Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies Baswedan

Program sumur resapan andalan Anies malah dihapus dari APBD

Jakarta, IDN Times - Belum lama ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan harapannya kepada pemerintah pusat soal penanganan banjir. Anies mengatakannya dalam Acara Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2023.

“Kami berharap dukungan dari pemerintah pusat, khususnya terkait dengan penanganan kapasitas aliran sungai di berbagai kawasan sungai yang melewati lintas provinsi,” kata Anies, Kamis (14/4/2022).

Penanganan kapasitas aliran sungai, mempunyai pesan yang jelas. Anies ingin meminta bantuan pemerintah pusat dalam mengendalikan banjir di DKI Jakarta. 

Pada prinsipnya, penanganan kapasitas aliran sungai digarap oleh pemerintah pusat yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). 

Namun, Pemprov DKI bertanggung jawab untuk pembebasan lahannya. Meski belum ada progres yang signifikan, Pemprov DKI memastikan tidak menghapus kebijakan normalisasi dalam penanggulangan banjir di Jakarta.

Baca Juga: Ribuan Sumur Resapan Anies Dinilai Gagal Atasi Banjir Jakarta

1. Sandiaga Uno saat masih jadi wagub pernah bujuk warga untuk direlokasi

Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies BaswedanBanjir di Kemayoran (IDN Times/Restu Putri)

Sebelumnya, Sandiaga Uno yang sempat mendampingi Anies menjadi Wakil Gubernur DKI, pernah membujuk warga Kampung Arus di bantaran Ciliwung untuk direlokasi.

“Kemarin saya sudah turun ke sana dan sebelumnya dua kali. Mereka intinya tidak mau digusur,” kata Sandiaga, 8 Februari 2018 lalu.

Soal relokasi, mantan Sekretaris DKI Jakarta, almarhum Saefullah ketika menjabat juga menegaskan, kebutuhan relokasi warga dari bantaran Ciliwung tak dapat ditawar. 

Kala itu, dia juga berharap, BBWSCC dapat terus membangun tanggul. “Kami, Pemprov, kebagian menyiapkan lahan,” kata almarhum Saefullah saat itu.

2. Beberapa proyek pengendalian banjir dan progresnya

Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies BaswedanANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Dikutip dari Pusat Data dan Analisa Tempo yang diterbitkan pada 2020, Kementerian PUPR tidak mengalokasikan anggaran normalisasi sungai, termasuk Ciliwung dalam APBN 2018. Pasalnya, proyek yang dimulai sejak 2013 itu, sudah diperpanjang dua kali.

Namun, normalisasi memang bukan satu-satunya upaya mutlak dalam pengendalian banjir. Dinukil dari buku yang sama, terdapat beberapa proyek pengendalian banjir di hulu dan hilir aliran sungai menuju Jakarta.

Di antaranya adalah Sodetan Kali Ciliwung, yang bertujuan untuk mengalirkan air sungai ke Kanal Banjir Timur, sehingga debit air ke Pintu Manggarai berkurang. Luas sodetan 1,27 kilometer persegi dengan 2 gorong-gorong berdiameter 3,5 meter, yang bisa mengalirkan 60 meter kubik air per detik. 

Adapan upaya normalisasi sungai sebagai berikut:

1. Pintu air Manggarai - Jembatan Kampung Melayu

Rencana: Panjang sungai 4,57 km

  Panjang tanggul 9,74 km

2. Jembatan Kampung Melayu - Jembatan Kalibata

Rencana: Panjang sungai 4,10 km

Panjang tanggul 8,82 km

3. Jembatan Kalibata-Jembatan Condet

Rencana: Panjang sungai 5,65 km

Panjang tanggul 7,55 km

4. Jembatan Condet-Jembatan Tol TB Simatupang

Rencana: Panjang sungai 5,58 km

Panjang tanggul 7,58 km

Upaya pengendalian banjir lewat normalisasi sungai sempat berjalan di era Gubernur Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama. Targetnya ada 33,69 km pembangunan tanggul. Pada era Ahok, normalisasi telah mencapai 16 km panjangnya.

Progres normalisasi terhenti sejak 2017, tepatnya saat Ahok lengser. Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Yusmada Faizal menuturkan, saat ini progres pembebasan lahan terutama di Kali Ciliwung tetap berjalan namun dilakukan secara bertahap.

“Ya itu tetap jalan,” terangnya (2/3/2022) lalu.

Yusmada menjelaskan, pembebasan lahan untuk mencegah banjir di bantaran Kali Ciliwung menemui beberapa kendala. Salah satunya, warga menolak lahannya dibebaskan alias digusur. Setidaknya, ada 7 wilayah yang disebut Yusmada sebagai ‘potensi daerah kritis’ banjir.

3. Dua bendungan di hulu sungai ditargetkan rampung Agustus 2022 ini

Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies BaswedanBendung Katulampa (ANTARA FOTO/M Fikri Setiawan)

Bendungan Ciawi

Rencananya, akan dibangun bendungan dry dam untuk menahan dan mengatur aliran air ke Jakarta. Bendungan ini, berlokasi di hulu Sungai Ciliwung, Desa Cipayung, Gadog dan Sukakarya, Kecamatan Megamendung, serta di Desa Kopo, Kecamatan Cisarua, Bogor.

Berdasarkan keterangan tertulis Kementerian PUPR, pembangunan bendungan ini ditarget bisa rampung pada Agustus 2022 mendatang.

"Untuk Bendungan Ciawi saat ini progres fisiknya sekitar 83 persen dan Bendungan Sukamahi 85 persen. Saat ini keduanya sedang dalam tahap konstruksi di tubuh bendungan. Untuk di Bendungan Ciawi juga sedang penyelesaian spillway/saluran pelimpah," kata  Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, Bambang Heri Mulyono, belum lama ini.

Bendungan Sukamahi

Rencana proyek, kurang lebih sama dengan bendungan Ciawi, Proyek ini terletak di Hulu Sungai Cisukabirus, Desa Sukamahi, Kecamatan Megamendung Bogor. 

Pembangunan Bendungan Sukamahi sudah direncanakan sejak tahun 1990-an dan mulai dibangun tahun 2017. Kontrak pembangunannya senilai Rp464,93 miliar dengan kontraktor pelaksana PT. Wijaya Karya-Basuki KSO. Progres terbaru pembangunannya telah mencapai 85 persen.

4. Pembenahan sungai dengan normalisasi atau naturalisasi tetap harus melebarkan badan sungai

Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies BaswedanIlustrasi normalisasi Sungai Ciliwung kawasan Kampung Melayu, Jakarta. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Merujuk pada definisinya, normalisasi sungai adalah mengembalikan bentuk sungai sesuai dengan peruntukkan awalnya.

Meski dianggap paling ampuh atasi banjir Jakarta, namun normalisasi ala Pemprov DKI adalah melebarkan sungai dengan memindahkan masyarakat sekitar, dan dengan membeton pinggiran sungai.

Konsep ini berbeda dengan yang diusung Anies Baswedan yakni naturalisasi sungai. Anies kembali melegitimasi konsep naturalisasi sungai saat meresmikan Tebet Eco Park beberapa waktu lalu.

“Di belakang kita ada sungai, ini contoh naturalisasi sungai yang dijalankan terintegrasi dengan kawasan hijau. Jadi pesan pertama adalah kawasan hijau, ruang hijau dengan ruang biru terintegrasi menjadi satu kesatuan,” terangnya.

“Kita berharap ini bisa menjadi contoh. Dulunya beton, dulunya turap, sekarang diubah jadi kawasan yang natural. Kita berharap nantinya terus bisa kita kembangkan dan jadi contoh,” ujar Anies.

Namun menurut pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga,  pembenahan sungai baik dengan normalisasi maupun naturalisasi tetap harus melebarkan badan sungai.

“Pembenahan sungai baik dengan normalisasi maupun naturalisasi tetap harus dilakukan pelebaran badan sungai dan dikeruk, untuk meningkatkan kapasitas daya air sungai saat musim hujan,” ujar Nirwono kepada IDN Times, Jumat (29/4/2022).

Dia mengatakan, pada 2012 hingga 2022 sudah disepakati Pemprov DKI yang membebaskan lahan, merelokasi permukiman ke rusun. Sedangkan BBWSCC Kementerian PUPR melakukan pekerjaan konstruksi menata bantaran kali.

“Bank dunia (membantu pembiayaan) dengan fokus 4 sungai yakni Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter,” terangnya.

Tapi, progres program penataan sungai ini berhenti sejak 2017 hingga saat ini.

“Progresnya Ciliwung sudah 17 km dari 33 km yang harus ditata, Pesanggrahan, Angke, Sunter baru tahap pembebasan lahan 30 persen,” jelas dia.

5. Pengendalian banjir harus saling melengkapi, tidak boleh salah satunya saja

Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies BaswedanIlustrasi banjir (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan, normalisasi hanya satu cara pencegahan banjir yang berlaku untuk badan sungai. 

Pengendalian banjir harus didukung dengan kebijakan lain seperti bendungan di Ciawi dan Sukamahi.

“Bendungan Ciawi dan Sukamahi mampu membantu mengurangi banjir 30 persen. Ditambah upaya memperbaiki tata air seperti meningkatkan kapasitas daya tampung semua sungai,” tutur dia kepada IDN Times.

Menambah RTH, mengurangi sampah di saluran air, juga mencegah penyempitan dan pendangkalan di drainase dan saluran penghubung juga tidak kalah penting. “Dan perlu dukungan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kota dari bencana banjir,” ungkapnya.

Normalisasi atau naturalisasi, memang belum benar-benar dijalankan Anies untuk mengendalikan banjir Jakarta. Namun, pihaknya melakukan upaya dengan membangun drainase vertikal atau sumur resapan.

Anies mengatakan, drainase veritikal membuat air yang masuk ke Jakarta tidak semuanya dialirkan ke laut melalui sungai. Drainase ini hanya dibuat di tempat yang masih bisa menyerap air. Program ini tentu saja tidak lepas dari pro kontra.

6. Program sumur resapan andalan Anies malah dihapus dari APBD 2022

Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies BaswedanSumur resapan air SMP 207 Jakarta (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Proyek yang diuji coba sejak November 2018 itu, dihapuskan anggarannya oleh DPRD DKI Jakarta dalam APBD 2022. 

"Di Banggar besar, kesepakatan terakhir akhirnya di-nol-kan (anggaran sumur resapan). Jadinya enggak ada kegiatan lagi untuk sumur resapan," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Nova Paloh. 

Nilai anggaran yang dicoret sebesar Rp330 miliar dari program usulan pembangunan sumur resapan dari Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta. 

Anggaran tersebut masuk ke pembahasan Komisi B dan disepakati Rp122 miliar. Namun, saat dibawa ke rapat Badan Anggaran, nominal tersebut kembali dicoret.

Setelah sumur resapan dicoret anggarannya, Gubernur Anies Baswedan harus berpacu dengan waktu di sisa masa jabatannya yang akan berakhir Oktober 2022 mendatang, untuk mengendalikan banjir Jakarta.

Upaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies BaswedanUpaya Pengendalian Banjir DKI Jakarta di era Anies Baswedan (IDN Times/Aditya Pratama)

Baca Juga: Sumur Resapan Ambles, Ban Mobil Milik Politikus PSI Terperosok

Topik:

  • Sunariyah
  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya