Pernyataan Kontradiktif Presiden Jokowi selama Pandemik COVID-19

Salah satunya soal fokus penanganan kesehatan dan ekonomi

Jakarta, IDN Times - Selama masa pandemik, Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah mengeluarkan begitu banyak kebijakan. Semua pernyataannya dalam penanganan virus corona atau COVID-19 juga tak pernah luput dari sorotan publik.

Dan dari berbagai dokumentasi yang ada di media, beberapa pernyataan-pernyataan Jokowi berbeda-beda dan beberapa kali menimbulkan kebingungan di masyarakat. Kali ini, IDN Times akan mengulik kembali pernyataan-pernyataan Jokowi selama pandemik.

1. Jokowi meminta masyarakat di rumah saja pada Maret, sebelum mengajak masyarakat untuk aktif beraktivitas pada Mei

Pernyataan Kontradiktif Presiden Jokowi selama Pandemik COVID-19Presiden Jokowi saat memimpin Pelantikan Para Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia pada Senin (14/9/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Jika memutar kembali waktu saat awal pandemik, kala itu Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk melakukan aktivitasnya di dalam rumah. Tepat pada 15 Maret 2020, masyarakat diminta sementara waktu mengisolasi diri dengan melakukan berbagai kegiatan secara mandiri di rumah.

“Dengan kondisi ini, saatnya kita bekerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah,” kata Jokowi di Istana Bogor, Minggu (15/3).

Jokowi menegaskan, dengan adanya momentum tersebut, masyarakat dapat saling menunjukkan rasa persatuan dan kesatuan di dalam situasi yang genting seperti sekarang ini.

“Inilah saatnya bekerja bersama-sama, saling tolong menolong dan bersatu padu, gotong royong. Kita ingin ini menjadi gerakan masyarakat agar masalah COVID-19 ini tertangani dengan maksimal,” harapnya.

Seiring berjalannya waktu dan pandemik masih terus melanda Indonesia, mantan Gubernur DKI Jakarta itu membuat pernyataan baru. Pada 15 Mei 2020, Jokowi meminta masyarakat kembali beraktivitas di tengah pandemik COVID-19.

Jokowi meminta masyarakat untuk kembali produktif walau pun di tengah wabah virus corona. Ia mengatakan, pada akhirnya masyarakat tetap bisa beraktivitas dan hidup berdampingan dengan COVID-19.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) sendiri sebelumnya sempat mengatakan bahwa virus corona kemungkinan tidak akan pernah hilang dari kehidupan manusia sama seperti penyakit lain yang disebabkan oleh virus seperti flu dan sejenisnya.

"Kehidupan masyarakat berjalan, tapi kita juga harus bisa menghindarkan diri dari COVID-19 dengan cara tadi, cuci tangan setelah beraktivitas, jaga jarak yang aman, dan pakai masker," kata Jokowi kala itu.

Baca Juga: Hadapi COVID-19, Jokowi: Perbanyak Zikir, Sedekah, Taubat Pada Allah 

2. Istilah new normal atau normal baru yang pernah dikatakan Jokowi

Pernyataan Kontradiktif Presiden Jokowi selama Pandemik COVID-19Dok. Biro Pers Kepresidenan

Selain pernyataan soal produktivitas masyarakat, pernyataan Jokowi soal new normal juga sempat jadi sorotan publik. Pada 15 Mei 2020, Jokowi meminta masyarakat untuk kembali produktif. Saat itu juga, Jokowi menyebut tentang Indonesia yang harus siap dengan new normal atau normal baru di tengah pandemik.

“Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru. Tapi, kehidupan yang berbeda itu bukan kehidupan yang penuh pesimisme atau ketakutan," kata dia. 

Tetapi, diksi 'new normal' kemudian disalahartikan oleh sebagian besar masyarakat. Dengan kata new normal atau normal baru tersebut, masyarakat banyak yang beranggapan bahwa pandemik sudah berakhir dan mulai mengabaikan protokol kesehatan.

Karena suasana itu, akhirnya Juru Bicara Pemerintah dalam Penanganan COVID-19 yang kala itu masih dijabat oleh Achmad Yurianto, menyebutkan bahwa pemerintah memang salah menggunakan diksi new normal atau normal baru.

“Karena kan selalu dikatakan 'new' nya dihilangkan, sehingga tinggal normalnya aja. Masyarakat tahunya 'oh sudah normal'," kata Yurianto kepada IDN Times melalui telepon pada Jumat, 10 Juli 2020. 

Istilah 'new normal' digunakan oleh sejumlah negara sebagai exit strategy dalam menghadapi pandemik COVID-19. Sementara oleh Presiden Jokowi, ia turut menambahkan diksi 'berdamai dengan corona' sebagai bagian dari kehidupan normal baru kala itu.

Setelah ramainya salah arti dari penggunaan diksi tersebut, akhirnya pemerintah sepakat mengganti kata 'normal baru' dengan 'adaptasi kebiasaan baru'. Kata adaptasi kebiasaan baru pun digunakan oleh pemerintah hingga saat ini.

3. Jokowi minta jajarannya utamakan penanganan kesehatan di atas ekonomi

Pernyataan Kontradiktif Presiden Jokowi selama Pandemik COVID-19Dok. Biro Pers Kepresidenan

Selanjutnya adalah pernyataan Presiden Jokowi baru-baru ini. Pada sidang kabinet paripurna yang digelar Senin, 7 September 2020, Jokowi mengatakan bahwa penanganan COVID-19 harus diutamakan.

Pria yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Solo itu menyampaikan masalah COVID-19 harus ditangani dengan baik. Hal itu merupakan syarat utama agar perekonomian Indonesia bisa kembali membaik.

"Masalah kesehatan ini harus betul-betul tertangani dengan baik. Karena memang kita ingin secepat-cepatnya restart di bidang ekonomi," ujar Jokowi yang disiarkan langsung di channel YouTube Sekretariat Presiden.

Menurut Jokowi, jangan sampai pemerintah me-restart aktivitas perekonomian saat penyebaran COVID-19 belum berhasil ditangani dengan baik.

"Jangan sampai kita urusan kesehatan, urusan COVID ini belum tertangani dengan baik kita sudah restart di bidang ekonomi. Ini juga sangat berbahaya," kata Jokowi.

Di hadapan jajarannya, orang nomor satu di Indonesia itu mengingatkan tentang kesehatan yang menjadi kunci perekonomian Indonesia. Sehingga, kesehatan harus diatasi dengan baik, jika ingin pertumbuhan ekonomi baik juga.

"Yang perlu saya ingatkan, sekali lagi bahwa kunci dari ekonomi kita agar baik adalah kesehatan yang baik," kata Jokowi.

Perkataan Jokowi itu berbeda dengan pernyataan sebelumnya yang meminta jajarannya untuk mengatasi masalah kesehatan dan ekonomi secara seirama. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menyampaikan agar gas dan rem antara kesehatan dan ekonomi harus seimbang. Namun, setelah tren kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat dalam periode Agustus-September, Jokowi meminta kesehatan diutamakan.

Saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke berbagai daerah, Jokowi selalu mengingatkan para Kepala Daerah untuk memainkan gas dan rem. Seperti saat kunjungannya ke Jawa Barat, ia mengingatkan pentingnya Kepala Daerah di Jawa Barat menerapkan prinsip gas dan rem untuk menangani persoalan kesehatan dan ekonomi karena pandemik COVID-19.

"Urusan kesehatan dan ekonomi ini dua hal yang sama-sama penting, tidak bisa kita hanya mengurusi urusan COVID-19, urusan kesehatan, tapi urusan ekonominya tidak diurus karena akan menimbulkan masalah sosial ekonomi di masyarakat. Berulang saya sampaikan gas dan rem oleh Bupati, Wali Kota, Gubernur, agar manajemennya dikendalikan dengan baik," kata Jokowi di Jawa Barat, Selasa 11 Agustus 2020.

Jokowi menyampaikan hal yang sama di Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis 25 Juni 2020.

Saat itu Jokowi mengatakan, "Dalam mengelola manajemen krisis ini, rem dan gas ini harus betul-betul seimbang, tidak bisa kita gas di urusan ekonomi tetapi kesehatannya menjadi terabaikan, tidak bisa juga kita konsentrasi penuh di urusan kesehatan tetapi ekonominya menjadi sangat terganggu. Gas dan rem inilah yang selalu saya sampaikan kepada Gubernur, Bupati, Wali Kota ini harus pas betul, ada balance, ada keseimbangan sehingga semuanya dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan.".

Baca Juga: Jokowi Dorong Pemda Terapkan Pembatasan Skala Mikro, Efektifkah?

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya