Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik Indonesia

Lahirkan ratusan batik adiluhung

Jakarta, IDN Times – Setiap tanggal 2 Oktober kita memperingati Hari Batik Nasional. Perayaan nasional ini ditetapkan setelah batik masuk daftar Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO, organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi sosial dan budaya.

Batik, erat dengan budaya dan falsafah Jawa. Tapi, seiring waktu, batik menjadi identitas nasional. Hampir semua daerah mengembangkan motif batiknya yang khas.

Tak banyak yang tahu, lahirnya Batik Indonesia adalah prakarsa dua sosok: Presiden Sukarno dan Hardjono Go Tik Swan, yang sering dikenal dengan sebutan Gotikswan.
Dalam buku berjudul, “Batik Indonesia dan Sang Empu, Go Tik Swan Panembahan Hardjonegoro”, penulis Neneng Iskandar memaparkan cerita menarik soal sosok keturunan Tionghoa yang berjasa melahirkan “Batik Indonesia”.

Atas jasanya mengembangkan seni dan budaya Jawa, pada tahun 1972 Hardjono Gotikswan diangkat sebagai “Bupati Kraton Solo” dengan gelar “Kanjeng Raden Tumenggung Hardjonagoro”. Karena itu dia disebut Panembahan Hardjonagoro.

1. Hardjono Gotikswan lahir di Surakarta, dari keluarga kaya

Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik IndonesiaBiografi Hardjono Gotikswan (IDN Times/Uni Lubis)

Baca Juga: Jelang Hari Batik, Warga Solo Diminta Pakai Batik selama 5 Hari

Hardjono Gotikswan lahir di Surakarta pada 11 Mei 1931. Dia adalah putra sulung dari pasangan Go Dhiam Ik dan Tjan Ging Nio, satu keluarga terpandang dan kaya di sana. Keluarga ibunya, turun-temurun adalah produsen batik. Mereka memiliki empat usaha pembatikan besar yang mepekerjakan ratusan pembatik.  Para tukang batik ini datang dari berbagai desa di Surakarta.

Komunitas Tionghoa di kota Surakarta, yang dikenal dengan sebutan Kota Solo, memiliki keunikan karena kedekatan mereka dengan budaya Jawa. Wartawan senior Parada Harahap, dalam tulisan “Indonesia Sekarang”, yang terbit tahun 1952, menyebut mereka “Orang Djawa bermata sipit”.

2. Sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan usaha pembatikan

Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik IndonesiaMotif Kumudo Retno Warna. Teratai Permata. Karya Gotikswan (IDN Times/Uni Lubis)

Hardjono Gotikswan tumbuh dalam lingkungan “Jawa” meskipun orientasi keluarganya “sangat Belanda”. Sejak kecil Gotikswan diasuh kakek-nenek dari pihak ibu, sehingga dia mengenal pembatikan. Suasana kehidupan Jawa seperti macapat, gamelan dan wayang tidak asing baginya.

“Saya hidup dan bergaul diantara ratusan tukang batik yang datang dari desa. Saya tumbuh sebagai anak desa. Saya tumbuh terus dalam lingkungan: Batik, Keris, Sastra, Gamelan, Tari, Wayang dan semua kesenian dan kebudayaan Indonesia yang adiluhung,” kata Gotikswan, dalam artikel soal riwayat hidupnya, yang terbit tahun 1991.

Tanda merasuknya budaya Jawa itu membuat sejak awal Gotikswan menambahkan nama “Hardjono” ke namanya.

3. Kenal Bung Karno karena menarikan Gambir Anom di acara Dies Natalis UI

Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik IndonesiaBung Karno saksikan pameran batik karya Gotikswan di Istana Negara, 1962. Dok buku Hardjono Gotikswan. Foto diambil dari Buku "Batik Indonesia dan Sang Empu: Gotikswan Hardjono" (IDN Times/Uni Lubis)

Perkenalan dengan Bung Karno diawali peristiwa Dies Natalis Universitas Indonesia tahun 1955. Gotikswan yang menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra UI, dan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, mempersembahkan tarian Gambir Anom di depan hadirin, termasuk Bung Karno. Tarian yang dibawakan dengan indah itu meninggalkan kesan mendalam di benak Bung Karno. Apalagi setelah Bung Karno tahu bahwa yang membawakan adalah pemuda keturunan Tionghoa.

Bung Karno yang berjiwa nasionalis dan mendukung pembauran, kagum karena zaman itu belum lazim keturunan Tionghoa mau mempelajari tarian Jawa klasik dan memakai nama Indonesia seperti Hardjono Gotikswan. Sejak itu, Bung Karno dan Gotikswan jadi dekat. Gotikswan membantu hampir semua kegiatan kesenian di Istana Negara.

Persahabatan keduanya berjalan lama. Saat Bung Karno diperlakukan tidak layak di masa akhir hidupnya, Gotikswan terpengaruh, kehilangan semangat menciptakan batik-batik adiluhung.

4. Bung Karno minta Gotikswan membuat Batik Indonesia untuk merekatkan persatuan Indonesia

Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik IndonesiaMotif Parang artinya sinar matahari. Aslinya hanya boleh digunakan keluarga Kraton. Karya Gotikswan (IDN Times/Uni Lubis)

Situasi ekonomi dan sosial politik pada tahun 1940-an penuh pergolakan. Banyak pembatik pindah ke profesi lain. Munculnya pesaing dari negeri tetangga membuat batik yang saat sebelumnya pernah berjaya, kehilangan pamornya.

Masuk tahun 1950-an, Indonesia yang belum lama merdeka, butuh simbol-simbol kebangsaan untuk merekatkan simpul persatuan. Maka, muncul ide Bung Karno untuk mengembangkan suatu “corak batik yang lebih nasionalistik”. Bung Karno memerintahkan Gotikswan untuk membuat “Batik Indonesia”.

Para pengamat sejarah menyimpulkan kebangkitan kembali batik di masa sesudah perang dimungkinkan oleh jasa dua orang: Bung Karno dan Hardjono Gotikswan. Mereka berdua melahirkan “Batik Indonesia”, suatu gerakan yang membawa kembali pola-pola tradisional yang hampir terlupakan dalam suatu harmoni warna yang brilian.

Persisnya, menurut Gotikswan dalam sebuah wawancara, 15 Maret 2008, “Bung Karno menginginkan pada desain batik tersebut mencerminkan penggabungan Rasa Persatuan, Nasionalisme dan Romantisme, yang mampu mendukung proses nation building.

5. Dalam proses melahirkan Batik Indonesia, Gotikswan dapat inspirasi saat ke Bali

Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik IndonesiaMotif Kawung Retno Dumilah, senopati perempuan pertama Zaman Kerajaan Mataram. Batik ini merupakan karya dari Gotikswan (IDN Times/Uni Lubis)

Mendapatkan perintah dari Presiden Sukarno, Gotikswan berkunjung ke sentra-sentra batik di Yogya, Solo, Pekalongan, Lasem dan Tuban. Dia juga “nyekar”, berkunjung ke makam para leluhurnya. Upaya ini belum membuatnya mendapatkan inspirasi yang memuaskan untuk membuat Batik Indonesia seperti yang diinginkan Bung Karno.

Gotikswan hampir putus asa. Adalah Prof Dr Tjan Tjoe Siem yang mengajaknya ke Bali. Dia adalah muslim Tionghoa di Solo yang juga pakar kebudayaan dan sastra Jawa. Tjan Tjoe Siem menenangkan hati Gotikswan. Mereka menginap di rumah almarhum Walter Spies (1895-1942), seniman serba bisa asal Jerman, Spies pernah berkarir di Kraton Yogyakarta dan mengabdikan dirinya bagi seni Bali. Di Bali, Gotikswan akhirnya dapat inspirasi yang ditunggu-tunggu.

6. Gotikswan mengembangkan teknik pembatikan dan pewarnaan, tapi pertahankan falsafah batik

Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik IndonesiaMotif Parang Parung Dua Warna. Lambang pentingnya kesimbangan dalam kehidupan. Karya Gotikswan (IDN Times/Uni Lubis)

Dia kemudian kembali ke Solo. Berkutat dengan sejarah, filosofi, teknik pembuatan batik, sampai mengulik pola-pola batik tradisional dan pusaka kuno yang belum dikenal umum. Gotikswan mengembangkannya tanpa kehilangan ciri, falsafah dan maknanya. Pola dan pusaka kuno dia dapatkan dari Kanjeng Ratu Pakubuwono, ibunda Sri Susuhunan Pakubuwono XII, yang menjadi teman akrabnya sejak di sekolah dasar.

Kanjeng Ratu berteman akrab dengan nenek Gotikswan, Tjan Khay Sing.

Hasilnya? Bung Karno kagum. Warna-warna cerah dan indah yang diterapkan Gotikswan terhadap batik ciptaannya yang mengambil inspirasi teknik, pola dan falsafah pusaka kuno membuat karyanya memiliki cita rasa tinggi. Adiluhung. Bung Karno melegitimasi kreasi Gotikswan sebagai “Batik Indonesia”.

Banyak yang lantas meniru polanya. Tapi sulit menandingi kecantikan desain dan kerumitan warna-warni ala Gotikswan.

Peran penting Hardjono Gotikswan dalam sejarah Batik Indonesia, ditunjukkan antara lain oleh komentar maestro Iwan Tirta, “Tanpa langkah-langkah berani yang diambil oleh Gotikswan, barangkali batik Jawa tidak akan pernah berkembang menjadi apa yang kita kenal sebagai Batik Indonesia. Iwan Tirta menyampaikan ini di bukunya, di tahun 2005.

7. Apa keunikan Batik Indonesia? Ini kalimat yang disampaikan oleh Hardjono Gotikswan

Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik IndonesiaGedebyah, gambarkan pohon kelapa yang berfungsi banyak dalam kehidupan. Batik ini merupakan karya Gotikswan (IDN Times/Uni Lubis)

“Batik Indonesia yang saya lahirkan dengan prakarsa Bung Karno juga hanya sampai pada suatu perubahan kemajuan teknik pembatikan. Kalau dahulu dunia pembatikan Sala hanya kenal latar hitam, latar putih, dengan sogan dan Pantai Utara, seperti Pekalongan hanya kenal kelengan berwarna, batas-batas itu dengan lahirnya BATIK INDONESIA menjadi hapus. Namun, nilai-nilai falsafah pola-polanya masih tetap yang lama,” demikian kata dia tahun 1991.

Bertahun-tahun kemudian, prinsip itu dikembangkan Gotikswan dalam bentuk “Nunggak Semi”, yang artinya adalah: Betapa pun modernnya Batik Indonesia yang multiwarna, tetapi tetap tidak akan meninggalkan akarnya, yaitu kebudayaan Jawa. Nunggak berasal dari kata tunggak, yang berarti tonggak atau ‘tunggul kayu’. Semi berarti ‘tumbuh’, ‘bersemi’, ‘bertunas’.

Atas dukungan teman pencinta batik dan Gubernur Jakarta Ali Sadikin, Gotikswan mendirikan Galeri Srihana, pada tahun 1970-an. Di sana pengunjung dapat menikmati karya seni batik Gotikswan, sekaligus memahami falsafah batik.

Gotikswan meninggal dunia pada 5 November 2008.

Baca Juga: Peringati Hari Batik, Film “Sekar” Ajak Penonton Lihat Sisi Lain Batik

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Bayu Aditya Suryanto
  • Jumawan Syahrudin
  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya