Kemenristek Siapkan Paspor Sehat untuk Lacak Orang yang Positif Corona

Satgas sebut 3 faktor kenapa kasus COVID-19 masih tinggi

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menyampaikan bahwa Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) tengah mengembangkan pembuatan paspor kesehatan. Paspor tersebut akan membantu pelacakan COVID-19 di Indonesia agar lebih efektif lagi.

"Program Health Passport merupakan bentuk kolaborasi yang baik antara Satgas COVID-19 dengan Kemenristek BRIN," ucap Wiku dalam keterangan persnya yang disiarkan di channel YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (24/9/2020).

1. Penambahan kasus COVID-19 per 24 September 2020 sebanyak 4.634

Kemenristek Siapkan Paspor Sehat untuk Lacak Orang yang Positif CoronaSeorang warga yang tidak mengenakan masker melintas, di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (8/9/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Wiku juga menyampaikan perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia. Per 24 September 2020, Wiku mengatakan penambahan kasus mencapai 4.634 kasus.

"Ini adalah angka yang besar setelah beberapa hari kasus penambahan positif setiap hari adalah di atas 4.000. Kami mohon jangan menunggu sampai 5.000 (per hari) untuk disiplin protokol kesehatan," kata Wiku.

Sementara, jumlah kasus aktif mencapai 60.064 atau 22,9 persen, di mana angka dunia adalah 23,16 persen. Sedangkan jumlah kasus sembuh kumulatif yaitu 191.853 atau 73,2 persen, di mana kasus sembuh dunia adalah 73,77 persen.

"Sedangkan kumulatif jumlah kasus meninggal adalah 10.105 dengan angka 3,9 persen, di mana dunia persentase meninggalnya adalah 3,05 persen," papar Wiku.

Baca Juga: Satgas: Testing COVID-19 di RI Sudah 62 Persen Menuju Standar WHO 

2. Wiku sebut masyarakat saat ini semakin lalai dan tak ada empati dengan COVID-19

Kemenristek Siapkan Paspor Sehat untuk Lacak Orang yang Positif CoronaJuru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito (Dok.Biro Pers Kepresidenan)

Wiku menjelaskan bahwa kenaikan kasus bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, karena memang masyarakat belum disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan.

"Dan hal ini diperburuk dengan perilaku masyarakat yang masih sering berkerumun sehingga meningkatkan risiko penularan," ujar Wiku.

Lalu faktor kedua lantaran masyarakat disebutnya semakin lengah dan mengabaikan protokol kesehatan. Bahkan, tambah Wiku, masyarakat seakan tidak memiliki empati saat melihat banyak yang terpapar virus corona.

"Masyarakat seolah tidak memiliki empati meski telah menyaksikan begitu banyak korban yang muncul setiap hari menjadi kasus positif COVID-19," ucap Wiku.

3. Wiku sebut masyarakat masih banyak yang takut lakukan testing karena adanya stigma negatif

Kemenristek Siapkan Paspor Sehat untuk Lacak Orang yang Positif CoronaJuru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito di Kantor Presiden, Kamis (27/8/2020) (Dok.Biro Pers Kepresidenan)

Faktor ketiga, lanjut Wiku, sebagian besar masyarakat masih takut untuk melakukan testing ketika memiliki gejala. Dia menilai, ketakutan masyarakat tersebut karena adanya stigma negatif tentang orang yang terpapar COVID-19. Selain itu, masyarakat juga masih takut dengan potensi biaya yang tinggi dalam perawatan pas

"Di sini kami imbau masyarakat tidak memandang negatif kepada mereka yang positif COVID. Karena penyakit ini bukan penyakit yang memalukan. Siapa pun yang terkena COVID harus kita bantu dan kita sembuhkan," tutur Wiku.

"Dan tidak usah khawatir terhadap biaya perawatan karena seluruhnya ditanggung oleh pemerintah, baik dengan BPJS mau pun tidak dengan BPJS," dia menambahkan.

Baca Juga: Satgas COVID-19: Pemda, Hati-hati Klaster Pengungsian di Musim Hujan!

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya