[WANSUS] Menaker: Pemerintah Dorong Mendobrak Bias di Ruang Kerja

International Women’s Day 2022

Jakarta, IDN Times – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia atau International Women’s Day 2022, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerja sama dengan IDN Times menggelar program spesial #NgobrolSeru yang dilakukan secara daring, pada Sabtu (5/3/2022).

Acara berjudul "Jurnalis Perempuan Mendobrak Bias dan Diskriminasi" itu dihadiri jurnalis perempuan dari 14 provinsi, cabang FJPI yang tersebar dari Aceh sampai Papua.

Tahun ini, lembaga pembangunan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNDP, mengusung tema “Gender Equality Today for Sustainable Tomorrow”, atau Kesetaraan Gender Hari Ini untuk Hari Esok yang Berkelanjutan. Sementara laman IWD2022 mengusung tema #BreakTheBias atau Mendobrak Bias.

Jurnalis perempuan meliput dan mengalami bias-bias itu, yang banyak terjadi di ruang-ruang kerja, dan bagi jurnalis tidak hanya di kantor, tetapi jurnalis juga bekerja di lapangan, dan selama pandemik COVID-19, bekerja dari rumah juga.

Jadi intinya bagaimana mendobrak bias baik itu di keluarga, di kantor, maupun di masyarakat, dan apa yang harus dilakukan. Sekarang tantangan bagi jurnalis perempuan menjadi korban bias juga di cyber bullying. Terjadi bias di ranah internet. Karena itu, FJPI dan IDN Times mengundang Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Ida Fauziyah sebagai narasumber tunggal.

Ida Fauziyah lahir di Mojokerto, 17 Juli 1969. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menempuh pendidikan di Universitas Satyagama Jakarta. Berikut tanya jawab dengan ibu dua anak yang sudah menerbitkan buku berjudul “Geliat Perempuan Pasca Reformasi: Agama, Politik dan Gerakan Sosial" ini.

Baca Juga: Sejarah Hari Perempuan Internasional yang Diperingati Setiap 8 Maret

Bagaimana pendapat Ibu tentang tema Hari Perempuan Internasional 2022, #BreakTheBias

Pertama, saya terima kasih sekali bisa sharing pada kesempatan siang hari ini dan apresiasi saya untuk Mbak Uni dan seluruh teman-teman di Forum Jurnalis Perempuan Indonesia yang mengusung tema membangun gender mainstreaming, dan kemudian mendobrak bias gender di mana pun.

Saya kira strategis sekali jurnalis perempuan mengambil isu itu, karena jurnalis itu punya mulut yang panjang. Saya kira itu alasan utama, saya kira pertama tentu mengapresiasi sekali, apalagi kepengurusan jurnalis perempuan ini sudah ada hampir di seluruh provinsi.

Tadi pertanyaannya, pendapat saya soal tema IWD 2022, saya kira kita semua tahu bahwa mungkin kita akan memasuki tanggal 8 Maret, beberapa hari lagi, tapi teman jurnalis perempuan sudah memperingati peringatan Hari Perempuan Internasional pada hari ini. Saya kira seluruh dunia terutama perempuan, menjadikan momentum Hari Perempuan Dunia ini untuk merayakan segala pencapaian yang diraih oleh perempuan dari berbagai bidang seperti, sosial, ekonomi, dan budaya.

Tema kampanye yang diusung (UNDP) "Gender Equality Today for Sustainable Tomorrow, saya kira melalui tema ini mengajak kita semua untuk, tadi yang disampaikan oleh Mbak Uni, mematahkan semua bias yang ada di sekitar kita, apakah itu bias di tempat kerja, di komunitas, sekolah, perguruan tinggi, tempat layanan publik yang juga harus diingat bias gender di lingkungan yang terdekat kita, di lingkungan keluarga.

Saya kira itu juga menjadi problem yang kita hadapi saat ini. Saya kira semua sepakat kalau kita bisa mem-break bias itu, maka dunia akan mencapai pada titik keadilan, inklusivitas, dan tentu saja bebas dari stereotype maupun diskriminasi.

Menurut pendapat saya, saya sangat mendukung tema ini dan tentu saja sebagai pimpinan di Kementerian Ketenagakerjaan, saya juga ingin memastikan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan memiliki semangat yang sama dan terus melakukan kebijakan yang mendorong kesetaraan bagi perempuan, khususnya di dunia kerja, itu, dan tentu saja harus dimulai dari lingkungan di Kementerian Ketenagakerjaan sendiri.

Kalau dilihat dari data, maka pegawai ASN yang ada di Kementerian Tenaga Kerja itu jumlahnya 57 persen berjenis kelamin laki-laki, kemudian 43 persen berjenis kelamin perempuan.

Dan, kalau kita lihat, kalau saya mau lebih dalam lagi, jabatan tinggi madya dulu di Kementerian Tenaga Kerja sekarang dari sembilan, maaf, enam ya karena masih ada dua yang dalam proses pengisian. Enam jabatan tinggi madya itu, tiganya perempuan, saya make sure dulu. Tujuh jabatan tinggi madya itu, tiganya perempuan, empat laki-laki, jadi sudah di atas 30 persen.

Kalau pejabat tinggi pratamanya, itu 15 orang perempuan. Laki-laki ada 37, dan kami dapat penghargaan dari teman-teman pimpinan pejabat tinggi perempuan, Kementerian Ketenagakerjaan, termasuk kementerian yang menempatkan (perempuan) pejabat tinggi pratama maupun madya kurang lebih 30 persen.

Kemudian kebutuhan-kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh teman-teman perempuan kami juga penuhi. Di tempat kami ada ruang laktasi bagi ibu yang menyusui, kami juga mengakomodir hak cuti bagi ibu yang melahirkan setelah hamil, atau hak cuti bagi ibu yang mengalami keguguran yakni selama tiga bulan, cuti haid juga diberikan, kami juga memiliki komunitas Dharma Wanita Persatuan atau DWP.

Ini bedanya kalau menterinya perempuan, ketua DWP-nya bukan suami dari menteri, tapi istri dari sekjennya. Jadi saya suka ngeledekin suami saya, dicari ibu-ibu itu kehilangan ketua. Kata suami saya, saya justru ingin memberikan kesempatan kepada ibu-ibu di DWP, kalau Beliau.

Kegiatannya tidak hanya fokus kepada kegiatan sosial saja, tapi banyak juga ikut berkontribusi kepada kegiatan-kegiatan yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan.  Misalnya, bagaimana teman-teman DWP ini juga memiliki kepekaan terhadap CPMI dengan memberikan berbagai inisiasi kegiatan untuk calon pekerja migran Indonesia, misalnya. Itu Mbak Uni.

Nah apa program untuk pekerja informal yang didominasi perempuan?

Program-program pekerja informal, jadi kalau dipersentase, pekerja informal kita jumlahnya lebih banyak dari pada pekerja formal, hampir 60:40 persen, jadi 60 pekerja infomalnya. Formalnya baru 40 persen. Benar seperti disampaikan Mbak Uni, pekerja informal itu didominasi perempuan.

Jadi dan ternyata memang karena fleksibilitas perempuan, mereka mengambil kerja secara informal. Saya kira Mbak Uni tahu, bahwa banyak teman-teman perempuan yang menggunakan waktu tersisa, bukan tersisa, waktu tersedia antara mengurus pekerjaan di rumah dengan pekerjaan di luar rumah, itu makanya banyak teman-teman yang mengambil kerja-kerja informal. Mereka menjadi pelaku usaha mikro kecil, ya tentunya nanti pada saatnya akan berkembang menjadi menengah dan seterusnya.

Program-program yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan yang mendorong teman-teman untuk masuk menjadi pekerja informal, ini tentu persoalan utamanya adalah kompetensi. Jadi, kalau dilihat dari survei kepekerjaan teman-teman yang mengikuti program pelatihan yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan, 60 persen itu mereka bekerja secara mandiri menjadi pelaku usaha.

Bagi teman-teman yang memiliki keinginan menjadi pelaku usaha mikro kecil kami ada program yang disebut dengan program TKM, Tenaga Kerja Mandiri, ini kami awali dengan program mendampingi teman-teman yang ingin bekerja mulai menjadi mikro, kemudian kecil. Dan rata-rata pesertanya adalah perempuan.

Jadi teman-teman yang mengikuti pelatihan kemudian melanjutkan untuk menjadi entrepreneur, maka masuk kepada program-progam TKM, kemudian kita bantu mereka fasilitasi modal, fasilitasi kalau dari sisi kompetensi, karena dia punya kesempatan mendapatkan pelatihan di balai-balai latihan kerja, maka berikutnya yang dibutuhkan adalah pasar dan modal, itu kita dampingi.

 

Apakah Kemenaker punya tools, cara untuk memonitor memastikan bahwa tidak ada gender bias di tempat-tempat bekerja?

[WANSUS] Menaker: Pemerintah Dorong Mendobrak Bias di Ruang KerjaYoutube IDN Times

Kita punya Kepmenakertrans Nomor 184 Tahun 2013, di mana Kepmenakertrans ini mememerintahkan untuk membentuk gugus tugas kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan. Gugus tugas ini mempunyai tugas dalam rangka menghapuskan dan mencegah ketidaksetaraan dan diskriminasi di tempat kerja, dengan keanggotaannya kementerian atau instansi, organisasi pengusaha, serikat pekerja, serikat buruh, di provinsi, kabupaten/kota, dan perusahaan.

Sampai saat ini sudah terbentuk gugus tugas itu ada 10 provinsi, kita akan terus membangun gugus tugas ini di provinsi-provinsi lain yang belum terbentuk sampai saat ini.

Kemudian, memang gugus tugas ini kami harapkan ada di perusahaan-perusahaan. Harus kami akui, bahwa dibandingkan antara jumlah perusahaan yang ada di Indonesia, dengan perusahaan yang sudah memiliki gugus tugas ini, masih sangat jauh. Tahun 2022 ini kami akan mendorong agar perusahaan melakukan pembentukan gugus tugas di tingkat perusahaan.

Kami juga melakukan pembinaan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan kepatuhan norma ketenagakerjaan. Pembinaan ini dilakukan melalui sosialisasi, bimtek, FGD. Pesertanya adalah pengusaha, LSM, tentu saja teman-teman serikat pekerja, serikat buruh.

Pada awal 2022 kemarin, melalui Direktorat Bina Pemeriksaan dan Norma Ketenagakerjaan, Direktorat Jenderal Binmas Naker dan K3, kami melakukan FGD secara hybrid, terkait dengan perlindungan norma kerja perempuan. Alhamdulillah yang hadir cukup banyak, 1.000-an orang peserta, dan ini akan terus kami lakukan dan kami rutinkan, dan kami akan mengambil tema-tema yang tematik sesuai dengan kebutuhan teman-teman yang ada di perusahaan-perusahaan.

Dunia politik yang digeluti selama ini masih dianggap dunia laki-laki. Pernah alami bias kah?

Secara umum tidak. Secara umum saya katakan tidak, menurut saya kalau pun ada bias, tapi menurut saya tidak berarti. Mbak Uni, saya itu di DPR lama ya, di DPR lama, empat periode saya, hampir 20 tahun, dan yang paling menarik saya itu tiga kali menjadi ketua fraksi.

Yang terakhir kali saya menjadi ketua fraksi, anggota fraksinya ada suami saya. Mungkin selama sebelumnya menjadi ketua fraksi gak ada suami saya, suami saya akhinya kan terpilih juga menjadi anggota DPR periode 2014-2019, saat saya menjadi ketua fraksi dia menjadi anggota saya. Kata dia begini, saya ini kalau di rumah bisa marah-marahin dia, bisa ngomong seenaknya, tapi kalau di fraksi saya gak bisa ngomong apa-apa.

Saya ingin mengatakan bahwa penghormatan dia kepada saya, itu menunjukkan tidak ada bias di lingkungan fraksi saya. Meskipun itu suami saya sendiri, dia bisa mengerti bahwa mungkin saya suaminya kalau di rumah, saya imamnya kalau di rumah, tapi di kantor dia tetap menunjukkan bahwa saya adalah pimpinan dia, ini menurut saya adalah pengalaman paling menarik di antara pengalaman-pengalaman saya sebelumnya.

Mengapa memilih karier sebagai politisi? Mungkin pengaruh keluarga ya. Bapak saya ini politisi lokal, beberapa kali menjadi anggota DPRD di tempat saya di Mojokerto. Saya dari usia SD tahu bahwa bapak saya seorang politisi, belum ada PKB waktu itu, akhirnya karena rumah itu menjadi rumahnya teman-temannya bapak saya, ngomongi apa saja di rumah, jadi saya terbiasa dengan lingkungan yang riuh-rendahnya politik, meskipun di tingkat lokal, saya alami sejak kecil.

Bahkan saya sering terlibat itu proses kampanye, ya terlibat dalam bentuk apa pun, dari mulai membagi selebaran, memasang-masang, membantu kakak-kakak saya sampai kemudian kalau dulu, kampanye itu, kalau kata orang Jawa Timur ngeledheng, diumumkan melalui mobil ada pengeras suaranya keliling kampung, jangan lupa nanti malam ada kampanye di sini, itu saya biasa melakukan dari SMP, saya biasa begitu itu.

Kan orang gak tahu apakah itu suara anak kecil, karena di dalam mobil ya. Itu dulu kan gak ada medsos, jadi kampanye, cara memberitahukan kepada masyarakat, pakai mobil, terus kemudian pakai pengeras suara keliling kampung. Dari kampung-kampung kita memberi tahu, jangan lupa nanti malam ada kampanye di lapangan ini ini. Itu saya lakukan, itu dari kecil, karena kebiasaan, karena melihat aktivitas orang tua saya yang dekat dengan politik, saya akhirnya terbiasa dengan kehidupan politik. Gitu mungkin kira-kira.

Sebenarnya ruang partisipasi politik perempuan itu sekarang cukup terbuka ya Mbak Uni. Sejak adanya Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu, yang memberikan afirmasi kepada perempuan, sebenarnya ruang itu sudah sangat terbuka.

Saya ikut terlibat Mbak Uni, proses pembuatan UU Parpol yang pertama, menginisiasi afirmasi kepada kepengurusan partai politik 30 persen harus perempuan, saya alhamdulillah terlibat di dalamnya, tahun 2003-2004 perumusannya, dan diberlakukan Pemilu tahun 2004.

Kemudian 2009 kita sudah memperkenalkan afirmasi kepada caleg 30 persennya harus perempuan, itu saya juga ikut terlibat di dalamnya, dan ruang-ruang itu sudah sangat terbuka. Artinya sebenarnya, mohon maaf saya teruskan, nah pada awal-awal ketika afrmasi ini dilakukan melalui Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu, memang pada waktu itu kita tidak memiliki kesiapan yang cukup.

Maka, mohon maaf pada waktu itu teman-teman laki-laki suka mengatakan, ini kita dipaksa oleh UU, akhirnya, dalam bahasanya itu, kayak ngambil kucing dalam karung begitu kira-kira. Kita sendiri perempuan pada waktu itu tidak memiliki kesiapan yang cukup, sehingga sumber rekrutmennya pun akhirnya, bisa jadi, keluarga terdekat, orang-orang terdekat yang pada waktu itu tidak mempertimbangkan apa pun kecuali memenuhi kuota.

Tahun 2004-2009, saat-saat di mana kita masih mengalami ketersediaan perempuan yang memiliki passion di dunia politik. Nah, ke belakang menurut saya sekarang ruang itu sangat terbuka dan perempuan menjadikan partai politik atau politisi itu sebagai pilihan untuk melakukan pengabdian.

Kalau dulu mungkin bisa jadi pilihan terakhir, lihat aja teman-teman perempuan, maaf yang dulu lulusan perguruan tinggi tentu dia akan memilih jadi PNS, jarang sekali di antara teman-teman kemudian menjadikan seorang politisi sebagai alternatif. Kalau dibilang politik adalah pengabdian, menjadi politisi itu jadi alternatif terakhir.

Sekarang tidak. Dari teman-teman yang kita lihat, teman-teman mahasiswa perempuan, sudah melihat politik itu juga bagian dari cara mengekpresikan diri. Lihat saja sekarang profil politisi perempuan kita, menurut saya tidak kalah dengan politisi (laki-laki), stoknya sudah sangat banyak, mau background apa pun itu saya kira pilihannya sudah semakin banyak.

Jadi saya melihat bahwa persiapan itu dari kondisi sosial politik kita yang sudah semakin baik, pendidikan masyarakat sudah semakin baik, kemudian budaya patriarki semakin berkurang. Jadi menurut saya ini modal bagi kita untuk terus menghindari bias di banyak hal, karena dengan memperbanyak perempuan yang ada di tempat-tempat publik , pada tempat-tempat pengambil kebijakan, maka kita bisa banyak perempuan di situ, maka saya yakin kebijakan yang bias gender itu bisa kita hindari.

Bagaimana pengawasan perlakuan nondiskriminasi di tempat kerja? Bagaimana kebijakan Kemenaker melakukan penguatan perempuan di lingkungan kerja?

[WANSUS] Menaker: Pemerintah Dorong Mendobrak Bias di Ruang KerjaYoutube IDN Times

Yang saya ingin sampaikan berkaitan dengan proteksi dan perlakuan yang setara dari perusahaan, alhamdulillah, kita sudah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951. Sudah lama banget ini, konvensi tahun '51, tentang pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan wanita, masih pakai bahasa wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Kita juga sudah meratifikasi Konvensi ILO 111 Tahun '58 tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, serta konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Saya kira teman-teman mengenalnya dengan CEDAW.

Dengan meratifikasi konvensi tersebut, saya kira kita semua tahu kita berkomitmen untuk mencapai kesetaraan kesempatan, dan perlakuan sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan. Kementerian Ketenagakerjaan juga berkomitmen untuk terus melakukan gerakan nasional nondiskriminasi di tempat kerja. Antara lain dengan pembuatan penyusunan pedoman pencegahan pelecehan seksual, penyusunan panduan kesetaraan, dan nondiskriminasi di tempat kerja.

Kami juga mendorong komitmen dari perusahaan-perusahaan, ini yang sedang kami dilakukan, mencantumkan kesepakatan nondiskriminasi bagi pekerja, diatur dalam peraturan perusahaan perjanjian kerja bersama yang ini melibatkan pekerja dan pengusaha

Kemudian terkait dengan proteksi kesetaraan upah, alhamdulillah pemerintah telah mengeluarkan regulasi berupa PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Ini PP perintah dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, di mana PP ini mengamanatkan pengusaha wajib menyusun dan menerapkan SUSU, struktur dan skala upah di perusahaan, sebagai salah satu instrumen dalam mewujudkan pengupahan berbasis produktivitas.

Yang diharapkan dengan diterapkannya SUSU ini akan memberikan manfaat, satu, memberikan rasa adil bagi semua pekerja. Kemudian pengusaha tidak lagi mengeneralisir upah minimum sebagai standar upah yang berlaku di perusahaan. Kemudian pekerja atau buruh mempunyai kesempatan untuk berkembang dalam golongan upahnya, sehingga ini akan mendorong peningkatan produktivitas di perusahaan.

Kemudian mengeliminasi adanya diskriminasi dan upah pekerja atau buruh memiliki daya saing. Ini yang sedang kita dorong. Mungkin teman-teman tahu bagaimana hiruk-pikuknya ketika penetapan upah minimum di berbagai provinsi. Upah minimum itu benar-benar adalah baseline, upah terendah. Di luar itu, teman-teman yang bekerja di atas satu tahun, maka perusahaan harus merumuskan struktur skala upah untuk menghindari, termasuk menghindari bias pengupahan. Jadi tidak disamaratakan berbasis produktivitas.
Ini yang mungkin banyak teman-teman masyarakat yang secara umum, bahkan teman-teman pekerja yang belum memahami sepenuhnya tentang struktur skala upah. Memang penerapan struktur skala upah ini, perusahaan-perusahaan masih sangat kecil yang menerapkannya.

Kenapa? Karena mereka merasa, bukan merasa, karena mereka menetapkan upah minimum itu sebagai upah efektif. Padahal harusnya upah minimun itu hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja 1 tahun. Saya kira itu. Nah, bagaimana caranya agar semua itu bisa dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan, maka kami punya pengawas ketenagakerjaan.

Pengawas ketenagakerjaan itu ada di semua provinsi. Pengawas inilah yang akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan norma-norma yang ada di Undang-Undang Cipta Kerja, maupun Undang-Undang 13 Tahun 2003, termasuk norma pengupahan.

Soal pendampingan ekonomi, saya ingin sampaikan bahwa program yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan terbuka bagi laki-laki dan perempuan. Kalau dilihat dari kepesertaan teman-teman yang ingin meningkatkan kompetensinya melalui balai-balai latihan kerja, alhamdulillah 49 persen itu pesertanya adalah perempuan. Kemudian baru 51 persennya laki-laki. Nah, dari sini kita lihat bahwa sebenarnya keinginan teman-teman perempuan untuk meningkatkan kompetensinya melalui upskilling, reskilling atau skilling sekalipun itu sangat tinggi. Saya kira ini problem yang sangat serius teman-teman.

Kalau kita lihat data, 55 persen pekerja kita itu pendidikannya SMP ke bawah, itu secara umum. Dari 55 persen itu ternyata terbesarnya adalah ... izin saya mau ambil data sebentar.

Saya mau lihat jumlah angkatan kerja Indonesia itu 140 juta. Sekitar 40 persennya adalah perempuan, jadi kalau kita lihat TPAK-nya perempuan itu masih jauh di bawah laki-laki. TPAK itu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, laki-laki itu 82,7 persen, perempuan 53,34 persen.

Nah yang ingin saya sampaikan, pekerja perempuan, maaf.. pendidikan, pendidikan perempuan yang bekerja itu jauh lebih.. maaf... prosentase angkatan kerja perempuan yang berpendidikan rendah, SMP ke bawah, lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.

Sedangkan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah, prosentasenya justru lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Saya kira dengan melihat ini, maka pilihannya kalau kita ingin memberdayakan perempuan kita mulai dari upaya kita untuk meningkatkan kompetensinya.

Oke pendidikan mereka SMP ke bawah, kalau mereka usianya tidak memungkinkan lagi untuk meningkatkan pendidikannya, maka mungkin pilihannya, bukan mungkin sih. Pilihannya adalah meningkatkan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan vokasi.

Saya selalu minta kepada teman-teman yang ada di pengelola BLK-BLK untuk menjaga keseimbangan kepesertaan itu. Dan, mendorong lebih banyak, saya lebih banyak datang ke forum-forum perempuan untuk menggunakan kesempatan meningkatkan kompetensi ini melalui balai-balai latihan kerja.

Alhamdulillah sekarang sudah sangat cukup seimbang, 49 persen itu perempuan, 51 persen laki-laki. Saya sangat senang sekali angkanya terus naik, terakhir angka 2021 itu 49 persen. Naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ini menunjukkan kesadaran perempuan untuk meningkatkan dirinya melalui peningkatan kompetensi, apakah itu skilling, upskilling, atau reskilling, sudah sangat tinggi.

Ini harus kita jaga. Karena kita lihat perusahaan-perusahaan padat karya itu adalah perempuan. Kenapa mereka perempuan, karena mereka kemampuan atau kompetensinya terbatas. Kita lihat perusahaan perusahaan garmen, perusahaan rokok, perusahaan-perusahaan itu rata-rata perempuan dengan skill yang terbatas karena ketersediaan lapangan pekerjaannya seperti itu. Kita gak bisa terus begitu, saya kira saya terus melakukan ini dan saya mohon dibantu teman-teman jurnalis perempuan ini untuk menyosialisasikan betapa pentingnya teman-teman perempuan untuk meningkatkan kompetensinya ini.

Bagaimana sanksi bagi perusahaan yang tidak patuhi UU?
Hak perempuan apakah itu hak untuk mendapatkan cuti haid, cuti hamil dan cuti melahirkan, itu ketentuannya sudah ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, waktu itu agak ramai ketika bicara tentang Undang-Undang Cipta Kerja, banyak yang menyalahartikan menghapus ketentuan ini.

Ketentuan ini tidak dihapus, artinya kalau tidak dihapus masih eksis menjadi ketentuan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Tentu ada sanksi di dalamnya bagi perusahaan yang di tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut. Dan, siapa yang akan melakukan penegakan hukumnya? Yang akan melakukan penegakan hukumnya adalah teman-teman pengawas.

Memang harus jujur saya akui rasio kecukupan pengawas dengan jumlah perusahaan itu masih sangat tidak imbang. Saya lupa rasionya tapi memang tidak imbang. Maka sebenarnya masyarakat bisa menyampaikan, masyarakat yang proaktif, teman-teman kita perlu perkuat serikat pekerja, serikat buruh, dan mendorong teman-teman perempuan untuk aktif di serikat pekerja, serikat buruh.

Melalui wadah ini saya kira teman-teman bisa proaktif untuk menyampaikan apapun yang terjadi di perusahaannya ketika dia, ketika perusahaan tersebut tidak menjalankan norma atau ketentuan yang ada di undang-undang.

Ibu Kota Negara di Kaltim butuh tenaga kerja kurang lebih 60 ribu, 27 persen adalah tenaga kerja konstruksi. Masalahnya di Kaltim belum ada program pemerintah yang menangani pekerja kelas bawah lulusan SMK lokal?

IKN. Saya kira menarik ini sudah masuk IKN. Saya kira ibu kota negara ini adalah ibu kota negara bangsa Indonesia. Jadi karena ibu kota negara Indonesia tidak hanya ibu kotanya masyarakat di Kalimantan Timur, tapi ibu kotanya masyarakat yang ada di Papua, ibu kotanya masyarakat yang ada di Jakarta, dan di mana saja. Jadi ini adalah ibu kotanya warga negara Indonesia.

Siapakah yang berhak bekerja di situ? Tentu saja semua warga negara yang ada di Indonesia berhak untuk bekerja dan men-support pembangunan dan penyediaan SDM pengelola IKN.

Tentu karena ini ibu kota negara baru, maka memang saya kira MenPAN sudah membuat roadmap kapan ASN, kapan ASN ya langsung pindah kerja ketika IKN ini sudah pindah.

Pertanyaannya tentu masyarakat yang ada di sekitar ibu kota negara ini, saya berkali-kali datang di teman-teman yang ada di Kutai Kartanegara, di Samarinda, di Balikpapan, harus juga punya kontribusi keberadaan IKN ini.

Yang kami kontribusikan, misalnya, dari sisi Kementerian Ketenagakerjaan, kami sudah memiliki Balai Latihan Kerja di Samarinda. Tapi kami merasa tidak cukup dengan hanya BLK Samarinda, maka kami akan bangun juga BLK di Kutai Kartanegara.

Apa yang kami lakukan? Kami menyiapkan SDM yang akan men-support keberlangsungan IKN ini, menyesuaikan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan yang ada di IKN ini. Jadi serah-terima sudah kami lakukan beberapa bulan yang lalu. Kami akan bangun, kami benar-benar konsern agar masyarakat di sekitar IKN baru ini menjadi bagian penting dari seluruh proses di IKN ini.

Banyak perusahaan media menggaji di bawah Upah Minimum Regional dan bahkan membayar upah minim per laporan, juga tidak memberikan asuransi. Apa sanksi buat mereka?

Saya sampaikan bahwa Upah Minimum Provinsi itu upah dasar bagi pekerja. Jadi tidak boleh ada pekerja yang diberikan upah di bawah upah standar. Sekali lagi upah minimun itu ada upah minimum provinsi, ada juga upah minimum kabupaten/kota, itu adalah upah baseline. Jadi tidak boleh ada pekerja yang mendapatkan upah di bawah upah minimum tersebut, bagaimana mereka, dan itu berlaku bagi pekerja dengan masa kerja satu tahun.

Bagaimana dengan masa kerja di atas satu tahun, tadi sudah saya sampaikan berlaku struktur skala upah, itu yang tadi untuk membangun keadilan antar pekerja di perusahaan tersebut.

Yang kedua, upah minimun yang diatur di peraturan pemerintah tentang pengupahan itu mengecualikan dan Undang-Undang Cipta Kerja, mengecualikan bagi pelaku usaha kecil. Bagi pelaku usaha kecil maka upahnya, upah yang diberikan adalah upah yang berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja.

Jadi diatur secara bipartit. Saya tidak tahu apakah teman-teman tadi yang diberikan upah di bawah upah minimum tersebut masuk kategori perusahaan kecil atau bukan. Nah kalau perusahaan kecil memang pengupahannya itu dilakukan secara bipartit, tidak mengikuti pengaturan upah sebagaimana PP 36. Itu saya tidak tahu apakah perusahaan jurnalistiknya itu masuk kategori kecil atau tidak.

Dan, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional kita memerintahkan untuk memberikan jaminan sosial kepada pekerjanya. Ini juga ada tahapan-tahapannya. Bagi pelaku usaha kecil, mereka wajib menyertakan pekerjaannya dalam sistem Jaminan Sosial Nasional kita pada dua program: Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Kematian, JKK, dan JKM.

Setelah perusahaan ini meningkat menjadi perusahaan menengah dan besar, maka perusahaan tersebut harus menyertakan pekerjanya di luar JKK dan JKM, yaitu program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Ini adalah ketentuan undang-undang dan perusahaan akan mendapatkan sanksi jika tidak menyertakan pekerjanya dalam program sistem jaminan sosial ini

Apa program Kemenaker untuk G20 Presidensi Indonesia?

Tahun 2022 ini kita akan menjadi tuan rumah atau Presidensi G20. Jadi ini G20 adalah platform multilateral strategis yang menghubungkan negara-negara maju dan berkembang di dunia. G20 ini memiliki peran strategis dalam mengamankan pertumbuhan dan kemakmuran ekonomi global masa depan, karena anggota G20 ini mewakili lebih dari 80 persen PDB dunia, 75 persen perdagangan internasional, dan 60 persen populasi dunia.

Nah dalam konteks ini Indonesia hadir mewakili kelompok negara berkembang kawasan Asia Tenggara dan juga mewakili negara muslim. Jadi Presidensi G20 itu berputar setiap tahun di antara para anggotanya. Negara yang memegang presidensi bekerja sama dengan pendahulu atau penerusnya yang disebut dengan Troika.

Ini apa maksudnya? Ini untuk memastikan kesinambungan agenda. Anggota Troika saat ini Italia, kemudian sekarang Indonesia, dan India. Jadi 3 negara ini yang akan masuk dalam Troika, kemudian Kementerian Ketenagakerjaan itu menjadi focal point di bidang ketenagakerjaan.

Ada isu yang, saya akan mulai dari tema besarnya adalah Recover Together Recover Stronger. Sementara untuk ketenagakerjaan kami mengambil tema Improving The Employment Foundation to Recover Together, meningkatkan kondisi pekerjaan untuk pulih bersama. Ada empat isu ini, yang pertama ini penting sekali karena terkait dengan isu kita pada hari ini.

Pertama adalah penciptaan lapangan kerja berkelanjutan menuju perubahan dunia kerja. Kemudian pasar tenaga kerja inklusif dan pekerjaan afirmatif untuk penyandang disabilitas. Kemudian yang ketiga pengembangan kapasitas manusia untuk pertumbuhan produktivitas berkelanjutan.

Keempat, mengadaptasi kebijakan perlindungan ketenagakerjaan untuk perlindungan pekerja yang lebih efektif dan peningkatan ketahanan bagi semua. Jadi empat tema ini saya kira, terutama tadi inklusivitas pasar kerja ini sangat terkait dengan isu kita dengan break the bias.

Kemenaker sedang siapkan draf pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Bisa dijelaskan soal ini?

Sebenarnya saya ini sambil menunggu waktu pengesahan Undang-Undang TPKS ya di DPR. Kami sedang menyiapkan Kepmen-nya untuk memberikan perlindungan bagi kekerasan seksual di tempat kerja, apakah itu perempuan atau laki-laki. Itu. Jika ternyata DPR akan menyegerakan pembahasan Undang-Undang TPKS ini tentu nanti kita akan lihat. Pasti yang akan kami acu adalah undang-undang ini.

Jadi kami sedang menyiapkan, tapi kami akan lihat dulu bagaimana perkembangan pembahasan di DPR. Kalau ternyata molor dan tidak ada kepastian waktu pengesahan, mungkin nanti akan kami dahulukan Kepmen ini.

(Protokol ini) sangat mendesak. Karena (protokol) ini sangat mendesak, mudah-mudahan data yang ada tidak seperti gunung es ya, mudah-mudahan tidak.
Keterbukaan informasi itu juga menurut saya sebagai suatu harapan, apa namanya, menurunnya kekerasan seksual di tempat kerja.

Orang sekarang semakin takut dengan ancaman sosial kan, medsos yang begitu terbuka, menurut saya, menurut saya ya, sangat membantu saya penurunan perlakuan, apa namanya, bukan perlakuan, kekerasan seksual di tempat kerja.

Baca Juga: Kok Bisa Pekerja Migran Didominasi Perempuan, Bukan Laki-laki?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya