Jokowi Disebut Bisa Intervensi Tuntutan Kasus Novel, Ini Kata Istana

Jokowi tak bisa intervensi ranah penegakan hukum

Jakarta, IDN Times - Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tengah menjadi sorotan publik. Sebab, masyarakat menilai bahwa tuntutan satu tahun yang diberikan kepada pelaku penyiraman air keras dirasa tak masuk akal.

Komitmen Presiden Joko "Jokowi" Widodo terhadap kasus Novel pun kembali dipertanyakan. Mengenai tuntutan tersebut, Istana pun menyebut bahwa Presiden Jokowi tak bisa intervensi pada penegakan hukum karena itu menjadi ranah independesi lembaga.

"Dalam tahap persidangan yang sedang berjalan pada saat ini, harus dipahami bahwa presiden sebagai eksekutif tidak dapat melakukan intervensi atas kewenangan yudikatif," kata Juru Bicara Presiden Jokowi Bidang Hukum, Dini Purwono, saat dihubungi IDN Times, Jumat (19/6).

Tak sependapat dengan Istana, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan Presiden Jokowi justru bisa mengintervensi tuntutan hukum pada kasus kekerasan yang mendera penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Mengenai hal itu, apa tanggapan Istana?

1. Istana katakan Presiden tak bisa intervensi tuntutan JPU

Jokowi Disebut Bisa Intervensi Tuntutan Kasus Novel, Ini Kata IstanaStaf Khusus Presiden RI, Dini Purwono (Twitter/@dini_purwono)

Dini mengatakan, Presiden bisa melakukan evaluasi terhadap kementerian atau lembaga yang ada di bawahnya. Namun, dalam perkara hukum Presiden tidak bisa melakukan intervensi.

"Tidak bisa Presiden intervensi tuntutan JPU. Itu adalah bagian dari analisis dan kesimpulan JPU dalam proses pemeriksaan yang berada dalam ranah yudikatif," jelas Dini.

Baca Juga: Novel Baswedan: Banyak Keanehan di Persidangan Kasus Penyerangan Saya

2. Istana sebut segala keputusan diberikan kepada Majelis Hakim

Jokowi Disebut Bisa Intervensi Tuntutan Kasus Novel, Ini Kata IstanaStaf Khusus Presiden RI, Dini Purwono (Twitter/@dini_purwono)

Dalam tahap ini, lanjutnya, menjadi tugas dari Majelis Hakim untuk memutus perkara dengan seadil-adilnya dan secara profesional dengan memperhatikan argumen JPU, serta bukti-bukti yang disampaikan selama proses persidangan.

"Kita semua tahu bahwa secara prosedur Majelis Hakim bisa memutus berbeda dari apa yang dituntut oleh JPU. Sudah banyak juga preseden di mana Majelis Hakim memutus dan memberikan hukuman lebih berat dari apa yang dituntut JPU (ultra petita)," tutur Dini.

"Jadi sekali lagi, kita hormati proses hukum yang sedang berjalan," kata dia menyambungkan.

3. Jokowi harap Majelis Hakim bisa memutus perkara dengan adil

Jokowi Disebut Bisa Intervensi Tuntutan Kasus Novel, Ini Kata IstanaDok. Biro Pers Kepresidenan

Dini menuturkan, komitmen Jokowi terhadap penegakan hukum di Indonesia tidak berubah. Ia mengatakan, Jokowi percaya pada independensi lembaga penegakan hukum yang dimiliki negara.

"Pada tahap penyidikan kasus Novel Baswedan presiden bahkan menetapkan target khusus pada Polri, di mana Presiden meminta proses penyidikan dilakukan secara serius dan bisa dituntaskan dalam hitungan hari," ucap Dini.

Ia menambahkan, Jokowi menghormati proses hukum yang sedang berjalan, di mana orang nomor satu di Indonesia itu berharap Majelis Hakim akan memutus perkara dengan adil.

"Presiden yakin bahwa Majelis Hakim akan memperhatikan dengan cermat pasal pidana yang didakwakan dan keakuratan serta kelengkapan bukti-bukti selama proses pemeriksaan, sehingga rasa keadilan dapat terpenuhi," ungkap Dini.

4. Pakar hukum tata negara sebut Jokowi bertanggung jawab hingga ranah penuntutan

Jokowi Disebut Bisa Intervensi Tuntutan Kasus Novel, Ini Kata IstanaNgobrol seru by IDN Times dengan tema "Keadilan dan Penegakan Hukum Kasus Novel Baswedan" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Sebelumnya, Bivitri mengatakan Presiden Jokowi bertanggung jawab dalam kasus Novel hingga proses penuntutan. Sebab, kejaksaan dan kepolisian bertanggung jawab langsung kepada kepala pemerintahan. Sementara, keputusan hakim adalah ranah yudikatif yang memang tidak boleh diintervensi Presiden.

Dengan kata lain, kata Bivitri, apa pun tuntutan jaksa akan berdampak terhadap nama baik Presiden.

“Dengan segala kewenangan konstitusionalnya, Presiden bisa melakukan rapat terbatas dengan Jaksa Agung dan Kepolisian, dengan tujuan koordinasi, untuk bilang kejaksaan, 'kamu harus serius loh dalam kasus ini, nama saya dipertaruhkan'. Jadi tidak bisa dikatakan betul-betul totally gak boleh dibilangin (diintervensi) apa-apa,” kata Bivitri dalam webinar yang diselenggarakan IDN Times, Selasa (16/6).

Bivitri memiliki dua catatan penting terkait indepedensi kekuasaan kehakiman. Pertama, indepedensi kekuasaan kehakiman tidak berarti penegakan hukum tidak boleh diintervensi Presiden, melainkan Presiden tidak bisa mengawasi proses atau mendikte keputusan hakim.

“Ketika hakim hendak memutuskan, Presiden tidak boleh bilang ‘hakim, kamu memutuskan kasus A begini ya’. Itu gak boleh,” kata dia, mencontohkan.

Catatan kedua, lanjut Bivitri, dalam konteks hak asasi manusia (HAM), negara harus proaktif. Negara bukan saja mematuhi prinsip-prinsip HAM, tapi juga harus melindunginya. Dia mencontohkan bagaimana presiden menggunakan kekuasaannya dalam menunda hukuman mati Mary Jane dan menurunkan amnesti bagi Baiq Nuril.

“Hak (HAM) itu harus dilindungi secara aktif oleh kepala pemerintahan. Dalam wewenang ketatanegaraan, kepala pemerintahan bisa melakukan instruksi-instruksi kepada bawahannya,” kata Bivitri.

Baca Juga: Kasus Novel Baswedan, Pakar Hukum: Presiden Jokowi Bisa Mengintervensi

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya