Kronologi Pertikaian Politik Yang Memicu Huru-hara 27 Juli 1996

Bermula dari rebutan kantor PDI

Jakarta, IDN Times – Politisi di tubuh Partai Demokrasi Indonesia bertikai, rakyat menjadi korban kerusuhan. Ini yang terjadi pada 27 Juli 1996. Sejumlah gedung luluh lantak oleh api, begitu juga beberapa bus kota. Massa yang tak terkendali merusak fasilitas transportasi untuk rakyat itu.

Kudatuli, demikian peristiwa itu disebut, menjadi kerusuhan massa pertama di ibukota, sejak peristiwa rusuh Malari 1974 dan rusuh Lapangan Banteng 1982.

Huru-hara muncul gara-gara berebut kantor pusat PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta. Baik kelompok Megawati Sukarnoputri, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI hasil musyawaran nasional PDI Jakarta, maupun kubu Soerjadi, ketua umum hasil kongres di Medan, merasa berhak atas bangunan kantor pusat yang notabene dialokasikan oleh negara.

Kubu Megawati menganggap hasil kongres di Medan tidak sah. Mereka menuding pemerintahan Soeharto di balik kongres itu. Pengikut Megawati menggelar mimbar bebas di depan kantor. Sejumlah tokoh orasi kritis terhadap rezim penguasa di mimbar demokrasi.   

Sabtu pagi, 27 Juli 1996, sejumlah pengikut Soerjadi menyerbu kantor PDI. Pengikuti Megawati mencoba bertahan. Tawuran pecah. Batu dan benda-benda apa saja dijadikan senjata. Pengikut Megawati kocar-kacir terpaksa meninggalkan markas itu. Kubu Soerjadi mengambilalih dan menyerahkannya ke polisi.

Ketidakpuasan memicu huru-hara. Makin siang banyak pengikut Megawati berdatangan entah dari mana. Mereka berkumpul lebih banyak dan bentrok dengan aparat. Rusuh meruyak. Massa PDI, bahkan warga yang menonton dikejar aparat sampai ke belakang kawasan bioskop Megaria.

Ketika kerusuhan ini terjadi, Sutiyoso menjabat Pangdam Jakarta Raya, sementara Susilo Bambang Yudhoyono menjabat kepala staf Kodam Jaya.

Berikut kronologi peristiwa yang melatarbelakangi huru-hara di kantor PDI itu, 22 tahun lalu, sebagaimana dicatat Gatra.

Baca juga: PDIP Minta Kasus Kudatuli Dibuka Lagi, SBY Dapat Berikan Informasi

Senin, 2 Juni 1996

Kronologi Pertikaian Politik Yang Memicu Huru-hara 27 Juli 1996ANTARA FOTO

Dalam rapat pleno DPP di Jalan Diponegoro, Jakarta, Fatimah Achmad menuntut supaya Megawati segera mengadakan kongres. Sebagian besar fungsionaris (16 dari 27 pengurus DPP) mendukung gagasan itu.

Megawati menolak. Massa pendukung Mega marah. Mereka memukul Yahya Theo, Ketua DPP yang berdiri di kubu Fatimah. Sejak itu kelompok 16 – fungsionaris pendukung ide penyelenggaraan kongres – meninggalkan Mega, tak pernah lagi menginjakkan kaki ke Jalan Diponegoro.

Hari itu juga, 50 utusan dari 21 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI menemui Direktur Jenderal Sospol Departemen Dalam Negeri. Mereka menyerahkan pernyataan 215 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI yang mendukung kongres. 

2.Senin sore, 2 Juni 1996

Fatimah dan kawan-kawan mengadakan rapat di Hotel Wisata, Jakarta, untuk membentuk panitia kongres. 

Selasa, 4 Juni 1996

Panitia kongres diumumkan. Fatimah menjadi Ketua Panitia Penyelenggara Kongres PDI. Nama Soerjadi sudah tercium ikut merekayasa kongres. 

Rabu, 5 Juni 1996

Kronologi Pertikaian Politik Yang Memicu Huru-hara 27 Juli 1996IDN Times/Sukma Shakti

Panitia kongres diterima Direktur Jenderal Sospol, Soetoyo N.K. Juga oleh Kassospol ABRI, Letnan Jenderal Syarwan Hamid. Kubu Mega tetap menolak kongres. 

Kamis, 13 Juni 1996

Tempat penyelenggaraan kongres, ditentukan di Medan, Sumatera Utara. Massa PDI pendukung Mega mulai bergerak di mana-mana. Mereka menolak kongres. Sementara itu nama Soerjadi muncul sebagai calon kuat Ketua Umum PDI. 

Kamis, 20 Juni 1996

Kongres berlangsung, dibuka Menteri Dalam Negeri Yogie S. Memet dan dihadiri Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung. Di Jakarta, massa PDI unjuk rasa di sekitar Gambir dan bentrok dengan petugas keamanan.

Sebanyak 86 demonstan luka, 50 lainnya menginap semalam di Polda Metro Jaya, dan 55 anggota ABRI terluka. 

Sabtu, 22 Juni 1996

Kongres ditutup. Soerjadi terpilih sebagai ketua Umum PDI. Hari-hari selanjutnya, kubu Mega melancarkan aksi mimbar bebas dan unjuk rasa. Mereka tetap menguasai kantor DPP. Aksi mereka sempat menyinggung Partai Persatuan Pembangunan yang dalam sebuah mimbar bebas disebut “partai perempuan”.

Minggu, 21 Juli 1996

Kronologi Pertikaian Politik Yang Memicu Huru-hara 27 Juli 1996ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Megawati bertemu dengan Jesse Jackson, aktivis hak asasi manusia dari Amerika Serikat. Dalam pertemuan di Hotel Hilton, Jakarta, itu Megawati menjelaskan berbagai hal mengenai keadaan Indonesia saat ini. 

Senin, 22 Juli 1996

Pangab Jenderal Feisal Tanjung melarang aksi mimbar bebas yang dilakukan pendukung Megawati, karena dinilai mengganggu ketertiban, dan mengarah ke makar untuk menggulingkan pemerintah. Pendukung Megawati terus melakukan aksi. 

Kamis, 25 Juli 1996

DPP hasil kongres pimpinan Soerjadi diterima Presiden Soeharto di Bina Graha. Peristiwa ini mematahkan spekulasi bahwa Presiden Soeharto tak akan menerima Soerjadi sebelum menyelesaikan konsolidasi partai. Megawati memerintahkan agar mimbar bebas dihentikan. Tapi satu jam kemudian dilanjutkan. 

Sabtu Pagi, 27 Juli 1996

Massa PDI pendukung Soerjadi menyerbu dan merebut kantor PDI di Jalan Diponegoro. Bentrok antarmassa PDI tak bisa dihindarkan. Belakangan ribuan masyarakat – tak jelas apakah mereka warga PDI – bergabung. Kerusuhan pecah hingga malam hari. Puluhan orang luka. Gedung milik Departemen Pertanian dibakar, mobil disulut api. Sejumlah bangunan lain tak luput dari amukan massa. 

Setelah 22 tahun berlalu tanpa kejelasan, PDIP menuntut penuntasan Kudatuli pada 2018. Padahal, sejak Megawati memimpin negeri, tak pernah ada upaya serius darinya untuk meminta kasus kerusuhan itu diungkap.

Jelang Pilpres 2019, tuntutan itu kembali muncul. 

Baca juga: Datangi Komnas HAM minta Kudatuli Diusut Tuntas, Sekjen PDIP Sebut Nama SBY

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya