YLBHI: Ada 32 Kasus Penodaan Agama pada Januari hingga Mei 2020

YLBHI mengkritisi perbedaan penodaan dan penistaan agama

Jakarta, IDN Times - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut lembaganya telah menemukan 32 kasus penodaan agama yang terjadi awal tahun ini. Perempuan yang akrab disapa Asfi itu mengatakan kasus penodaan agama itu terjadi pada Januari hingga Mei 2020.

"Kasus-kasus itu (penodaan agama) tidak berkurang. YLBHI akan mengeluarkan kasus-kasus penodaan agama dari Januari hingga awal Mei yang datanya mengejutkan sekitar 32 kasus penodaan agama," kata Asfi dalam acara diskusi yang gelar oleh SEJUK, Rabu (13/5).

1. Tasfir penodaan agama semakin berkembang sejak kasus Ahok

YLBHI: Ada 32 Kasus Penodaan Agama pada Januari hingga Mei 2020ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dari 32 kasus tersebut, kata Asfi, menunjukkan ada perkembangan dalam tafsir penodaan agama. Menurut dia, penodaan agama kini berkembang di masyarakat menjadi penistaan agama. Hal itu bermula sejak kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2016 lalu.

"Ketika Ahok diadili, menurut saya ada kesengajaan mengatakan bahwa penodaan agama menjadi penistaan karena penodaan agama sangat abstrak, sedangkan penistaan lebih konkret," ucap Asfi.

Baca Juga: Penyanyi "Aisyah Minum Anggur Merah" Jadi Tersangka Penistaan Agama

2. LBH sebut tidak ada kata penistaan agama dalam UU Hukum Pidana

YLBHI: Ada 32 Kasus Penodaan Agama pada Januari hingga Mei 2020IDN Times/Irfan Fathurochman

Padahal, lanjut dia, dalam kita UU Hukum Pidana tidak ada kata-kata penistaan agama. Menurutnya, tafsir itu kini telah berkembang di masyarakat.

"Di dalam hukum pidana kalau disebut yang lain, pencurian menjadi penggelapan, ya itu akan sangat lain," jelasnya.

3. Penistaan agama semakin berkembang dan masuk ke dalam Perppu Ormas

YLBHI: Ada 32 Kasus Penodaan Agama pada Januari hingga Mei 2020IDN Times/Candra Irawan

Asfi juga menyampaikan bahwa penistaan berkembang lagi dan masuk ke dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Organisasi Masyarakat pada 2017. Namun, kata Asfi, pemerintah memasukkan pasal-pasal penodaan agama ke dalam Perppu tersebut.

"Paradoksnya ketika pemerintah mengeluarkan Perppu Ormas, argumennya untuk membubarkan HTI tetapi memasukkan pasal-pasal penodaan agama yang selalu menjadi artikulasi kelompok intoleran," jelasnya.

Baca Juga: Pemimpin Agama Perlu Contohkan Solidaritas di Tengah Pandemik COVID-19

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya