Berjuang Dampingi Orang Gangguan Jiwa, Triana: Aku Manusia Mereka Juga

Triana hanya ingin stigma masyarakat pada ODMK berubah

Jakarta, IDN Times - Stigma negatif masyarakat pada orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) menggerakkan hati Triana Rahmawati untuk membangun Griya Schizofren. Pada Oktober 2014, wanita yang akrab disapa Tria ini membangun Griya Schizofren untuk ODMK yang membutuhkan pendampingan.

Niat mulia Triana berbuah manis. Kini, Griya Schizofren telah memiliki 80 relawan. Kegigihannya untuk memberikan pendampingan pada OMDK ini semata-mata hanya untuk memutus rantai stigma negatif masyarakat.

“Bagaimana cara membangun (perhatian) masyarakat kepada mereka, dan bagaimana caranya meningkatkan kepedulian secara tindakan,” kata Tria saat wawancara dengan IDN Times, baru-baru ini.

Menurut Tria, stigma negatif masyarakat pada ODMK bisa dilawan. Ia mengibaratkan menghargai ODMK di tengah masyarakat seperti para penyandang disabilitas diterima menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Kayak sekarang, difabel bisa bekerja sebagai ASN dan kayak berbarengan, bersama-sama dengan orang lain dan orang lain melihat dia bukan melulu dari fisik tapi juga dari prestasi,” ucap dia.

“Nah, itu kan butuh waktu yang lama ya, artinya jadi perjuangan kita tuh gak sebentar untuk mencapai itu. Jadi karena perjuangannya itu butuh panjang dan masanya itu panjang, jadi kita harus satu,” sambung Tria.

Lalu, bagaimana perjuangan Tria selama melakukan pendampingan bagi ODMK?

1. Berawal dari ejekan masyarakat pada ODMK, hati Tria tergerak untuk membentuk Griya Schizofren

Berjuang Dampingi Orang Gangguan Jiwa, Triana: Aku Manusia Mereka JugaKegiatan griya schizofren milik Triana (Dok. Triana Rahmawati)

Niat mulia Tria itu berawal saat ia masih duduk di bangku kuliah di Universitas Negeri Solo (UNS). Saat itu, ia memang tinggal di sebuah kos yang lokasinya dekat dengan panti rehabilitasi untuk ODMK.

Mendengar orang-orang sekitar panti yang selalu memandang sebelah mata para ODMK, membuat Tria miris. Dia heran stigma negatif masyarakat terhadap ODMK masih melekat erat.

“Dari situ aku mulai cari tahu tentang masalah kejiwaan, tentang panti-panti yang ada di Solo, tentang apa yang bisa aku lakukan sebagai masyarakat awam, karena aku juga background-nya sosiologi ya, tidak belajar tentang masalah kejiwaan,” ungkap Tria.

Tak hanya itu, Tria pun mencari tahu tentang aktivitas-aktivitas apa saja yang bisa dilakukan dengan ODMK. Dia juga belajar bagaimana membangun stigma positif soal ODMK di tengah masyarakat.

“Bagaimana cara membangun masyarakat kepada mereka, dan bagaimana caranya meningkatkan kepedulian secara tindakan dari anak muda yang aku waktu itu merasa bonus demografi 2020 itu bisa dimanfaatkan untuk memutus rantai stigma, gitu,” ucapnya.

Baca Juga: Kemenkes: 20 Persen Orang Indonesia Berpotensi Mengalami Gangguan Jiwa

2. Memperlakukan ODMK sama seperti manusia lainnya

Berjuang Dampingi Orang Gangguan Jiwa, Triana: Aku Manusia Mereka JugaKegiatan griya schizofren milik Triana (Dok. Triana Rahmawati)

Tak mudah memang mempelajari sesuatu yang baru. Hal ini juga dirasakan Tria. Apalagi mempelajari tentang masalah kesehatan mental, memang membutuhkan waktu. Karena itu, Tria harus banyak belajar saat awal-awal merintis Griya Schizofren.

“Aku tuh juga karena waktu itu orang awam ya, jadi gak ada bayangan. Pokoknya berusaha untuk mengenali mereka itu dengan tindakan langsung, jadi kayak membangun pengalaman bersama untuk mempelajari gimana sih mereka kebiasaannya, apa yang mereka sukai, apa yang gak disukai,” ceritanya.

Tria tak mau menyerah menghadapi kendala yang ada. Sedikit demi sedikit dia mulai mempelajari karakter ODMK. Bahkan, ia harus banyak menghabiskan waktu berinteraksi dengan mereka untuk mengenali secara langsung. Dia melakukan semua ini dengan senang hati. Dia tidak melihat ODMK sebagai beban.

“Aku gak pengen membebani interaksi itu dengan sifatnya itu kayak aku yang lebih paham penyakit dan mereka yang lagi sakit. Tapi interaksinya, manusia dia manusia, aku manusia punya mulut, dia punya mulut bisa ngobrol, bisa interaktivitas, bisa cerita kayak gitu aja dulu,” kata dia.

Belajar dari interaksi secara langsung dengan ODMK, membuat Tria mulai memahami karakter mereka. Sedikit demi sedikit, dia mulai menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa ODMK itu tidak berbahaya dan masyarakat tidak perlu takut kepada mereka.

“Jadi, biasanya orang-orang kayak gitu itu takut. Nah, orang-orang yang takut itu aku ceritain pengalaman pribadi gitu. Jadi aku bilang ‘nih loh aku gak kenapa-kenapa loh, mereka gak nyakitin kamu kok, gak apa-apa ini. Ayo ikut aku yuk terus nanti kamu lihat sendiri mereka tuh kayak gimana’,” kenang Tria, saat memulai menyosialisasikan kepada masyarakat.

“Jadi cerita ku itu yang ku jadikan campaign ke orang lain untuk mengajak orang lain datang dan berinteraksi sama mereka,” lanjutnya.

Baca Juga: Tes Kejiwaan, Jika Skor Lebih dari 30 Bisa Jadi Kamu Psikopat!

3. Menyosialisasikan Griya Schizofren dengan memberikan materi hingga membentuk komunitas

Berjuang Dampingi Orang Gangguan Jiwa, Triana: Aku Manusia Mereka JugaKegiatan griya schizofren milik Triana (Dok. Triana Rahmawati)

Perjuangan Tria belum berakhir sampai di situ. Profesinya sebagai pembicara publik ia manfaatkan untuk mengajak masyarakat bergabung sebagai pendamping ODMK. Dalam setiap materi yang ia bawakan, tak pernah lupa selalu ia selipkan tentang edukasi membangun interaksi dengan ODMK.

Tria juga melakukan kampanye tentang ODMK melalui media sosial. Perlahan, dia mulai membangun komunitas-komunitas dan diskusi soal penyakit kejiwaan.

Perjuangan Tria berbuah manis. Kini, ia punya banyak relawan yang bisa membantunya melakukan pendampingan bagi ODMK di Griya Schizofren. Kebanyakan relawan adalah mahasiswa. Mereka juga sama-sama masih awam, masih belajar untuk memahami karakter ODMK.

“Mahasiswa yang dari pendidikan, ada yang dari kedokteran, ada yang dari psikologi, ada yang orang awam, ada yang tidak punya background secara pendidikan. Maksudnya yang bukan gerakan psikologis atau gerakan kesehatan, bukan gerakan dokter, tapi gerakan masyarakat yang mau concern atau peduli pada isu masalah kejiwaan,” kata dia.

Para mahasiswa yang tertarik dengan kampanye Tria akhirnya belajar berinteraksi dengan ODMK, dan bahkan menjadi relawan di Griya Schizofren.

4. ODMK di Griya Schizofren merupakan orang-orang yang terlantar

Berjuang Dampingi Orang Gangguan Jiwa, Triana: Aku Manusia Mereka JugaKegiatan griya schizofren milik Triana (Dok. Triana Rahmawati)

Kendati berkecimpung pada pendampingan ODMK, Griya Schizofren berbeda dengan rumah sakit jiwa. Griya ini lebih fokus pada orang-orang dengan gangguan jiwa yang terlantar. Mereka akan dibawa ke panti ini dan mendapatkan pendampingan dari Tria bersama teman-temannya.

“Mereka orang-orang yang terlantar ya, jadi itu kan bukan kayak di rumah sakit yang ada keluarganya. Mereka tuh gak ada yang nengok, karena kan keberadaan mereka tuh dalam kondisi orang hilang,” tutur Tria.

Tria dan relawan benar-benar berusaha membangun interaksi dengan ODMK dari hati ke hati. Mulai mengajak berbicara, bernyanyi, hingga makan bersama.

“Di situ kami dampinginya kayak datang ke mereka. Ngajak ngobrol mereka, ngajak nyanyi mereka, ya kalau makan kadang nyuapin, kadang motivasi mereka minum obat kayak gitu,” kata dia.

Untuk membuat griya ini tetap bertahan, Tria dan para relawan mengandalkan donasi dari para dermawan. Sebab, griya yang ia dirikan tidak akan berjalan lancar apabila tak mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Tria berharap, Griya Schizofren yang ia bangun bisa perlahan mengubah stigma masyarakat pada ODMK.

“Jadi itu fokusnya kayak ngajak orang-orang buat memandang manusia, memanusiakan manusia,” ucap dia.

5. ODMK tidak bisa 100 persen sembuh, dukungan keluarga menjadi hal penting

Berjuang Dampingi Orang Gangguan Jiwa, Triana: Aku Manusia Mereka JugaKegiatan griya schizofren milik Triana (Dok. Triana Rahmawati)

Perasaan bahagia juga dirasakan Tria ketika para ODMK yang berada di panti bisa bertemu lagi dengan keluarganya. Tak sedikit dari mereka yang berakhir bahagia. Sebab selain melakukan pendampingan, griya ini juga membantu agar para ODMK bisa bertemu kembali dengan keluarga mereka.

“Jadi ada akhirnya mereka tuh ketemu sama keluarganya, kayak ada yang sudah ketemu sama keluarganya, dijemput keluarganya atau keluarganya ditemukan,” ucap dia.

Meski dilakukan pendampingan secara terus-menerus, para penyandang skizofrenia memang tidak mudah disembuhkan. Perjuangan ODMK untuk sembuh harus diimbangi dengan rutin meminum obat. Obat yang mereka konsumsi memang tidak bisa menghilangkan gangguan kejiwaan, namun membuat kondisi mereka stabil.

“Kayak case yang aku dampingi. Dia mahasiswa. Setelah hampir setahun, dia sekarang sudah lepas obat, jadi artinya dia bisa stabil tanpa obat,” ujar Tria.

Selain obat dan pendampingan, dukungan keluarga juga penting untuk kesembuhan ODMK. Sayang, Tria jarang menemukan dukungan keluarga bagi para ODMK di pantinya. Sebab, kebanyakan dari mereka adalah orang terlantar, yang tidak diketahui keberadaan keluarganya.

“Kalau yang di panti ini kebanyakan mereka harus terus minum obat gitu, karena kan dia gak punya saudara yang memotivasi. Terus mereka juga interaksi sama masyarakat terbatas, karena kan mereka kayak di dalam bangsal gitu,” katanya.

Selama para ODMK masih dalam kondisi stabil, mereka akan tetap berada di panti. Namun, apabila kondisi mereka sudah tidak stabil, mereka akan dibawa ke rumah sakit jiwa untuk perawatan intensif.

“Jadi kayak dibilang sembuh, gak bisa dibilang sembuh 100 persen,” ucap Tria.

6. Semua orang punya masalah kejiwaan, jangan self diagnosis

Berjuang Dampingi Orang Gangguan Jiwa, Triana: Aku Manusia Mereka JugaVaksinasi terhadap pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Rumah Sakit Jiwa Prof Dr Muhammad Ildrem, Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (29/6/2021). (Istimewa)

Setelah menjalani Griya Schizofren ini bertahun-tahun, Tria menyadari pentingnya edukasi masalah kesehatan jiwa pada masyarakat. Hal itu akan membantu agar stigma negatif pada ODMK hilang secara perlahan.

“Itulah kenapa pentingnya kesadaran tentang masalah kejiwaan ini harus terus-menerus digalakkan dan ditingkatkan,” ujar dia.

Selain itu, Tria juga berpesan kepada masyarakat yang memiliki keluarga dengan gangguan kejiwaan agar tidak ditinggalkan atau ditelantarkan. Sebab, dukungan keluarga sangat penting bagi penderita gangguan kejiwaan.

“Aku berharap keluarga di mana pun yang memiliki anggota keluarga dengan masalah kejiwaan, langkah pertama adalah jangan ditinggalkan,” ucap dia.

Menurut Tria, semua orang punya masalah kejiwaan. Tinggal bagaimana diri kita masing-masing menghadapinya. Maka itu, edukasi tentang gangguan kejiwaan pada masyarakat begitu penting.

“Kalau kita sedang mengalami masalah kejiwaan gitu ya, yang pertama adalah kita tahu kita harus ke mana, jangan self diagnosis,” pesan dia.

Tria juga berharap masyarakat bisa saling menjaga kesehatan mental satu sama lain. Sebab, gangguan kejiwaan juga bisa dimulai dari hal kecil.

Kepeduliannya terhadap isu kesehatan mental membuat Triana Rahmawati mendapatkan penghargaan sebagai penerima apresiasi dari SATU Indonesia Awards sebagai Pendamping Masalah Kejiwaan yang digagas oleh ASTRA.

Baca Juga: Ngamuk Teriakkan Nama Jokowi, Pria di Depok Jalani Tes Kejiwaan

Topik:

  • Rochmanudin
  • Sunariyah
  • Septi Riyani
  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya