Marak 'People Power', Agum Gumelar Bandingkan dengan Tahun 1998

Agum meminta masyarakat tenang

Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Agum Gumelar menanggapi tentang gerakan 'people power' yang dianggap upaya untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Agum pun membandingkan seruan revolusi di tahun 1998. Menurut Agum, di tahun 1998, seruan revolusi diarahkan kepada rezim yang otoriter. Dan di pemerintahan Jokowi berbeda.

1. Revolusi diarahkan hanya kepada penjajah dan rezim yang otoriter

Marak 'People Power', Agum Gumelar Bandingkan dengan Tahun 1998

Agum menjelaskan, revolusi hanya diarahkan kepada dua hal. Pertama, kepada kaum penjajah untuk merebut kemerdekaan. Dan kedua, pernyataan tersebut diungkapkan kepada rezim yang otoriter dan diktator, di mana mayoritas masyarakat Indonesia sangat tidak menyukai pemerintahan tersebut.

"Tapi kita lihat sekarang ini, dong. Pak Jokowi ini Presiden dengan pemerintahannya, di mata masyarakat kita, 70 persen lebih puas dengan apa yang dikerjakan," kata Agum di Komplek Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (10/5).

Baca Juga: Wantimpres Agum Gumelar Dilaporkan ke Bareskrim Polri 

2. Agum membandingkan gerakan gulirkan pemerintahan di tahun 1998

Marak 'People Power', Agum Gumelar Bandingkan dengan Tahun 1998Dok. IDN Times/Istimewa

Sehingga, lanjut Agum, apabila ingin menggulirkan pemerintahan Jokowi dengan cara-cara seperti gerakan 'people power', tidak akan bisa. Berbeda pada tahun 1998, tambah dia, mayoritas masyarakat mengungkapkan ketidakpuasan dengan kondisi saat pemerintahan Soeharto.

Maka, kata Agum, muncullah gerakan dari para mahasiswa untuk menggulirkan Presiden Soeharto. Namun, hal itu juga dibuktikan dengan krisis yang terjadi di tahun 1998, seperti krisis moneter. Sehingga, gerakan menggulirkan pemerintah itu ada pemicunya.

"Kalau sekarang, sekali lagi, rakyat dengan keadaan cukup puas terhadap apa yang dikerjakan pemerintah. Pengakuan itu ada dari masyarakat. Terbukti juga dari hasil Pilpres," terang Agum.

"Jadi sangat sulit untuk bisa mengatasnamakan rakyat untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak konstitusional. Jadi, syarat pertama saja sudah tumbang," sambungnya.

3. Agum: Ada pihak yang cukup intens memecah belah TNI-Polri

Marak 'People Power', Agum Gumelar Bandingkan dengan Tahun 1998IDN Times/Galih Persiana

Agum menerangkan bahwa masyarakat saat ini tidak perlu khawatir selama TNI dan Polri solid. Menurut dia, solidnya TNI dan Polri adalah salah satu kunci agar Indonesia tetap bersatu dan kokoh.

"Sebesar apa pun ancaman terhadap negeri ini, selama TNI-Polri solid, tidak akan mampu menggoyang kita. Di sini perlu upaya agar Panglima TNI dengan Kapolri terus bersinergi sampai ke tingkat paling bawah," ucap Agum.

Agum menambahkan, upaya memecah belah TNI dan Polri juga cukup intens dilakukan beberapa pihak agar membuka peluang mereka untuk bergerak.

"Upaya memecah belah TNI dan Polri itu sangat intens dilakukan kelompok-kelompok yang menginginkan situasi kondisi sedemikian rupa, sehingga memungkinkan mereka untuk bergerak," kata dia.

4. Agum berpesan agar TNI dan Polri tetap solid

Marak 'People Power', Agum Gumelar Bandingkan dengan Tahun 1998IDN Times/Galih Persiana

Dan Agum pun meminta agar TNI dan Polri tidak terhasut oleh upaya pihak-pihak yang sengaja memecah belah keduanya. Ia berpesan agar TNI dan Polri tetap solid.

"Jadi masyarakat sudahlah, tidak usah khawatir. Selama TNI-Polri solid dan itu dilakukan oleh sekelompok saja, bukan mayoritas. Kalau people power itu harus 80 persen lebih rakyat tidak puas, harus begitu. Ini gak, ini jauh. Ini sebatas ekspresi ketidakpuasan," ungkapnya.

Baca Juga: BPN Pilih Lapor Dugaan Kecurangan ke Bawaslu Ketimbang People Power

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya