Pertama Kali, Indonesia dan Australia Gelar Dialog Antar Agama

Dialog sepakati peran perempuan, generasi muda dan media

Bandung, IDN Times – Pertemuan pertama dialog lintas iman (interfaith dialogue) bilateral antara Indonesia dan Australia menyepakati pentingnya peran perempuan, generasi muda dan media sebagai agen perdamaian. 

“Pertemuan ini juga menyepakati pentingnya meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan dan hubungan antar warga kedua bangsa,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Cecep Herawan, di Bandung, 13 Maret 2019.

Dialog lintas iman atau biasa disebut dialog antar agama ini berlangsung dua hari, 13-14 Maret 2019. Hari kedua, para peserta akan menghadiri ceramah publik di Universitas Kristen Maranatha dan berkunjung ke tempat-tempat ibadah di Bandung.

 Dirjen Cecep mengatakan kota Bandung dipilih karena masyarakatnya yang multikultur dan agama. Banyak pendatang dari luar Bandung datang dan bermukim di kota yang pernah disebut sebagai Paris Van Java ini, antara lain untuk belajar. Mereka lantas berbaur dan hidup secara harmoni bersama-sama.

Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gary Francis Quinlan, yang memimpin delegasi Australia merasa gembira dengan proses dan hasil dialog. “Kami berharap dialog ini dilanjutkan,” kata Dubes Quinlan.

Quinlan menggarisbawahi diskusi tentang media. “Diskusi kita tentang media sangat konstruktif. Ini saat yang sulit bagi media. Ada jurnalis yang buruk, ada juga jurnalis yang baik, ada pula jurnalis yang bekerja keras dengan keterbatasan waktu saat memproduksi berita sebagaimana kita bicarakan. Kita harus lebih memahami ekspektasi masyarakat terhadap mereka. Mungkin kita bisa membahas bagaimana kita bisa bekerja sama dengan media di bidang ini,” kata Quinlan.

Baca Juga: Indonesia-Australia Gelar Dialog Lintas Agama di Kota Bandung

Australia adalah negara mitra ke-32 dalam dialog bilateral lintas agama dengan Indonesia. Berikut fakta-fakta menarik tentang dialog antar agama Indonesia Australia

1. Indonesia dan Australia tidak kebal terhadap tantangan hubungan antar agama

Pertama Kali, Indonesia dan Australia Gelar Dialog Antar AgamaIDN Times/Uni Lubis

Dirjen Cecep yang mengikuti acara dialog secara penuh menyampaikan, paparan dari pembicara yang mewakili kedua delegasi menunjukkan ada kesamaan masalah. “Kedua negara tidak kebal terhadap tantangan hubungan antar agama,” kata Cecep.

Fenomena global yang sedang menguat, terjadi di Indonesia dan Australia, termasuk politisasi agama, meningkatkan politik identitas dan pemanfaatan media dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu aksi kekerasan antar kelompok.

“Kami menyepakati kebutuhan mendesak untuk pendidikan antar agama, guna membangun pemahamana atas nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Cecep.

Baca Juga: Kagumi Kinerja Oded, Australia Bakal Belajar Soal Toleransi di Bandung

2. Dialog antar agama menjadi fokus penting saat pertemuan Presiden Jokowi dengan PM Morrison

Pertama Kali, Indonesia dan Australia Gelar Dialog Antar AgamaIDN Times/Uni Lubis

Dubes Quinlan menyampaikan bahwa soal pentingnya dialog antar agama ini menjadi fokus bahasan pertemuan antara Preside Joko “Jokowi” Widodo dengan Perdana Menteri Scott Morrison. Dalam kunjungannya ke Indonesia, pada bulan Agustus 2018, PM Morrison bertemu lebih dari dua jam dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresiden Bogor.

“Cukup lama kedua pemimpin bertemu. Kami para dubes menunggu di luar, dan baru tahu isi pertemuan dari de-briefing setelah itu. Soal pentingnya dialog bilateral dengan fokus antar agama ternyata jadi bahasan penting antara Presiden dan Perdana Menteri,” ujar Quinlan.

Menurutnya, hal serupa terjadi saat pertemuan antara Jokowi dengan PM Malcom Turnbull. “Dialog antar agama ini penting untuk mempromosikan kemajemukan dan keberagaman,” tambah Cecep.

3. Dalam dialog antar agama yang pertama bagi kedua negara, delegasi berbagi pengalaman dan mengeksplorasi ide

Pertama Kali, Indonesia dan Australia Gelar Dialog Antar AgamaIDN Times/Uni Lubis

Dialog antar agama ini membahas sejumlah isu. Pertama, bagaimana menciptakan pemahaman di antara kelompok agama, sebagaimana juga di antara kelompok beragama dengan kelompok yang tidak memeluk agama apa pun.  

Pendeta Samuel Green dari Gereja Anglican Australia-Tasmania, memaparkan data bahwa saat ini di Australia ada 30 persen penduduk yang memilih tidak beragama. Negeri Kanguru memiliki sekitar 25 juta penduduk.

“Mereka yang tidak beragama persentasenya paling besar,” kata Samuel. Di negerinya, masalah timbul bukan hanya antar agama, tetapi juga antar agama-agama dengan negara yang dipandang menganut garis sekular.

Kedua, dialog juga membahas bagaimana memanfaatkan media untuk mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan menyebarluaskan literasi media di kalangan masyarakat, terutama kaum muda.

Dari survei Indonesia Millennial Report 2019 yang dilakukan IDN Reseach Institute, nampak bahwa kelompok millennial akan mendominasi struktur penduduk dalam usia produktif. Jumlahnya 63,4 juta dan menjadi penentu masa depan negeri. 

Indonesia Millennial Report 2019 diluncurkan saat Indonesia Millennial Summit 2019 by IDN Times, pada 19 Januari 2019.

Ketiga, dialog juga membahas pentingnya peran media dalam meliput lebih banyak berita yang benar tentang dialog antar agama dan praktik baik dari sesama pemeluk agama.

Keempat, dialog membahas pentingnya peran perempuan dalam dialog antar agama dan sebagai agen perubahan dan agen perdamaian

Ahmad Munjid, peneliti dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (CSPS), menyampaikan sejumlah contoh gerakan yang dilakukan perempuan antar agama melalui sekolah Mosintuwu di Poso. Sekolah ini memberdayakan perempuan korban konflik di kabupaten yang menjadi salah satu kawasan panas.

4. Indonesia dan Australia menyadari demokrasi yang kuat terwujud karena masyarakat yang majemuk

Pertama Kali, Indonesia dan Australia Gelar Dialog Antar AgamaIDN Times/Uni Lubis

Kesamaan dalam hal keberagaman, khususnya dari segi etnik, bahasa dan agama, merupakan hal lain yang menjadikan dialog lintas agama di antara kedua negara penting

“Masyarakat Australia menjunjung tinggi nilai persatuan dalam kemajemukan dan menyadari bahwa pengakuan dan penghargaan terhadap keyakinan dan budaya yang berbeda-beda justru memperkuat masyarakat, bukan memperlemah” kata Quinlan.

Dia menambahkan,  “Australia dan Indonesia memahami bahwa demokrasi yang maju dan kuat yang saat ini dinikmati oleh kedua negara adalah berkat kemajemukan masyarakatnya.”

Begitu pentingnya bagi Australia untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia, kata Quinlan, itu ditandai dengan semangat arsip nasional negerinya mengkoleksi semua penerbitan media di Indonesia.

“Arsip nasional kami punya koleksi terbaik dari semua penerbitan yang ada di Indonesia, termasuk media, karena antara lain ini penting untuk riset dan menelusuri sejarah,” ujar Quinlan. Kedutaan Besar Australia di Indonesia juga terbesar dan memiliki staf terbanyak dibandingkan kedubes negeri itu di negara lain.

5. Dialog antar agama Indonesia-Australia membahas tiga kelompok tema

Pertama Kali, Indonesia dan Australia Gelar Dialog Antar AgamaIDN Times/Uni Lubis

Dialog perdana ini membahas tiga tema besar yang disajikan dalam tiga sesi. Selain delegasi kedua negara, ada 80-an peserta dari berbagai kelompok agama, keyakinan dan kalangan kampus serta generasi muda. Topik yang dibahas  antara lain Democracy, Religion, and Pluralism; Freedom of Expression: Spreading Peaceful Messages and Combatting Misuse of Media; dan Addressing the problems: Strengthening Cooperation and Advocating Policy towards Inclusive Society.

Pembicara yang mewakili Indonesia pada dialog antar agama ini adalah  Dr. Pradana Boy (Wakil Staf Khusus Presiden untuk Isu Keagamaan Internasional), Dr. Ahmad Munjid (Peneliti Senior pada Center for Security and Peace Studies UGM), Zulfiani Lubis (Pemimpin Redaksi IDN Times), Dr. Saefudin Syafi’I (Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama – Kementerian Agama), dan K.S. Arsana (Ketua Prajaniti Hindu Indonesia).

Pembicara dari delegasi Australia adalah Pendeta Samuel Green (Ketua Bidang Hubungan Lintas Agama pada Gereja Anglikan Australia), Umesh Chandra (Tokoh Hindu pada Universitas Queensland) dan Elizabeth Vaag (Biarawati).

Rahmi Alfiah Nur Alam dari Majelis Rohani Nasional Baha’I Indonesia mengapresiasi pelibatan kelompok keyakinan dalam dialog ini. “Media juga perlu memberikan tempat bagi kisah kehidupan keyakinan yang ada di Indonesia agar lebih dikenal, dan semoga membuat masyarakat lebih memahami bahwa masyarakat kita begitu beragam,” ujarnya.

Baca Juga: Dubes Australia Ajak Masyarakat Lebih Bijak Memanfaatkan Media Sosial

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya