Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan Perdamaian

Rayakan IWD 2021

Jakarta, IDN Times Investing in women, is investing to a brighter future. Investasi kepada perempuan adalah investasi untuk masa depan yang lebih cerah. Kalimat ini menjadi pesan kuat dari Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi dalam acara #NgobrolSeru yang digelar IDN Times bekerjasama dengan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), pada hari Sabtu (6/3/2021).

Acara digelar secara daring, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (International Woman’s Day) atau IWD 2021 yang setiap tahunnya dirayakan pada tanggal 8 Maret. Tema untuk acara spesial ini adalah, “Perempuan dan Perdamaian Dunia”.

Saya memandu acara itu, sebagai ketua umum FJPI dan sekaligus pemimpin redaksi IDN Times.

FJPI pada 22 Desember 2020 genap berusia 13 tahun, ada di 11 provinsi dengan anggota sekitar 450 orang, termasuk di Aceh, Papua dan Papua Barat, daerah-daerah yang punya pengalaman konflik yang panjang, pula proses perdamaiannya. IDN Times adalah media digital yang menargetkan millennials dan gen Z.

Tahun ini badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembangunan (UNDP) menggelar tema IWD 2021, Women in leadership: Achieving an equal future in a COVID-19 world. Laman International Woman’s Day mengusung tema turunan, dengan tagar #ChoosetoChallenge, bagaimana perempuan dengan berkontribusi menciptakan dunia yang lebih inklusif bagi semuanya. Dunia yang lebih damai.

Ikut menciptakan perdamaian dunia amanat konstitusi dan dilaksanakan sebagai tugas penting oleh kementerian luar negeri. Indonesia tengah mengambil peran penting dalam upaya mewujudkan perdamaian, termasuk di kawasan, dan upaya itu dipimpin oleh Retno Marsudi selalu kepala diplomat kita.

Sejak 1 Februari 2021, ketika pecah krisis di Myanmar, di mana terjadi kudeta militer setelah pemilu yang dimenangkan NLD, partainya Aung Sang Suu Kyi, Menlu Retno melakukan shuttle diplomacy, bolak-balik membangun komunikasi dengan semua pihak di regional, ASEAN maupun pemimpin dunia dan PBB. Media asing memotret Retno sebagai ujung tombak diplomasi mencari solusi damai di Myanmar itu.

Bagaimana dialog yang terjadi antara Menlu Retno dan lebih dari seratus jurnalis perempuan itu? Pertanyaan juga diajukan jurnalis FJPI dari sejumlah kota, bisa disimak di videonya juga.

Baca Juga: Indonesia Sediakan 5 Juta Dolar untuk Proses Perdamaian di Afganistan

1. Bagaimana peran perempuan dalam diplomasi COVID-19 dan perdamaian dunia?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianMenlu Retno Marsudi saat webinar Perempuan dan Perdamaian, Sabtu (6/3/2021). (IDN Times/tangkapan layar)

Baik, Mbak Uni, sekali lagi terima kasih undangannya dan terima kasih sudah mengatur Ngobrol Seru dengan teman-teman semua, karena investing in woman, is investing in a brighter future.

Kalau kita meng-invest pada perempuan maka sekaligus kita meng-invest pada masa depan yang lebih cerah. Teman-teman yang saya hormati untuk menjawab pertanyaan Mbak Uni tadi mungkin sekaligus aku ingin rangkum dengan situasi pandemik ini tentunya. Nah, kita sudah lebih satu tahun berada di situasi pandemik ini dan walaupun angka kasus baru dunia mengalami penurunan dalam beberapa minggu ini, namun kita masih belum, dan memang harus ditekankan, per hari kemarin sudah lebih dari 116 juta orang yang terinfeksi di dunia dan di kesempatan ini juga kita ngobrol masalah vaksin.

Vaksin ini menimbulkan harapan baru dan kita lihat datanya sejauh ini sudah ada 112 negara yang sudah memulai vaksinasi. Tetapi menarik sekali untuk dilihat angkanya dan dari 112 ini 44 berada di benua Eropa. Kalau 44 dari 112 itu sepertiga lebih kemudian 22-nya adalah negara di benua Amerika, 37 di benua Asia, dan baru sembilan negara yang melakukan vaksinasi di benua Afrika.

Tentunya data ini menunjukkan satu tadi harapan tetapi juga tantangan, tantangan utamanya adalah kesetaraan akses terhadap vaksin untuk semua negara itu bisa terus diperjuangkan dan prinsip ini berusaha diperjuangkan Indonesia dari sejak pertama pandemik, mulai dan prinsip ini juga lah yang berusaha saya bawa, saya perjuangkan terus di dalam kapasitas saya sebagai salah satu co-chair of COVAX AMC Engangement Group, yang merupakan forum untuk membahas kesetaraan akses terhadap vaksin untuk semua.

Nah, tantangan lain selain kesetaraan adalah teman-teman pasti tahu dalam beberapa hari ini muncul berita terkait varian baru. Varian baru ini sendiri sebenarnya sudah terjadi di banyak negara dan Indonesia sudah mulai ditemukan adanya varian baru.

Sejauh ini varian baru dikenal ada dari Inggris, Afrika Selatan dan Brazil. Data sementara mengatakan bahwa varian baru itu memang penyebarannya lebih cepat namun tidak lebih dari segi fatalitasnya tidak lebih berat dari virus yang ada. Ini adalah data sementara karena banyak sekali hal-hal yang belum kita ketahui dari virus ini dan dari waktu ke waktu kita terus belajar meng-adjust hal-hal terkait dengan virus ini dan dinamika di lapangan juga semakin tinggi.

Dampak dari pandemik ini sangat besar bagi kehidupan kita termasuk upaya perdamaian yang terus diupayakan oleh kita di berbagai belahan dunia. Pada tanggal 10 Februari 2021 saya berada di laut mati di Yordania dan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Palestina, yang tentunya kita berbicara prospek perdamaian Palestina dan Israel terutama dikaitkan dengan kebijakan baru dari administrasi Amerika Serikat.

Saya bicara dengan Menlu Yordania, kita melihat terdapat momentum baru yang harus segera dimanfaatkan untuk mengambil langkah maju bagi perdamaian Israel-Palestina, antara lain kesatu, adalah pendekatan secara administrasi baru yang kita lihat lebih seimbang dibanding dari administrasi lama. Kedua, dengan adanya re-afirmasi dukungan dari Liga Arab. Yang ketiga adanya langkah maju rekonsiliasi internal antara di dalam Palestina dan mereka sekarang sedang mempersiapkan pemilu bulan Mei dan Juli 2021.

Jadi sekali lagi ada momentum baru yang menimbulkan harapan, tetapi momentum ini harus terus kita hidupkan tidak boleh kita lepas dan kita sangat berharap agar perundingan yang sudah berhenti cukup lama ini dapat segera dilakukan. Pandemik ini juga memberikan pengaruh pada kehidupan rakyat Palestina, kebebasan bergerak banyak sekali dibatasi. Selain konsiderasi kesehatan yang harus dibatasi ada juga konsiderasi lain pada saat kita bicara mengenai kebebasan bergerak di dalam konteks Palestina dan Israel.

2. Bagaimana peran Indonesia dalam perdamaian dan pemberdayaan perempuan di Afghanistan?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianMenlu Retno Marsudi saat webinar Perempuan dan Perdamaian, Sabtu (6/3/2021). (IDN Times/tangkapan layar)

Pada saat kita melihat Afghanistan maka kita melihat upaya untuk agar negosiasi dapat dimulai nampaknya masih perlu upaya yang luar biasa, mereka sudah bisa menyepakati TOR-nya tetapi belum masuk pada negosiasi substansi dengan pemerintah Afghanistan. Gap masih cukup banyak dan pembicaraan dengan negara terkait termasuk negara kawasan penting untuk terus dilakukan agar semuanya memberikan dorongan agar negosiasi ini dapat segera dimulai.

Yang cukup memprihatinkan pada saat kita bicara mengenai Afghanistan kita tahu bahwa negosiasi itu memerlukan sebuah kondisi kondusif dan kondisi dari kita sebagai orang luar melihat itu belum tercipta di Afghanistan karena kita tahu masih banyaknya kekerasan terjadi di sana, masih banyak attack yang terjadi.

Khusus untuk Indonesia, satu hal yang menjadi salah satu perhatian kita dan didukung oleh banyak negara termasuk Amerika adalah terkait isu pemberdayaan perempuan di Afghanistan. Indonesia berharap jika mereka sudah berembuk, jika nanti mereka telah selesai bernegosiasi kita ingin hasil dari negosiasi itu tetap memberikan ruang bagi wanita untuk menjadi bagian penting dari segi ekonomi, sosial, politik di Afghanistan.

Dan oleh karena itu kita cukup aktif memberikan pelatihan dan bahkan kita di awal Februari (2020) membentuk jejaring perempuan Indonesia- Afghanistan di awal pandemik dan kita mengambil dua track yang kesatu menguatkan norma tentang perempuan itu sendiri, kita bawa terus sampai ke PBB, yang kedua adalah dalam konteks yang lebih konkret yaitu penguatan kapasitas melalui berbagai macam pelatihan.

Untuk Afghanistan ini Indonesia memiliki kredensial yang baik untuk bicara mengenai women empowerment karena kita tahu kita ini adalah negara dengan penduduk muslim paling besar di dunia tetapi kita juga cukup maju dalam isu pemberdayaan perempuan.

Baca Juga: Bantu Afghanistan Raih Perdamaian, Menlu Diberi Penghargaan Tertinggi

3. Bagaimana perkembangan diplomasi wujudkan damai di Myanmar?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianMenlu Retno Marsudi hadiri KTT ke-8 ASEAN-Amerika Serikat (Dok.Biro Pers Kepresidenan)

Mengenai Myanmar, rekan-rekan yang saya hormati, pada tanggal 1 Februari 2021 kita dikejutkan dengan pengambilan kekuasaan di Myanmar oleh militer (Tatmadaw) dan kemudian diikuti dengan penggunaan kekerasan, kekuatan dari security forces Myanmar terhadap demonstran yang telah menyebabkan baik korban jiwa maupun luka-luka.

Pertama, saya ingin kembali mengulangi posisi Indonesia. Jelas kita tegas dan konsisten, pertama kita selalu mengatakan safety and well being masyarakat Myanmar menjadi prioritas nomor satu, oleh karena itu kita mendesak pasukan keamanan Myanmar menghentikan penggunaan kekuatan dan kekerasan. Yang kedua kita mendesak agar demokrasi dikembalikan dan kita meminta agar the will and the interest of the people on Myanmar is respected.

Kemudian kita juga mendesak dilakukannya dialog inklusif di antara mereka terutama antara NLD dan Tatmadaw. Untuk dapat dilakukannya dialog diperlukan kondisi kondusif termasuk kondisi kondusif ini, kita lihat harus dilepaskannya tahanan politik dan dalam pertemuannya Indonesia mengingatkan, dan sebetulnya sejak awal dari pidato Presiden juga dijelaskan, bahwa penting bagi seluruh anggota negara ASEAN untuk menghormati dan memberlakukan ASEAN Charter dalam satu kesatuan.

Kalimat dalam satu kesatuan ini penting sekali, sehingga, kita tidak hanya terfokus pada isu non interference, yang tentunya penting dan harus terus dihormati, tetapi ada juga kewajiban dari negara-negara ASEAN untuk ikut menjaga demokrasi, good governance, constitutional government, penghormatan terhadap HAM, rule of law dan sebagainya. Sehingga pelaksanaan prinsip yang tertera di dalam ASEAN Charter, secara keseluruhan memang harus dilakukan.

Dari situ kemudian kita bergerak dan saya sempat melakukan shuttle diplomacy dua minggu untuk membuat ASEAN bisa sepakat, perlu segera kita bisa duduk dan bicara mengenai situasi di Myanmar.

Dan, kita sudah lakukan pertemuan informal dengan ASEAN kita lakukan dua minggu yang lalu dan hampir semua negara ASEAN mengirimkan pesan paling tidak tiga, yaitu, stop used of force, pelepasan tahanan politik dan juga meng-encourage terjadinya dialog. Dan memang amat disayangkan bahwa seruan ini belum direspons dengan positif dengan baik oleh Myanmar.

Pada Jumat kemarin (6/3/2021) kemarin di bawah presidensial Amerika Serikat, UNSC, security council, juga melakukan pertemuan di New York dan membahas mengenai situasi di Myanmar. Dan sebagaimana teman-teman ketahui, kita berusaha melakukan komunikasi dengan semua pihak di lapangan agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kondisi di sana.

4. Apakah perempuan berperan dalam upaya mewujudkan perdamaian di kawasan? Khususnya berkaitan dengan Myanmar?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianMenlu Retno Marsudi hadiri KTT ke-8 ASEAN-Amerika Serikat (Dok.Biro Pers Kepresidenan)

Ini yang menarik saya temukan teman-teman. Sebagian besar dari kontak-kontak yang ada di lapangan itu adalah perempuan-perempuan dari berbagai macam bangsa. Sebagai informasi, agak menyimpang dari urusan Myanmar, di Asia Tenggara sendiri, Indonesia sudah menginisiasi pembentukan jejaring untuk negosiator dan mediator perempuan. Tentunya untuk negosiator juga terkait dengan pendidikan dan pemberdayaan para diplomat perempuan Indonesia.

Kita juga sudah memberikan pelatihan kepada diplomat-diplomat perempuan di Asia Tenggara. Dengan mediator saya juga terhubung dan memiliki komunikasi yang kuat dengan para mediator perempuan di Asia Tenggara termasuk pada saat kita membahas isu Myanmar ini, saya juga menggunakan jejaring mediator perempuan Asia Tenggara.

Kenapa jejaring ini kita inisiasi teman-teman? Karena saya yakin perempuan dapat menjadi agen perdamaian, dan hal ini pas dengan tema dari pertemuan kita hari ini dan selain agen perdamaian saya sangat mengharapkan kaum perempuan ini juga dapat menjadi agen toleransi.

Jadi mungkin untuk menjawab pertanyaan Mbak Uni, pertanyaan satu tapi penjelasannya 20 menit Mbak Uni, mohon maaf. Terima kasih, mungkin nanti kita diskusi lebih lanjut.

5. Bagaimana implementasi kesetaraan gender di lingkungan Kemlu, secara spesifik termasuk berapa banyak sih diplomat perempuan misalnya dan apakah ada juga yang masuk dalam kelompok negosiator perdamaian perempuan?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianPress Briefing Menteri Luar Negeri (Melnu) Retno Marsudi mengenai pembahasan dalam Informal ASEAN Ministerial Meeting (IAMM) (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Jadi, saya ingat, Mbak Uni,waktu saya masuk Kemlu tahun 84, berarti sudah berapa tahun ya? Eh sorry 86, berarti tahun ini saya sudah 35 tahun berada di Kementerian Luar Negeri. Nah, waktu itu orang selalu mengatakan dunia bahwa diplomasi itu adalah dunia laki-laki, mungkin kesimpulan itu diambil dari pertama, dari sisi jumlah perempuan pada saat itu memang masih sangat minoritas. Angkatan saya itu 10 persen. Rata-rata per angkatan itu 10 persen.

Kemudian ada beberapa yang di tengah jalan memutuskan untuk berhenti atau ke luar atau menikah dengan sesama diplomat, karena dulu kalau kita menikah dengan sesama diplomat maka salah satu harus mengundurkan diri. Tapi sekarang tidak, sekarang kebijakan itu sudah kita tiadakan.

Sehingga anak-anak kita laki perempuan diplomat yang menikah satu sama lain mereka tidak perlu satu di antaranya mengundurkan diri. Ini merupakan salah satu afirmatif kebijakan yang diberlakukan agar diplomat perempuan juga dapat memberikan kontribusi dalam bidang pekerjaannya.

Nah, kemudian kita tarik dalam perjalanannya kalau dulu itu 10 persen, kemudian kalau menikah harus mundur salah satunya, dan dalam banyak kasus mostly yang mundur itu adalah perempuan. Sekarang mungkin dalam 10 tahun terakhir atau 15 tahun terakhir dan itu betul-betul mulai didobrak pada saat Pak (Menlu) Hassan Wirajuda. Kita melihat persentase diplomat yang masuk ke Kemlu itu 45-55 (persen), kadang-kadang 50-50 dan kadang-kadang 52-48, 51-49.

Intinya sudah sebanding dan sudah sama dengan laki-laki. Dan ditunjang dengan kebijakan-kebijakan afirmatif, mudah-mudahan mereka akan dapat bertahan di dalam profesi tersebut.

Nah, selain itu kalau kita lihat perempuan, jadi kita tuh dan waktu itu melakukan data atau melakukan riset itu zamannya (Menlu RI) Pak Hassan Wirajuda dan zamannya Pak Marty (mantan Menlu Marty Natalegawa), kalau kita melakukan pendidikan, maka kalau diambil misal diambil 10 besar teratas ya, dari setiap kali pendirikan, di situ ternyata perempuannya juga banyak.

Jadi perempuan, diplomat-diplomat perempuan itu, ia bukan hanya menjadi diplomat biasa tetapi menjadi diplomat yang luar biasa dan kalau dari saya sendiri di kantor saya isinya lebih banyak diplomat perempuan yang mendukung pekerjaan saya, dan saya tidak punya complaint sama sekali karena mereka perempuan yang berani, yang tidak gentar, tahan tekanan dan sebagainya.

Penting harus adanya kebijakan afirmatif yang memang harus diberikan sehingga enabling environment, tercipta lingkungan yang membuat perempuan dapat berkotribusi. Dan di Kemlu, sebelum pandemik, karena kini ditutup sementara, kita punya ruangan untuk penitipan anak-anak, jadi diplomat perempuan yang memiliki anak kecil ia bisa membawa anaknya, dititipkan di kantor di situ ada pengasuh kita hired, yang memang betul betul profesional sehingga pada saat break, misalnya anak-anak ini bisa bermain dengan anaknya dan memberikan ASI dan sebagainya. Banyak sekali kebijakan kita itu tadi saya ambil beberapa, tetapi kebijakan seperti mainstreaming gender sudah otomatis masuk di dalam kebijakan Kementerian Luar Negeri.

6. Berdasarkan pengalaman berinteraksi dengan pejabat tinggi perempuan, apakah ada semangat kesetaraan, sehingga lebih mudah menjalin kerja sama artinya woman support woman?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianMenlu Retno Marsudi ketika menyambut Menlu Mike Pompeo (Dokumentasi Kemlu)

Aku bicara dunia internasional dulu ya, jadi kemitraan kita dengan laki-laki mau tidak mau harus kita perkuat karena tidak mungkin juga kita bisa melakukan atau berkontribusi tanpa kemitraan kita dengan kaum laki-laki. Di rumahku pokoknya kemitraan itu harus jalan sejak awal.

Yang kedua, woman support woman, saya kira itu perlu sekali. Saya ingin berikan contoh para menteri luar negeri, kita ini punya grup, kayak grup arisan sih sebenarnya, yang setiap setahun sekali itu ketemu disela-sela pertemuan sidang umum PBB. Jadi biasanya di bulan September, Oktober itu kita semua para menteri luar negeri ada di UN (PBB) ada di titik yang sama satu minggu itu, dan di satu hari, malam, itu pasti para menteri luar negeri perempuan bertemu, asyik sekali, tapi tetap kita bicara mengenai isu politik luar negeri terutama yang terkait dengan isu gender.

Selama dua tahun kemarin kita banyak sekali bergerak untuk isu gender dalam konteks pasukan perdamaian dunia. Karena kita semua, PBB dan juga negara-negara di dunia, ingin agar porsi peace-keepers perempuan, dapat ditingkatkan. Tetapi sekali lagi untuk meningkatkan porsi tersebut maka harus ada policy, perlu ada pemberdayaan yang memang harus dilakukan dari PBB kemudian turunannya kepada negara anggota.

Di situlah saya melihat kekuatan, kita sebagai sesama perempuan itu sangat kuat dan saling membantu dan bahkan kalau ada menteri perempuan yang baru dilantik, misalnya, di wilayah kita yang terakhir itu dari New Zealand dan juga menlu dari Timor Leste juga perempuan, dan itu otomatis kita langsung nge-klik, telepon satu sama lain dan gampang sekali komunikasi.

Menlu New Zealand misalnya, hari Rabu malam sekali di sana, dia nge-chat, Retno, can I talk tomorrow morning? Jam berapa di waktumu, oke disepakati jam 9 pagi WIB, ditambah enam jam, berarti jam 3 waktu New Zealand, kita janjian jadi cepat sekali komunikasinya tanpa harus melalui kantor masing-masing kita saling berhubungan, dan ada ikatan satu sama lain antara perempuan untuk saling menguatkan dan untuk memperjuangkan isu-isu yang terkait perempuan.

7. Bagaimana dengan belum adanya sistem terpadu dalam memproteksi nasib TKI perempuan di luar negeri?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianSejumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Malaysia mengantre saat tiba di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Kamis (9/4)(ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Pada saat kita bicara mengenai masalah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, mau tidak mau kita bicara mengenai masalah perempuan, karena sebagian besar dari mereka adalah perempuan. Dan, yang memang harus dikuatkan lebih banyak adalah sistem proteksi dari awal, dari hulunya, dalam arti recruitment-nya, penyalurannya, dan sebagainya.

Oleh karena itu kita sedang melakukan negosiasi dengan berbagai negara, agar ada proteksi berdasarkan perjanjian dengan mereka.

Nah apa yang terjadi di lapangan? Kita berusaha proteksi tetapi masih ada beberapa pihak yang selalu menggunakan segala upaya, jalan-jalan samping untuk mengirim saudara-saudara kita ke luar negeri tanpa pembekalan, tanpa proteksi apapun, sehingga risiko yang kemungkinan masalah yang akan dialami oleh para TKI kita jadi lebih besar.

Inilah yang memang harus diatur, jadi satu adalah sistem harus dipercepat diselesaikan negosiasi-negosiasinya dengan pihak luar dan kedua menyangkut dengan masalah law enforcement dari sisi hulunya. Dalam artian, kalau terjadi kasus perdagangan manusia maka law enforcement ini harus betul-betul ditegakkan, sehingga menimbulkan efek jera.

Saya kalau sudah bicara mengenai masalah TKW itu berapi-api, bisa panjang karena saya tidak bisa melihat saudara-saudara perempuan kita ini selalu mengalami masalah, karena masalah pengiriman yang tidak baik yang tidak melalui sistem yang kita buat dan kita rapikan secara baik. Oleh karena itu setuju, kita buat sistem yang bagus, law enforcement kita tegakkan, di luarnya di hilirnya, ini adalah tugas para diplomat kita, para atase kita, untuk memproteksi perlindungannya kalau terjadi masalah.

Tetapi isu perlindungan ini tidak maksimum hasilnya jika di hulunya tidak dibenahi. Jadi, dari waktu ke waktu, kita lakukan pembenahan. Kunci pembenahan di hulu, di hilir kita lebih mudah proteksinya, seperti Aplikasi Safe Travel itu untuk mempermudah perlindungan, tetapi perlindungan upaya hilir tidak akan maksimal kalau hulu tidak dirapikan dengan baik dan law enforcement tidak dilakukan untuk menimbulkan efek deteren.

8. Pandemik menunjukkan sejumlah pemimpin perempuan mampu memimpin secara efektif, mulai dari Selandia Baru, Jerman sampai Taiwan. Apakah ini kekuatan kepemimpinan perempuan?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianIlustrasi Suasana Pandemik COVID-19 di Brazil, Amerika (ANTARA FOTO/REUTERS/Adriano Machado)

Kita observe bagaimana negara dunia merespons pandemik. Tentunya memang masing masing negara memiliki karakter yang berbeda sehingga kita melihat bahwa responsnya ada yang sama, tetapi di sana sini ada perbedaan, bahkan di negara negara sudah mapan pun kita masih melihat buka tutup juga banyak sekali terjadi, dibuka, lantas ditutup.

Misalnya yang terakhir kemarin yang lapor adalah teman-teman dari Tokyo, yang semula Jepang sudah dibuka ternyata diperpanjang lagi dua minggu, begitu juga di Australia dan sebagainya. Jadi perempuan tentunya memiliki kekuatan di dalam memimpin, tetapi tantangan yang dihadapi selama pandemik ini sangat luar biasa. Extra ordinary. Di New Zealand kemarin Auckland sempat ditutup, kemudian sekarang dibuka kembali.

Jadi sekali, para pemimpin berusaha sekuat tenaga untuk merespons pandemik ini, untuk memproteksi negaranya. Saya, melihat situasi kita sekarang, tentunya kita masih jauh dari selesai. Tetapi kalau dilihat dari angka, mengalami penurunan. Dan banyak sekali dibantu oleh kedisiplinan masyarakat.

Dulu kalau saya lagi jogging di luar, itu banyak melihat orang gak pakai masker. Tapi sekarang, hampir semua orang yang berjalan dan saya dapat lihat itu hampir semuanya memakai masker. Demikian juga di tempat-tempat, misalnya, di supermarket, semuanya mulai disiplin. Dan saya yakin ini kontribusinya banyak sekali untuk menurunkan angka penyebaran.

Yang kedua, Pak Menkes sekarang (Budi G Sadikin) betul-betul mendasarkan semuanya pada data, misalnya bahkan data telah ditemukannya varian baru yang dua kasus di Indonesia, yang terjadi adalah begini, kalau kita tidak melakukan genome sequencing, ya pasti tidak akan ketemu bahwa ada varian baru. Tetapi begitu ada isu varian baru, Pak Menkes melakukan genome sequencing. Ketemu dua kasus. Dan dua itu pun tracing-nya luar biasa dan saya kira juga dikomunikasikan ke publik, bagaimana tracing-nya kepada penumpang, keluarga dan sebagainya.

Sehingga, transparansi kita saat mengatakan ya ada ditemukan dua orang dengan varian baru tetapi ini loh, yang sudah kita lakukan dari sisi tracking-nya, penanganan kepada pasiennya dan sebagainya. Sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat, karena memang komunikasi kita ke masyarakat harus baik dari waktu ke waktu diperbaiki science based dengan data, agar masyarakat bisa betul-betul, melihat ada masalah tetapi sudah dilakukan penanganan dan sudah ada penyelesaiannya.

Terus, masalah vaksin kita lihat sepertinya Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara bersama Singapura kalau tidak salah, yang memulai vaksin di awal, di bulan Januari. Jadi ini merupakan hal yang betul-betul harus disyukuri, saya gak kebayang kalau waktu itu kita gak cepat-cepatan untuk mencoba mencari vaksin, mungkin situasinya berbeda.

Kedisiplinan masyarakat, transparansi pemerintah dalam menjelaskan situasi apa yang dilakukan pemerintah serta melanjutkan proses vaksinasi, saya kira tiga hal itu menjadi sangat penting bagi masyarakat membangun rasa confident masyarakat dan sekaligus menurunkan angka penyebaran virus itu sendiri.

9. Apakah ada peluang diplomat perempuan asli Papua di Kementrian Luar Negeri? Kemudian yang kedua bagaimana cara perempuan Papua maupun jurnalis Papua ini berkontribusi atas solusi isu konflik yang terjadi di wilayah Papua itu sendiri?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianIlustrasi Baju Adat Irian, Papua (IDN Times/Mardya Shakti)

Diplomat perempuan Papua kita punya cukup banyak sih sebenarnya, dan mungkin, ini jadi membocorkan, akan ada diplomat perempuan Papua yang menjadi duta besar. Jadi, jangan lupa, bahwa you are part of us, kadang-kadang kita tuh suka, bagaimana dengan Papua. Terima kasih untuk selalu diingatkan. Tetapi, kita tidak pernah lupa keberpihakan kita terhadap Papua dan harus dilakukan, karena Papua adalah bagian dari kita.

Dan tidak boleh dipisahkan, karena Papua akan menjadi bagian kita untuk selamanya. Jadi, diplomat perempuan Papua bagus-bagus, dan insya Allah ada yang bakal jadi duta besar perempuan dari Papua, kalau duta besar laki-lakinya kita sudah ada. Bahkan pilot perempuan Papua juga sudah ada, yang dari lulusan New Zealand itu. Aku bangganya sama Mas Tantowi (Tantowi Yahya, dubes RI di Selandia Baru), luar biasa.

Dan anak-anak Papua yang sekolah di New Zealand, Pak Dubes kan selalu meng-update, mereka adalah anak-anak yang sangat membanggakan, dalam arti sekolahnya bagus, kemudian santun dan sebagainya, jadi Indonesia bangetlah.

Yang kedua, mengenai masalah yang terjadi di Papua, mungkin teman-teman Papua dapat memberikan perspektif yang lain. Jadi begini, kalau kita bicara mengenai Papua yang kita dengar kok hanya ada konflik sih? Baik yang sifatnya horizontal maupun vertikal ada banyak sekali ketidaksepakatan, padahal lebih banyak hal-hal lain yang bisa diceritakan dari Tanah Papua. Baik bagaimana Papua membangun, bagaimana ekonomi Papua, apa yang harus diperbaiki pemerintah pusat terhadap Papua.

Apapun yang dapat diceritakan oleh teman-teman Papua kepada Indonesia sebagai satu keluarga maupun kepada dunia internasional, akan sangat membantu. Karena memang, ya, masih ada beberapa hal yang harus kita selesaikan di Papua, tapi banyak sekali hal positif yang bisa diceritakan oleh orang Papua, kepada kami, kepada dunia sehingga kita tahu, pada saat kita membicarakan Papua itu kita tahu lengkap, dan tidak hanya bicara dari sisi hal yang dinilai yang negatif. Masalah ada, kita coba selesaikan, tapi banyak isu positif yang dapat dimunculkan dari Papua.

10. Apakah pendekatan leaders perempuan itu juga bisa diterapkan dalam konteks komunikasi dengan Aung San Suu Kyi?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianAung San Suu Kyi berjalan untuk mengambil sumpah di parlemen majelis rendah di Naypyitaw, Myanmar, pada 2 Mei 2012. ANTARA FOTO/REUTERS/Soe Zeya Tun/File Photo/

Saya bertemu Daw Aung San Suu Kyi, 2016 mungkin ya, saya ke Naypidaw, I was among the first yang diterima, kita bicara, kita akan coba terus, seperti tadi saya sampaikan, saya membangun jaringan komunikasi dengan banyak pihak dan kebetulan orang-orang yang saya ajak bicara itu adalah perempuan-perempuan.

Jadi, kadang-kadang kita, keperempuanan kita itu bisa kita pergunakan untuk mendukung pekerjaan kita. Jadi, dari hal-hal sepele yang mungkin oleh orang laki-laki gak diperhatikan, misalnya, sepele banget nih, tanggal berapa ya, menteri luar negerinya Inggris menelepon. Dia baru saja ulang tahun, ini kan hal sepele dan biasanya mata perempuan lebih jeli melihat, oh ya, dia habis ulang tahun. Jadi di awal pembicaraan saya bilang, “Dominic, belated happy birthday.” Langsung cair kan. Hal-hal sepele dan bisa mempermudah komunikasi dan pekerjaan kita.

Dan untuk isu Myanmar, kembali lagi saya akan terus mencoba berkomunikasi dengan jejaring saya yang kebetulan sebagian besar adalah perempuan, untuk membantu Myanmar. Apa yang dilakukan Indonesia adalah bukan dalam artian interference. Negara ASEAN tidak ada satu pun yang berniat melakukan interference tehadap Myanmar. Tapi yang kita lakukan adalah membantu Myanmar untuk keluar dari situasi yang sangat sulit ini.

Tadi saya cerita New York misalnya, waktu kita anggota Dewan Keamanan (DK), yang jaga gawang banyak banget perempuan diplomat kita, dan galak-galak. Dalam artian dalam negosiasi mereka tough, daya tahan untuk negosiasi okey banget.

Baca Juga: Bahas Kondisi Myanmar dengan ASEAN, Retno Marsudi: Ini Mengkhawatirkan

11. Perempuan selama pandemik situasinya makin berat. Dari KDRT sampai PHK, bagaimana situasi kita dibandingkan di dunia?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianIlustrasi pekerja pabrik. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Kalau kita melihat perempuan, tugas kita adalah untuk memastikan bahwa tidak terjadi diskriminasi terhadap perempuan dan kita-kita ini terhadap perempuan harus berada di depan untuk sekali lagi, saudara-saudara kita yang perempuan tidak alami diskriminasi. Diskriminasi itu bisa dalam urusan pekerjaan, urusan sosial lainnya, ekonomi misalnya urusan perbankan, akses terhadap kredit dan sebagainya, banyak sekali.

Tetapi kuncinya jangan sampai terjadi diskriminasi, yang kedua, dari sisi mata uang yang lain, perempuan ini adalah makhluk Tuhan yang kuat, jadi mereka memiliki potensi yang sangat tinggi, dan saya percaya sekali dengan potensi kaum perempuan, mereka akan selalu dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah, part of solution.

Di masa pandemik, tadi Mbak Uni bicara bahwa perempuan banyak dirugikan, ya. Tetapi, at the same time, we also get angka yang menunjukkan peran perempuan selama pandemik. Misalnya, dalam konteks dunia, health workers, pekerja kesehatan, itu lebih dari 70 persen adalah perempuan and it shows kekuatan kita. Dalam situasi seperti ini pun, 70 persen adalah kita, perempuan yang menjadi garda paling depan, menjadi health workers.

Kemudian saya tarik ke dalam, kita lihat UMKM, kan di awal agak mengalami kesulitan luar biasa karena bahkan line of business-nya harus di-adjust untuk merespons hal-hal yang dibutuhkan selama pandemik. Dan, saya dapat data lebih dari 60 persen UMKM yang dimiliki atau dikelola untuk memasok barang yang diperlukan selama masa pandemik itu dimiliki atau dikelola oleh perempuan. Jadi, I have to see it from two angles.

One, perjuangan kita untuk untuk terus mengarusutamakan upaya agar diskriminasi tidak terjadi kepada perempuan, yang kedua kita harus memberdayakan perempuan karena potensi perempuan adalah luar biasa. So back to my introductory statement, investing in women is investing in a brighter future.

12. Bagaimana dengan dampak krisis di Myanmar, sikap Aung San Suu Kyi terhadap nasib Rohingya?

Ngobrol Seru Menlu Retno Soal Perempuan dan PerdamaianWarga menginjak poster yang memperlihatkan foto yang diduga sebagai penembak jitu Tentara Myanmar saat protes terhadap kup militer di Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Semakin banyak masukan yang kita peroleh semakin dapat kita memetakan atau berusaha berkontribusi. Nah, memang dalam kondisi seperti ini, makanya seruan yang disampaikan ASEAN maupun Indonesia dalam kapasitas nasional, maupun seruan yang keluar dari security council, itu adalah mengenai masalah dialog.

Karena dalam situasi seperti ini akan sangat sulit terjadi perubahan, kalau memang tidak terjadi komunikasi, dialog di antara mereka terutama sekali lagi, pemimpin dari Tatmadaw maupun pemimpin dari NLD. Hasilnya pasti tidak se-ideal yang masing-masing inginkan, pasti. Karena dalam komunikasi, dalam dialog, akhirnya di situ akan terjadi katakanlah upaya mencari penyelesaian.

Saya tidak mau mengatakan titik tengah, tapi penyelesaian yang harus mereka sepakati. Karena, kami-kami ini, kita-kita ini adalah pihak luar yang hanya bisa membantu, at the end yang menentukan adalah mereka, belum lagi bicara masalah Rohingya. Jadi per hari ini, mungkin sudah masuk tahun ke tiga atau sudah lebih dari tiga tahun, isu ini belum bisa diselesaikan.

Makanya waktu 1 Februari muncul krisis, 5 Februari Presiden (Jokowi) sudah bicara, ada kalimat yang presiden sampaikan. Walaupun situasi politik seperti saat ini maka, perhatian terhadap penyelesaian masalah Rohingya harus tetap mendapatkan perhatian. Karena, sekali lagi, kelihatan ada secercah sinar di ujung lorong, untuk penyelesaian masalah Rohingya ini juga.

Repatriasi menjadi lebih sulit karena bagi kita, bagi Indonesia terutama, repatriasi adalah jalan terbaik yang harus diupayakan. Karena kondisinya di Rakhine State harus kondusif. Kegiatan ekonomi, kemudian situasi hubungan sosial horisontalnya juga harus kira bangun secara baik, karena sebenarnya kalau kita melihat suku yang banyak sekali, itu sama dengan kita. Jadi unless, ada rasa ingin menjadi satu, saya khawatir Myanmar ini akan sulit maju, ke depan, ada isu Rohingya, ada isu ethnic armed groups, ada NLD, ada elemen Tatmadaw dan elemen lain-lain, yang sekali lagi, tanpa niat kuat, komitmen kuat bahwa mereka mau maju sebagai satu negara itu akan sulit lagi.

Dan di dalam diskusi saya dengan beberapa rekan media di kawasan, saya bahkan menyampaikan, look, kita menjadi negara demokrasi seperti saat ini cost-nya juga luar biasa tinggi. Dan, kita harus akui bahwa militer merupakan bagian dari proses Indonesia menjadi negara demokrasi. Kalau di 1997-1998 katakanlah, militer tidak let it happened, maka mungkin sejarah akan berbeda.

Maka mungkin yang perlu disampaikan, Tatmadaw bisa menjadi bagian dari proses atau restorasi atau apapun lah, kalau Sekjen PBB menyatakan, "return to democracy" di situ sebenarnya Tatmadaw bisa menjadi bagian dari proses itu. Mengenai hasilnya sekali lagi, saya tidak akan bicara hasilnya sepeti apa, it will be up to them to decide their future. Kalau ada bantuan, kita akan membantu, tentunya tetapi nasib mereka ditentukan bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain.

Baca Juga: Menlu Retno: Mekanisme ASEAN Paling Tepat Menangani Situasi di Myanmar

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya