kepada seluruh pihak untuk tidak lagi membahas persoalan itu.

“Jadi jangan ribut lagi reshuffle karena progress kabinet berjalan dengan bagus. Kami fokus untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan dan permasalahan ekonomi yang menjadi ikutan luar biasa dari pandemik COVID-19,” katanya.

8. Jokowi: Saya bukan marah-marah pada menteri, tapi memotivasi

Gertakan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet, Beneran atau Hanya Gimmick?Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan

Jokowi sendiri mencoba meredakan suasana dengan mengatakan, tegurannya kepada para menteri bukan karena marah, melainkan sebagai bentuk motivasi agar para menteri bisa bekerja lebih keras lagi di tengah pandemik COVID-19 ini.

"Saya minta para menteri untuk bekerja keras, tapi kalau mintanya dengan nada yang berbeda untuk memotivasi para menteri bekerja lebih keras lagi, bukan marah, memotivasi agar lebih keras lagi bekerjanya," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin 13 Juli 2020.

Jokowi lalu menyampaikan prediksinya bahwa puncak virus corona atau COVID-19 di Indonesia, akan terjadi pada Agustus atau September mendatang. Sebab, pada Senin 13 Julisaja, kasus virus corona di Indonesia sudah mencapai 76.981 kasus.

"Kalau melihat angka-angka memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September, perkiraan terakhir. Tapi kalau kita tidak melakukan sesuatu, ya bisa angkanya berbeda," ujar Jokowi.

Baca Juga: Istana: Hasil Tes Swab Presiden Jokowi Negatif COVID-19

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya