Uni Lubis: Jurnalis Perempuan Jangan Hanya Melek Isu Gender Equality!

Jurnalis perempuan harus paham semua isu

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Zulfiani Lubis menggarisbawahi peran jurnalis perempuan dalam mensupport isu-isu terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Tak semata harus melek soal gender equality, tapi juga wajib menguasai berbagai isu sesuai Sustainable Development Goals (SDGs).

"Tujuan Sustainable Development ada 17 kan, dan semuanya penting kita pahami," kata Uni Lubis, sapaannya, ketika dimintai pendapat soal peran media mengenai pemberitaan soal perempuan dan anak dalam acara Sosialisasi Kebijakan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diselenggarakan Kementerian PPPA di Jakarta, Rabu (30/3/2022).

Untuk diketahui tujuan Sustainable Development antara lain mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di mana pun; mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, dan nutrisi yang baik dan mendukung pertanian berkelanjutan; memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia; memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua; mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

Lalu memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua; memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua; mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dn produktif dan semua pekerjaan yang layak bagi semua.

Tujuh pilar konten IDN Times, haram pakai kata cantik untuk profesi

Uni Lubis: Jurnalis Perempuan Jangan Hanya Melek Isu Gender Equality!IDN App (IDN Times)

Soal peran media ini, Uni lalu menceritakan ekosistem yang dibangun di IDN Times, di mana ia menjabat Pemimpin Redaksi. Dalam memproduksi konten, IDN Times memiliki tujuh pilar yang wajib diterapkan. Menurutnya, tujuh pilar ini merupakan terjemahan 'kekinian' dari Kode Etik Jurnalistik yang terdiri dari 11 pasal, namun dengan bahasa yang lebih simpel, tidak seformal KEJ.

Tujuh pilar ini disusun saat IDN Times berdiri di tahun 2014, di mana saat itu tengah berlangsung pesta demokrasi di Indonesia dan mulai terbentuk polarisasi pemilih. Tujuh pilar itu adalah gender equality, anti-sexsual harassment, anti-bullying, unity in different religions, anti-stereotyping, dan redefining beauty.

Uni menyontohkan bagaimana IDN Times menerjemahkan pilar redefining beauty. "Di IDN Times haram memakai kata cantik untuk profesi, misal jurnalis cantik, karena itu me-degrading achievement. Jadi kata cantik gak boleh, sebab kita meliput karena perempuan punya achievement, bukan karena cantiknya. Kita lebih memilih kata tangguh, keren," kata Uni.

Baca Juga: 86 Persen Jurnalis Perempuan Pernah Mengalami Kekerasan

Jurnalis perempuan tak boleh manja

Uni Lubis: Jurnalis Perempuan Jangan Hanya Melek Isu Gender Equality!Ilustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Uni melanjutkan, hal itu juga terjadi pada FJPI yang berdiri pada 22 Desember 2007. Tanggal 22 Desember sejak pemerintahan Orde Baru diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia. Meski lahir saat Hari Ibu, Uni melihat semangat FJPI lebih dari sekadar Hari Ibu. "Dari awal FJPI ditujukan untuk belajar bersama meningkatkan profesionalisme jurnalis perempuan, karena dia harus bisa meliput semuanya," kata Uni.

Peran jurnalis perempuan pun semakin terlihat saat ini. Menurutnya, 20 tahun lalu ia masih satu-satunya pemimpin redaksi perempuan di media mainstream Majalah Panji Masyarakat, yang notabene media Islam. Namun saat ini jumlah pemimpin redaksi perempuan semakin banyak, sedikitnya tercatat 16 orang. "Waktu itu baru saya saja, gak kebayang dengan situasi politik sekarang, Uni Lubis, gak pakai jilbab, masih muda, waktu itu 32 tahun sudah jadi pemred sebuah media Islam, sekarang gak bakal bisa," ujarnya.

Ketika menjadi anggota Dewan Pers selama dua periode, Uni menuturkan, terus berusaha meningkatkan peran jurnalis perempuan mengingat saat Dewan Pers menggelar pelatihan, media kerap mengirim jurnalis laki-laki. Dengan dukungan ketua Dewan Pers saat itu, Bagir Manan, di tahun 2010 untuk pertama kalinya Dewan Pers menggelar sebuah forum khusus untuk jurnalis perempuan.

"Karena perempuan perlu meliput semua, politik, ekonomi, semuanya. Karena gender mainstream perlu di semua bidang, tidak hanya isu perempuan. Tapi isu perempuan dan anak (yang diliput jurnalis perempuan) harus lebih keren dari jurnalis laki-laki. Gak boleh manja, gak boleh nolak tugas," dia menegaskan.

Uni juga menuturkan sejak 2018, FJPI dilibatkan oleh Kemen PPPA dalam perumusan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Dan untuk meningkatkan kapasitas, kedua institusi bekerjasama dalam berbagai pelatihan tentang gender.

"Tapi jurnalis perempuan tak hanya perlu tahu soal itu, perlu juga tahu soal perubahan iklim. Perlu juga tahu bagaimana memanfaatkan media sosial," kata dia.

Harus bisa memanfaatkan 360 derajat jalur komunikasi

Uni Lubis: Jurnalis Perempuan Jangan Hanya Melek Isu Gender Equality!Media Sosial

Jurnalis perempuan di era digital saat ini, dia menambahkan, tidak hanya bisa memanfaatkan potensi media sosial dan internet, di sisi lain juga sering menjadi korban medsos itu sendiri lewat doxing bullying. "Kekerasan berbasis geder online banyak sekali, ini yang kami padukan FJPI dan IDN Times karena misinya sama. Di IDN Times ada kanal aku perempuan yang berisi 1.000 profil perempuan yang inspiratif tak hanya yang elit tapi ada perempuan daerah, local hero, di komunitas, banyak sekali. Ini harus diperlakukan oleh media dan jurnalis perempuan, hal-hal yang tidak diperhatikan jurnalis laki-laki," kata Uni.

Dalam meliput konflik, misalnya, peran jurnalis perempuan sangat penting karena bisa melihat dari perspektif lain. Dalam kasus konflik etnis di Kalimantan beberapa tahun silam, misalnya, konflik di kalangan elit kedua pihak tidak ada habis-habisnya. Padahal di pengungsian, perempuan dan anak-anak dari kedua belah pihak semakin menderita.

"Nah jurnalis perempuan harus melihat dari sisi ini, eh kalian berhenti dong berkonflik, anak-anak dan istri kalian sengsara di pengungsian. Ini dari sisi perempuan," katanya.

Dalam konteks sosialisasi isu-isu terkait perempaun dan anak pun, jurnalis perempuan, menurutnya, harus mampu memanfaatkan 360 derajat jalur komunikasi yang ada dalam, termasuk media sosial seperti Instagram, TikTok dan sebagainya yang kini menjadi 'tempat nongkrong' audience muda.

"Jadi peran jurnalis perempuan sudah kita lakukan. Tapi kita sadar jauh dari cukup," ujarnya.

Tidak hanya menegaskan peran jurnalis perempuan dalam isu pemberdayaan perempuan dan perlindangan anak saja, pada kesempatan itu Uni juga mengingatkan pentingnya protokol pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di tempat kerja. Sebab bagi jurnalis perempuan, tempat kerja bukan hanya di kantor saja tetapi juga di lapangan.

"Mungkin saat ini baru satu-satunya IDN yang punya pedoman ini. Dan penting bagaimana mengampanyekan ini biar bisa dibuat di semua media," kata Uni.

Desa ramah perempuan dan anak

Uni Lubis: Jurnalis Perempuan Jangan Hanya Melek Isu Gender Equality!Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Aryodamar)

Sementara dalam sosialisasi Kebijakan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Plt Deputi Partisipasi Masyarakat Kemen PPPA Indra Gunawan menekankan pentingnya peran perempuan mengingat populasinya yang mencapai 49 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang kini tercatat sekitar 270 juta, dan lima arahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo terkait hal ini.

Lima arahan itu adalah peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berspektif gender, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penurunan pekerja anak, dan pencegahan perkawinan anak.

Jika lima arahan ini bisa berjalan baik, menurut Indra, kesejahteraan masyarakat terutama di pedesaan bisa terwujud. Karenanya ia berharap peran serta semua pihak, tidak hanya pemerintah pusat, tetapi juga daerah, LSM, organisasi kemasyarakat, agama dan sebagainya.

Menurutnya ada 10 indikator Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak yang diharapkan bisa terwujud di seluruh Indonesia. 

  • Adanya pengorganisasian perempuan dan anak di desa.
  • Tersedianya data desa yang memuat data pilah tentang perempuan dan anak.
  • Tersedianya Peraturan Desa (Perdes) tentang Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.
  • Tersedianya pembiayaan dari keuangan desa dan pendayagunaan aset desa untuk mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di desa.
  • Persentase keterwakilan perempuan di pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, lembaga kemasyarakatan desa, dan lembaga adat desa.
  • Persentase perempuan wirausaha yang berpresfektif gender di desa, utamanya perempuan kepala keluarga, penyintas bencana dan penyintas kekerasan.
  • Semua anak di desa mendapatkan pengasuhan berbasis hak anak.
  • Tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) dan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
  • Tidak ada pekerja anak.
  • Tidak ada yang menikah di bawah usia 19 tahun (tidak ada perkawinan anak).

Baca Juga: Ruang Aman bagi Jurnalis Perempuan di Kaltim Terbentuk

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya