Tantangan Jurnalis di Era Digital, Persaingan hingga Beban Kerja Besar

Saat ini setidaknya ada 40.000-an media digital di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Zulfiani Lubis menjadi pembicara dalam webinar Komunikasi Jurnalistik dengan tema "tantangan jurnalis perempuan dalam mengawal isu-isu perempuan” di Universitas Bakrie, Jakarta Selatan, Selasa (20/9/2022).

Selain membahas soal tantangan jurnalis perempuan, Uni Lubis juga berbagi soal tantangan media di era digital.

“Tantangannya dulu belum era digital, setiap narasumber harus ditemui dan medianya lebih sedikit. Sekarang, hampir semua narasumber bisa cari WhatsApp-nya tapi medianya banyak. Sehingga persaingannya lebih ketat lagi,” tuturnya.

1. Persaingan media online juga melawan platform

Tantangan Jurnalis di Era Digital, Persaingan hingga Beban Kerja BesarIlustrasi Pers (IDN Times/Mardya Shakti)

Dia mengatakan, saat ini setidaknya ada 40.000-an media digital yang ada di Indonesia. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri baik dari segi konten dan kreativitas media agar tetap hidup dan diminati khalayak.

“Persaingan membuat jurnalis di era digital dapat beban kerja yang lebih besar,” ujarnya.

Uni Lubis juga menyebut, saat ini tren masih terus berubah begitu cepat. Contohnya, dengan berkembangnya TikTok. Hal ini terjadi karena adanya perubahan behaviour. Kini, banyak masyarakat terutama milenials dan Gen-Z membaca berita melalui Tiktok. 

“Jadi sekarang media online pun kalah sama TikTok, ini bisa jadi wawasan bagi kaprodi untuk terus kreatif mengembangkan konten di berbagai platform,” terang dia.

Sehingga, kata dia, jurnalis perempuan tidak hanya berpikir soal kontennya saja tetapi juga platformnya yang terus menerus dipelajari oleh semua jurnalis termasuk perempuan.

Baca Juga: Dewan Pers Minta DPR Kaji Ulang Pasal RKUHP yang Ancam Kebebasan Pers

2. Diskriminasi terhadap perempuan minim di media mainstream

Tantangan Jurnalis di Era Digital, Persaingan hingga Beban Kerja Besarilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Di sisi lain, survei AJI mencatatkan bahwa masih banyak diskriminasi yang terjadi pada jurnalis perempuan.

Kendati begitu, pada media mainstream diskriminasi terhadap perempuan jarang terjadi. Hal ini nampak dari penugasan antara laki-laki dan perempuan yang sama.

“Diskriminasi terjadi di daerah, tapi di media mainstream tidak ada, penugasan dan challenge-nya juga sama, tinggal bagaimana sikap afirmatif ditanggapi dengan manja,” ujarnya.

Sementara itu, News Anchor CNN Indonesia TV, Putri Ayuningtyas yang juga menjadi pembicara dalam kesempatan yang sama mengatakan, saat ini jurnalis perempuan juga diberi kesempatan yang sama terkait akses liputan dan lain sebagainya.

“Tempat saya bekerja selalu memberi kesempatan dan tantangan. Tinggal bagaimana kita mengeksplor dari sana,” terang dia.

3. Jurnalis perempuan lebih sensitif terhadap isu perempuan

Tantangan Jurnalis di Era Digital, Persaingan hingga Beban Kerja BesarPixabay/Engin_Akyurt

Justru saat ini jurnalis perempuan bisa lebih memiliki privilege terutama dalam melakukan peliputan salah satunya pelecehan seksual. Hal ini bisa dilihat dari pendekatan terhadap korban.

“Jadi pendekatan terhadap korban bisa lebih mudah meski tetap perlu waktu,” ungkapnya.

“Jadi, perjuangannya memang terus menerus dan tantangannya berbeda-beda,” tambahnya.

Baca Juga: Dewan Pers: Indeks Kemerdekaan Pers Papua di 2021 Terbilang Rendah

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya