[WAWANCARA] Memahami Ambisi Caleg Millenial Yurgen Alifia Sutarno

Mengapa Yurgen tertarik jadi Caleg dari PSI?

Jakarta, IDN Times - IDN Times menggelar Indonesia Millennial Summit 2019.  Acara dengan tema "Shaping Indonesia's Future" ini dilangsungkan pada tanggal 19 Januari 2019 di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta. IMS 2019 menghadirkan lebih dari 50 pembicara kompeten di berbagai bidang, dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial.  Ajang millennial terbesar di tanah air ini akan dihadiri oleh 1.500-an pemimpin millennial.

Yurgen Alifia Sutarno merupakan Calon Anggota Legislatif yang diusung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dapil Jawa Barat VI Kota Depok dan Bekasi. Dia pernah menjadi wartawan selama 4,5 tahun. Kemudian, ia juga pernah mengemban pendidikan master di Oxford University dengan jurusan Kebijakan Publik.

Memang, Yurgen tergolong muda untuk menjadi calon legislatif di usia 28 tahun. Mengapa dirianya tertarik menjadi caleg? Nah, Editor-in-Chief IDN Times Uni Lubis berkesempatan wawancarai Yurgen di ruang kantor IDN Media, Jakarta Barat, Agustus 2018. Wawancara ini dilakukan dalam rangkaian IMS 2019 dan Indonesia Millennial Report 2019.

Ingin tahu lebih lanjut soal Yurgen? Simak, yuk!

1. Gimana cara kamu mengelola kesibukan saat ini? Misalnya termasuk komposisi waktu, untuk kerjaan, keluarga, hobi, dan lain-lain

Sekarang agak-agak kurang balance sebenarnya. Saya full-time untuk PSI, kita sebagai partai baru, Caleg-caleg muda harus kerja double karena mungkin mengorbankan hobi yang mestinya harus sama keluarga jadi berkurang, karena kita tahu tantangannya besar. Kita dituntut bekerja ekstra, mendekati pemilihan, sehingga ya sekarang agak kurang balance, sih.

2. Kamu Caleg PSI untuk dapil mana? Kamu tinggal di mana?

Saya Dapil Jawa Barat VI  Kota Depok dan Bekasi. Saya tinggal di Depok dari umur 7 hari sudah di Depok.

3. Oke, jadi kamu penentuan di Depok dan Bekasi. Kalau dari PSI, itu permintaan dari Caleg atau penugasan?

Permintaan saya. Saya sempat dorong terus di dapil Depok dan Bekasi karena saya bilang, yang saya punya cuma jaringan, di situ saya bisa aktivasi. Kalau di Dapil lain saya pasti lemah.

4. Apa yang kamu maksud dengan 'jaringan'?

Jaringan pertemanan, keluarga, karena saya dari kecil ya, sehingga kawan SD, SMP, SMA, kuliah pun waktu itu di UI jadi jaringan saya banyak di sana. Jakarta, Depok, Bekasi ada sebagian. Sehingga untuk Caleg-caleg yang minim dana, jaringan menjadi sangat fundamental, sangat penting, gitu.

5. Kamu sekarang kerja gak, sih?

Gak full-time. Pulang dari Oxford saya langsung ke partai.

6. Langsung ke partai, tapi sebelumnya setelah lulus dari UI?

Habis UI, (jadi) wartawan hampir empat setengah tahun. Di Metro TV dua setengah tahun. VOA setahun, terus CNN Indonesia setahun. Oke, terus langsung ke Oxford setahun, pulang langsung hijrah ke politik.

5. Di Oxford kamu mengambil jurusan apa?

[WAWANCARA] Memahami Ambisi Caleg Millenial Yurgen Alifia Sutarnoinstagram.com/yurgensutarno

Ambil master Public Policy, Kebijakan Publik.

6. Kesibukan di Caleg kira-kira sampai 80 atau 90 persen ?

Gak, sekarang karena belum kampanye jadi mungki like 50-60 persen lah, lebih banyak ngurusin detail perintilan alat peraga dan sebagainya lah. Leaflet, spanduk, baliho, nanti mulai akhir September ketika boleh kampanye bisa 90 persen.

7. Kalau sekarang waktu luangnya kamu ngapain?

Waktu luang sekarang, olahraga, berenang main sama keponakan, nonton. Kan sekarang indonesia lagi banyak film bagus, jadi kita sering nonton, ngumpul sama teman teman walaupun motifnya sedikit ke politik. Bantuin saya dong untuk kampanye nanti di lapangan, udah gitu-gitu aja, sih.

7. Untuk Caleg, kamu melihat dapil kamu itu permasalahannya apa?

Yang paling terasa sekarang itu adalah kemacetan–sebenarnya permasalahan kota. Itu memang gak unik ya kalo kita ke desa kan lebih beragam. Di kota kayak Depok, Bekasi terasa sekali conjunction-nya. Dan celakanya tidak ada master plan pembangunan yang jelas.

Kayak Depok, itu sistem transportasi massalnya sekarang–sejak saya SD kelas I–masih sama, angkot. Kalau di rute saya warnya biru, masih biru tuh angkot. Belum berubah gitu. Padahal kenaikan jumlah penduduknya rata-rata empat persen setahun. Jumlah motor dan mobil naik, ya itu, jelas lah terjadi conjunction. Bekasi juga sama, malah lebih parah, banyak ruas jalannya yang kecil.

Kedua, pengelolahan sampah, itu juga problem. Baik Depok dan Bekasi itu TPA-nya masih open pit, masih membuang sampah ke TPA terbuka, sehingga itukan berpengaruh pada perubahan iklim, karena mengeluarkan gas metan. Baik Depok dan Bekasi, plan-nya juga belum jelas. Depok punya zero waste, cuma salah kaprah zero waste-nya, dia pikir kalau seluruh sampah dibawa ke TPA maka itu zero waste. Sebenarnya gak gitu, zero waste itu adalah kita tidak menghasilkan sampah kalaupun menghasilkan di daur ulang.

Kalau ada tiga, yang berkenaan dengan program di nasional sebenarnya lapangan kerja, itu juga. Siswa SMK Depok dan Bekasi juga banyak yang menganggur. Di level Nasional juga tinggi sebenarnya sekitar 8-9 persen. Agak aneh orang terdidik justru tidak bisa terserap industri.

Karena kalau dilihat di Depok juga jurusan SMK-nya itu-itu saja: tata boga, tata busana. Komputer sudah ada, cuma belum mau lompat, entah apakah master plan di Dirjen Kemendikbud-nya belum mendorong daerah ke sana atau seperti apa, yang pasti mereka gak dibutuhkan industi yang sekarang lebih ke digital ekonomi dan sebagainya.

8. Dari mana kamu dapat data-data tentang profil daerah ini?

Kebanyakan dari BPS. Bagusnya, Depok dan Bekasi punya, setiap tahun mereka rilis data. Depok dalam Angka 2017, Bekasi dalam Angka 2017, dan juga RPJMD, jadi pencapain-pencapaian mereka target-target mereka itu seperti apa.

Dari situ saya bisa melihat apakah permasalahan yang mereka hadapi ini diberikan solusi yang benar. Dan beberapa kebijakan seperti yang saya sebut tadi kemacetan, permukiman, they don't have a clue how to meet the problem. Itu yang salah satu membuat saya, ya kita gak bisa tunggu ya, kita harus coba kontribusi yang kita bisa.

9. Artinya sebagai Caleg, ketika merumuskan program, rumusan program kamu bentuknya tawaran solusi, apa gimana?

Kalau DPR-RI kita dituntut berpikir nasional, makanya saya punya program nasional dan program dapil, itu terpisah karena kebutuhannya jelas berbeda. Di nasional, saya punya 3 prioritas, pendidikan, kesehatan, ekonom. Di Depok dan Bekasi, yang saya sebut tadi. Saya kalau masuk (DPR-RI) saya perjuangkan itu. Saya punya master plan transportasi publik, lRT, misalnya. Depok-Bekasi, koridornya barat-timur, kayak Depok itu gak punya koridor barat-timur, utara-selatan KRL ke jakarta.

Tapi barat-timur dia gak punya. Itu yg harus diperjuangkan, padahal penduduknya 2045, menurut pak Bambang Brodjonegoro, itu Depok nanti terpadat kedua setelah DKI Jakarta. Itu masih jauh, cuma kan kita, kebijakan publik harus melihat ke depan. Belum ada master plan. Saya dengar sudah ada Peraturan Presiden yang berkenaan dengan Jabodetabek, cuman katanya belum dikasih nomor dan belum dirilis sehingga kita gak tahu ini Depok dan Bekasi akan seperti apa. Nah, nasional beda lagi makanya dapil saya ini sama kebutuhan nasional sudah kalau dari sisi pendapatan per kapita, dari sisi IPM, we are doing fine lah.

10. Masalah perkotaan lebih bersifat kemacetan, pengelolaan sampah, banjir, seperti itu. Kalau nasional, highlight-nya apa tuh?

Saya highlight memuliakan guru, gak hanya kesejahteraan gaji tapi juga kualitas. sekarang-kurang dari 50 persen guru, kita itu dapat nilai 60 dalam uji kompetensi. Karena gaji mereka rendah. Padahal mereka yang on-day-to-day basis sama anak-anak kita. Kompetensi guru kenapa harus penting.

KSP ngeluarin data provinsi yang mengeluarkan anggaran perkapita pendidikan tertinggi tidak lebih baik. Contoh, Sumut lebih baik daripada Aceh. Sama seperti ditingkat nasional, Jogja menempati nomor satu. Yang harus digaris bawahi KSP adalah kompetensi guru.

Kelemahannya adalah rekrutmen di tenaga pendidikannya. LPTK ada ratusan tapi yang ditunjuk sekitar 20-30. Misalnya UNJ. Sekarang bagaimana menstadarisasi kualitas UNJ dengan HALULEO? Apa intinya? Sedangkan universitas itu mengeluarkan program tenaga kependidikan, itu untuk bisnis aja.

Solusinya bagaimana? Coba kita lihat Singapura. Kita tidak bisa menggunakan Singapura sebagai contoh karena dia terlalu kecil. Tapi ada yang bisa kita pelajari. LPTK itu harus sentral, bikin satu atau tiga karena kita besar. Kayak AKMIL atau AKPOL gitu. Kita mendidik polisi dan militer jelas harus dinas berasrama.

Sebenarnya undang-undang guru dan dosen bilang, pendidikan guru harus dinas berasrama. Ini belum jalan. Makanya guru kita ada yang percaya bumi datar; ada yang percaya kalau gak jadi negara agama gak bisa maju; karena mereka tidak pernah ditanamkan nilai-nilai keberagaman dan Pancasila itu sedari dia pendidikan profesi guru itu.

Ya, kalau gak demikian, anak-anak kita terpaparkan oleh guru-guru itu. Saya ingin mendorong itu ke Komisi X. Mungkin akan ada tarik-menarik dengan PGRI, karena mungkin sistemnya sudah established.

Rekruitmenya, ayo kita ajak anak-anak yang nilai UN-nya bagus. Sebelum lulus pun sudah ada pendapatan sebesar 40 persen dari gaji awal, itu sudah menarik. Nah, kalau sudah jadi sebulan awal 9-10 juta. Siapa yang gak mau? Makanya saya bilang jangan ragu berinvestasi ke pendidikan.

11. Apakah fakta bahwa ayahmu seorang guru mempengaruhi kamu membuat perspektif seperti ini?

Ya, saya banyak dapat informasi dari bapak. Katanya tiga tahun sebelum pensiun, ayahnya mengikuti sertifikasi lagi. 'Bapak kepala sekolah SMP, guru PPKN, sertifikasi gak ngerti laptop dan akhirnya kesulitan,' ujarnya.

Padahal program sertifikasi ini menunjukkan bahwasanya guru itu kompeten namun belum bisa mengadopsi teknologi terbaru. Meskipun sudah sertifikasi secara nasional gak bagus-bagus amat.

Sehingga hulunya nih yang salah, sertifikasi itu ada di tengah atau di hilir. Oh, sudah sertifikasi maka bagus, jadi dari hulunya.

12. Soal kesehatan?

Dua hal sih, promotif dan preventif. Satu, kita sibuk menyembuhkan tapi gak ada strategi nasional bagaimana caranya agar orang tidak sakit. Dan itu gak bisa Kemenkes saja, harusnya menyediakan ruang terbuka hijau.

Fasilitas olahraga seperti apa yang dibangun supaya warganya sehat. Di Kemendikbud pendidikan seperti apa atau cara bagaimana supaya menyuruh anak berpikir hidup sehat itu penting.

Kedua, BPJS mengalami defisit , gak adil kalau BPJS yang disalahin. Kenapa? Karena penyakit yang ditangani penyakit berat seperti jantung, gagal ginjal, dll. Karena negara kita budaya sehatnya belum terbangun dengan baik. At least, anggaranya harus ditambah.

Tiga, edukasi. Kita bisa masukkan ke SD atau primary school, bagaimana kita bangun sekolah punya cara kreatif masing-masing. Mungkin ada SOP-nya, ada roadmap-nya dari pusat.

Tapi gimana anak-anak ini tahu untuk lebih banyak makan sayur dan buah. Bagaimana mengurangi konsumsi gula dan soda. Dan itu bisa digalakkan setiap minggunya. Itulah fungsi guru dan orangtua. Itulah tanggung jawab kita membangun budaya sehat, gimana anak-anak ini tahu, pentingnya makan sayur dan buah. Strategi nasonal harus ada. Seperti membangun booklet dan leaflet.

13. Lalu soal ekonomi?

Ekonomi yang paling besar adalah industrialisasi. Kontribusi industri terhadap PDB kita konsisten menurun sekitar 19 persen pada tahun 2026 atau 2027. Kenapa ini penting?Kita nambah angkatan kerja dua juta manusia pertahun. Ini yang mau nampung dalam jumlah besar siapa kalau bukan industri seperti pabrik baju, pabrik elektronik, dan sebagainya.

Sehingga sudah benar presiden Jokowi menggalakkan revolusi industri 4.0. 30 juta lapangan kerja sampai 2030. Fokusnya lima sektor industri yakni petrokimia, elektronik, food and beverage dan ada sekitar dua lagi saya lupa. Tapi yang lima ini competitive advantage kita.

Industri penting karena manufacturing kita belum optimum sebenarnya tapi sudah turun. Memang trennya adalah negara semakin maju namun manufacturing-nya semakin rendah, jasanya yang semakin naik. But it shouldn't be our case, karena kita penduduknya banyak. People make babies, sehingga kita harus buka sektor ini lebih luas.

Pariwisata juga harus digenjot. Sekarang sudah bagus, cuma mimpi presiden membangun 10 Bali harus lebih serius, supaya kontribusinya minimal bisa seperlima ke PDB kita, itu menyerap tenaga kerja kita luar biasa.

Dan terakhir soal SMK, saya benar-benar... SMK ini harus pake sistem training for vocational education and training seperti di Jerman. Jadi anak SMK itu, dia di programkan sama Kadin daerah untuk magang di salah satu perusahaan. Ketika dia lulus kemungkinan dia di-hire oleh perusahaan lebih tinggi, karena dia udah tahu.

Data yang saya baca di Bapenas sudah ada tapi belum terintegrasi, tidak hanya kurikulum yang kita perbaiki, tapi kita buka jalannya buat mereka. Gak perlu dia S1 karena dengan dia SMK dia punya tenaga yang cukup ahli. Sekarang anak-anak S1 dan S2 tapi ga jelas nanti diserapnya seperti apa.

13. Kenapa mau jadi Caleg?

[WAWANCARA] Memahami Ambisi Caleg Millenial Yurgen Alifia SutarnoIDN Times/Masdalena

Saya itu marah, saya gusar. Waktu saya di UI, udah punya cita-cita, saya masuk politik nih, cuma alhamdulillahnya saya jadi wartawan sering ditugaskan di DPR. Banyak ngobrol sampai ketua DPP, kita datang ke rapat-rapat dan sampai di tempat itu gemas.

Dan waktu kuliah di Oxford itu yang buat saya marah. Ada satu mata kuliah yang saya tunggu-tuggu betul, namanya Policy Evaluation, semester tiga, eh pas masuk kelas dia cuma ngasih bagan.

Pemerintah suka salah bikin kebijakan cuma karena gak punya ini. Terus saya bilang, saya jauh-jauh ke Inggris cuma dikasih bagan. Di situ saya marah, kita lihat aja kebijakan negara, yang jadi kemacetan. Marah saya. Udahlah korup, gak bisa kerja, dan ini ada momentum ada partai yang serius mau membenahi sistem politik, ya saya masuk.

14. Bagaimana reaksi keluarga?

Ibu resisten, bapak antusias karena bapak suka diskusi politik kalau malam hari. Ketika saya mau masuk partai politik, bapak saya bilang, 'Emangnya kamu kenal ini? Emangnya kamu punya duit?' Tapi ada proses kan, sekarang sih udah bisa mendukung, karena udah masuk bacalon juga kan.

15. Kamu punya modal berapa?

Sekarang, I don’t have money, dan aku bilang sama Pak Sekjen (PSI), 'Bos, saya gak punya duit–kalau Anda gak bantu, selesai'.

Dapil bisa dilihat sendiri kan kompetitornya siapa. Yang penting buat saya nih, dan beberapa caleg muda di partai lain, how to meet your badget campaign, gimana caranya bikin voter with technology.

16. Bagaimana interaksi sosial kamu dengan masyarakat?

Paling ikut ke masjid, beberapa kali ikut kepanitian acara di masjid, dan diskusi bersama aktivis lingkungan. Bulan depan saya ada campaign sampah.

17. Interaksi dengan millennials?

Sekarang saya Director of Oxford Society for Indonesia, isinya masih banyak anak muda.

Kita mau engage untuk anak muda, kita mau dorong Indonesia. Kita ajak daftar ke Oxford, kita bantu, engagement kita lebih ke education sih untuk millennial.

18. Untuk interaksi, campaign mana yang kamu gunakan?

Untuk campaign, rencana kita lebih langsung turun ke rumah-rumah, bawa alat peraga, probably calender.

Social media penting tapi kalo kontennya ga mukul banget, share-nya rendah.Tapi kita mau balance social media dan canvasing. Tapi kita lihat canvasing masih lebih efektif. Jadi rencana kita masih, tradisional media masih kuat.

19. Profesi selain politisi? Dosen? Di PSI kamu sebagai apa?

Gak ada. Sempat jadi dosen tamu, mungkin passion saya gak disitu. Saya gak di struktur.

20. Apa prioritas utama yang akan kamu capai 5-10 tahun mendatang? Keluarga? Sosial?

Anggota DPR pasti. One day saya ingin jadi Wali Kota Depok. Eksekutif punya wewenang yang lebih luas untuk real change. Menikah. Pengennya, bikin LSM baru tentang sampah.

21. Hal apa yang takutkan di masa depan? Kamu khawatir gak tentang keluarga?

Saya gak khawatir, karena saya percaya usaha konsisten dan doa. Gak ada.

22. Berapa jumlah handphone kamu? Mengapa pertimbangan memilih gadget tersebut?

Dua, iOS X. Data security Apple sulit di-hack.

23. Kalau fitur Medsos? Dan kenapa?

Socmed, Facebook, Instagram, Twitter, Whatsapp, news outlets. Facebook (karena) bigger user. Diskusi bisa lebih panjang.

Twitter yang jahat politik. Dulu saya pakai Path, lalu migrasi ke Instagram. Tapi kalau Instagram kata orang buat self-image, happiness di-share tapi sadness enggak. Usernya juga banyak, saya pakai karena teman lebih banyak di Instagram.

24. Metode komunikasi dengan keluarga? Berapa waktu yang kamu punya untuk keluarga?

Diskusi langsung, Whatsapp untuk share meme and foto. Setiap malam, satu jam sampai dua jam, karena orangtua saya digging anaknya ngapain, sudah sampe mana perjuangannya, dan setiap weekend kakak saya datang untuk diskusi keluarga.

25. Kalau metode komunikasi dengan teman?

Socmed, tapi saya paling happy ketemu. Social media itu ledek-ledekan aja, kangen-kangenan lucu aja.

26. Kalau untuk konsituen nanti dengan calon pemilih? Interaksi langsung tapi lewat Skype atau email?

Ketemu, tapi kita akan rekrut tim relawan. Walaupun I really appreciate, untuk segmen terkecil tertentu mugkin bisa, masalahya skype itu kan millennials, paling buat pacaran. Untuk politik kayaknya pakai tapi kanal itu tidak efektif, saya lebih suka surat langsung.

27. Kalau di Facebook follower-mu berapa? Nama Facebook kamu? Seberapa sering kamu update status atau posting di media sosial? Tema postingan?

Kayaknya gak ada, aku belum cek. Semua akun sama. Semenjak di politik saya ganti akun, karena ada yang direm. Kalau facebook dua hari sekali, twitter satu kali sehari, Instagram tiga hari sekali. Tema postingan mostly politik.

28. Apakah kamu upload sendiri atau dibantu admin? Vlog YouTube? Seberapa efektif kampanye socmed untuk kampanye politik? Lebih berperan mana dalam kampanye?

Sendiri, dong. Belum (vlogging). Efektif lumayan besar, karena dekat dengan kota dan millennialnya besar. Teman-teman udah banyak yang main di social media, tapi kan ribuan caleg yang main di social media, karena yang saya persiapkan kontennya. Canvasing lebih penting karna calegnya banyak, di dapil-ku banyak yang bertarung di media sosial, karena kan orang follow orang-orang yang besar.

29. Dari mana update informasi politik?

[WAWANCARA] Memahami Ambisi Caleg Millenial Yurgen Alifia SutarnoIDN Times/Masdalena

Media online, TV masih, news Detik, mostly Detik, Kompas, Tempo. Berita paling sering dicari politik, dan olahraga sepakbola.

30. Bagaimana kondisi politik terkini?

Nothing is the moment of true. Politik identitas sudah berhasil tahun lalu di (Pilgub) DKI Jakarta. 2019 nampaknya masih ada peluang. Dan saya bergabung dengan partai yang memperjuangkan kebhinekaan dan keberagaman dilihat dari politik kita tangannya masih di level sebenarnya. Itu dulu kayaknya nggak runcing-runcing amat lah awal reformasi. Sekarang aja ya kreativitas alif kita di luar batas kewajaran.

Kayak misalnya penentuan cawapres yang dari Jokowi karena PSI dukung Jokowi ternyata cawapres Ma'ruf Amin yang notabene pada kasus Ahok memberatkan itu mendukung Ahok penistaan agama.

31. Bagaimana menurut kamu soal pemilihan Ma'ruf Amin?

Itu sudah kita sampaikan jauh-jauh hari dan sebenarnya pak Jokowi sudah oke juga, tapi kan jelas koalisi ini kan banyak sekali kompleksitasnya. Banyak sekali tarik-menarik kepentingan sampai pada akhirnya pak Jokowi memilih Kyai Haji Ma'ruf Amin.

Pak Jokowi memilih Kyai Ma'ruf untuk kepentingan negara yang lebih besar sehingga kami tetap komit, kami kan gak perlu suka dengan seluruh kebijakan partai-partai koalisi. Sikapnya partai-partai politik tapi kami tahu dengan perbedaan-perbedaan itu kita punya titik temu.

Titik temu kita hari ini dukung Jokowi periode kedua karena dia tetap pilihan yang terbaik. Bahwa kami juga ada kekagetan dengan kemarin pak Mahfud nggak jadi ya, well politik, penuh kejutan harus biasa aja.

Baca Juga: Cak Ipin: Medsos Itu Kaya Minyak Tanah, Harus Bijak Menggunakannya

32. Jadi menurut kamu hanya politik identitas aja yang dialami masyarakat Indonesia saat ini?

Yang paling muncul kalau tantangan ekonomi dari waktu ke waktu, pas sekarang apa perang dagang? Dolar menguat itu from time to time terjadi yang penting makro ekonomi kita bagus fundamentalnya.

Saya rasa nggak akan terlalu masalah, cuma memang reformasi strukturalnya harus cepat formasi perizinan dan sebagainya supaya prestasi yang memakai paket kebijakan. Sebenarnya itu ada efeknya, tapi selalu sekarang kalau soal reformasi birokrasi, reformasi struktural itu di Pemda. Pusatnya udah bagus, dokumennya udah bersih lah, pas nyampe ke daerah kan beda lagi.

33. Isu soal utang, menurut kamu udah bener nggak apa yang dilakukan oleh pemerintah sekarang? terkait utang?

Begini, menurut saya kenapa sih  pemerintah melakukan pinjaman luar negeri, itu kenapa? Karena ada pengeluaran-pengeluaran yang harus dilakukan dan tidak bisa ditunda. Pak Jokowi sudah menggalakkan pembangunan infrastruktur.

34. Kenapa tidak bisa ditunda?

Itu berpengaruh pada buahnya competitiveness. Delivery service orang kelaparan coba di Asmat. Dilihat aja infrastrukturnya seperti apa, sekarang benar atau tidak? Sudah benar atau tidak, menurut saya sudah benar presiden dalam hal ini spending banyak di infrastruktur. Tapi pemerintah harus tahan dikit, karena dolar lagi naik sekali, karena bahan-bahan kita dari luar semua.

Yang saya gak suka dari oposisi adalah, bicara utang hanya nominal saja. Saat itu masih harus subsidi Pak Jokowi, beda lagi harga minyak jatuh kena pajak subsidi tarif. Untuk apa service delivery struktur Program Keluarga Harapan (PKH) dana desa itu? Kan ini jadi soal pinjaman luar negeri soal utang wesel perutnya sudah pernah cuma sekarang hati-hati aja karena kondisi global sudah tidak baik.

35. Tanggapan kamu terhadap ancaman radikalisme ?

Saat ini ekstrimisme radikalisme, ini kan bulunya ada di gerakan transnasional menurut saya ada ideologi-ideologi. Jadi ada dua gerakan transnational. Satu mereka yang tidak mau lewat jalur damai dan demokrasi tapi ingin mengubah Indonesia menjadi negara agama, ke dua ada yang masuk lewat jalur damai dan lewat politik. Buat saya keduanya ancaman-ancaman.

36. Yang disebut ancaman tuh apa?

Ketika dia mau mengubah negara Pancasila menjadi negara agama. Kalau nggak masalah. Tapi yang radikalisme yang sampai terorisme itu kan sudah jelas ancaman. Mereka yang tidak lewat jalur politik kebijakan itu lebih mudah, lawannya jelas orang.

Tapi yang lewat jalur politik ini diserang lewat sosial kemasyarakatan yang secara pelan-pelan mengubah struktur otak, struktur saraf yang tadinya dinaikkan menjadi tidak bhineka yang tadinya multikultural menjadi monokultural, itu yang menurut saya menjadi ancaman lebih bermanfaat.

37. Bagaimana dengan hoax?

Ini juga luar biasa ini dampaknya, tidak mengenal pendidikan, profesi, siapapun bisa menyebar hoax dan ini buat saya contoh ketidaksiapan manusia Indonesia dalam kemajuan teknologi-teknologi canggih.

Sekali kemampuan mereka menyaring informasi dan seleksi informasi tidak dibarengi dengan kemajuan teknologi yang semakin cepat. Tugasnya lagi-lagi kalau negara jangka panjangnya dari pendidikan media literasi. Ini pekerjaan besar kalau saya awas ada di mana-mana. Tapi karena saya misalnya muslim ormas-ormas Islam bisa mengambil peran yang lebih besar untuk pendidikan media literasi di zaman mereka, yaitu ini, ini sangat berbahaya. Keluarga bisa berantam karena ini.

38. Tokoh politik idola dalam dan luar negeri? Kenapa?

Buat saya yang tak tergantikan Bung Karno dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Idola gak ada. Luar (negeri) gak ada. Dia mampu, dia mampu menjaga negara dan menjaga keutuhan negara dan dia tidak bohongin rakyat.

39. Bagaimana optimisme kamu terhadap kondisi Indonesia dalam lima tahun mendatang?

Optimis kita akan jaga pertumbuhan, menurut saya we want drive rack. Ekonomi membaik sumber daya manusia apalagi. Nanti kalau presiden benar-benar melunasi janjinya soal revolusi SDM kita ya, Kan lima tahun pertama infrastruktur, lima tahun kedua SDM ya, saya sangat optimis.

40. Bagaimana tanggapan kamu dengan millennial dalam berpolitik?

Semakin besar, tapi melihat jumlah mereka yang banyak masih kurang, milennial kalau saya tidak salah hampir 50% dan 100 jutaan sosial, semestinya ada lebih banyak orang muda masuk tapi sekarang saya sudah senang.

41. Kamu ngerti gak dengan intensitas pemuda di dapil kamu minatnya terhadap politik ? Kayak gimana? Apatis? Intensifitasnya seperti apa?

Saya belum survei, based on anecdotal ya, di beberapa komunitas masih rendah sih, mereka belum memahami bagaimana perubahan-perubahan besar itu lebih mudah lewat politik, ya karena kesalahan elit poitik.

Kita juga yang terlalu sering mengkhianati aspirasi, cuma ya itu tugas kita bagaimana menggandeng mereka dan caranya yang harus non-konvensional, anak-anak millennial ini gak suka yang terlalu serius.

Cara engage kita (yang penting). Kita ngomongin pendidikan, terus ngomongin sistem pendidikan, ngomongin anggaran, LPTK. Something funny, misalnya kayak kita ngomongin guru ya, ya kita lagi siapin nih naskahnya, try with kayak guru yang ngeselin di kelas itu kayak apa sih?

Kita itu mau ngomongin kompetisi guru kan, tapi start with something funny, guru yang paling lucu di kelas itu apa, kayak dia lagi ngajar tahu-tahu tidur, bikin video di facebook, instagram, mereka lebih suka kayak gitu sih.

42. Gimana menurut kamu cara pemuda berkontribusi dalam politik apakah ikut pemilu? Apakah ikut timses, gabung langsung jadi Caleg kayak kamu, masuk LSM atau cuman komentar di social media?

Semua itu berkontribusi, cuma ada derajatnya. Bisa maju jadi caleg, tapi yang lagi saya hadapi sekarang ini, memang belum ada budaya public donation terhadap politisi. Fundraising itu yang kita sekarang sangat lemah.

43. Kalian akan bikin fundraising gak? Eh, ngomong-ngomong kamu modalnya berapa? Yang uang kamu sendiri aja, kalau mau transparan.

Sudah. Saving saya dari pekerjaan, beasiswa itu mentok-mentok cuma 100 juta, dan itu bukan untuk kampanye, itu operasional. Kalau untuk kampanye kayaknya gak seberapa ya. Jadi fundraising dan public donation itu penting. Kalau mau berkontribusi itu, masuk jadi relawan, bantu donasi.

Ada beberapa temen saya kritik, 'kamu kayaknya kalau ngomongin negara berisik, tapi giliran saya ajak jadi relawan, dia ini satu weekend aja susah banget'. Ya, karena buat mereka budaya berpolitiknya belum ke sana gitu. Orang itu masih nanya 'Kenapa saya harus nyumbang ke kamu? Kenapa saya harus ngasih duit ke kamu? Kenapa saya gak ngasih duit ke pengemis?'

Ya kamu kasih pengemis, i’m not saying it’s wrong, tapi demokrasi itu dari, oleh, untuk rakyat. Darinya bukan dari rakyat bos, dari korporasi besar, dari konglomerat hitam, dari hasil main proyek, dari situ.

Kira-kira kalau darinya bukan dari rakyat, untuknya untuk rakyat? Ya, bukanlah. Jadi masih harus dijelaskan. Ya gak masalah, memang kan budaya nya belum terbentuk. Jadi relawan misalnya, gak saya gak minta duit, saya butuh tenaga doang, gimana ayo bantu, oke siap. Tapi banyak juga, kenapa ya saya harus bantu? Saya bilang tadi, derajatnya ada.

44. Kalau ada konglomerat, mau bantu kamu dengan uang tunai untuk membiayai kampanye, kamu gimana?

Boleh asal tidak minta proyek, tidak minta APBN sesuai dengan garis partai. Oke saya tahu kamu orang baik, "Saya bantu, tapi kalau oke saya bantu, tapi tolong masukin pasal ini". Saya jawab, sorry.

45. Gimana caranya mencegah hoax dalam proses kampanye pemilu 2019 ini?

Dua hal, pertama kita mulai dari kampanye kita sendiri selalu harus pake data. Kedua kita harus jadi counter, kita harus lawan. Jadi dua itu sih.

46. Menurut kamu kenapa millennial kok banyak golput? 30 persen lho!

Ya karena, gak merasa ada kaitannya dengan ini semua, gak merasa ada kaitan antara politik, “Apa urusannya gua harus milih lu?” Mereka gak merasa dekat. Gini bos, kalau politik bagus lu cari pekerjaan lebih mudah.

Memang enggak secara langsung tapi makro, mereka belum merasa dekat, tugas politisi mendekatkan politik untuk  mereka. If you don’t vote, then this is what gonna happen; If you voting for us, this is what gonna happen. Canvasing penting satu, kedua message-nya harus lebih have fun, dekat dengan bahasa mereka.

47. Gimana peran media dalam konteks ini ?

Media menurut saya begini ya... Kalau televisi karena semakin partisan, kepentingannya macam-macam, saya sih berharapnya media televisi saat ini bisa lebih mengakomodir semua suara, gak hanya partai-partai tertentu.

Kalau konteks ya millennial kasihlah caleg-caleg muda spot lebih banyak dialog dan sebagainya. Pers menurut saya satau-satunya pilar demokrasi yang masih diharapkan role-nya sangat penting di PSI. Di PSI kami juga terbantu karena media massa dan media sosial, karena gak punya media konvensional tapi dibantu oleh media.

48. Kapan masuk di PSI? Politisi muda kayak kamu, ngerasa kelemahannya itu apa?

[WAWANCARA] Memahami Ambisi Caleg Millenial Yurgen Alifia Sutarnoinstagram.com/yurgensutarno

Persisnya awal Maret tahun ini langsung dari Oxford. Dana, mostly dana kecuali kalau bicara kompetensi, capability, experience, menurut saya avalaible. Itu aja, dan ya karena ini first-time campaign belum dikenal publik, ya itu aja.

49. Menurut kamu di dunia politik di Indonesia ini masih kental gak senioritas, kultur dinasti politik? Kultur sedemikian sehingga itu akan tidak ada peluang untuk politisi muda seperti kamu?

Itu jelas, oligarki politik membuat buyer of entry-nya tinggi, mahar politik masih ada, dan gak sehat oligarki politik ini. Bapaknya presiden dan anaknya disuruh jadi presiden, udah jadi ketua umum puluhan tahun tapi regenerasinya gak jelas. Dan saya bersyukurnya PSI sebagai partai baru membuka itu untuk siapapun silahkan, diseleksi terbuka.

Itu kenapa juga dari sekian pilihan partai politik saya pilih PSI. Karena mereka serius,  kalau mau buka seleksi buka, kalau mau gak lolos, gak lolos jelas. Mau bikin aplikasi nanti buat anggota legislatif yang terpilih bisa di-recall kayak ojek online? Ayo! Kalau bolos berapa kali, di-PAW.

Partai mana yang ngomong begitu, itu yang berusaha kita ubah, memang gak mudah, anak kecil bisa apa, ya gak apa-apa, kita coba, nanti kalau masyarakat lihat bagus kan, oh bisa gitu ya. Kita lihat aja nanti.

50. Menurut kamu gimana prospek politisi muda ke depan? Harapan untuk politisi millennial?

Menurut saya, bagus kalau nanti bisa dilihat, kalau masih dibilang muda nanti ada 2024 ada kang Emil, bu Risma. Bisa dibilang muda gak, ya? Dibilang muda nanti masih banyak sih dari generasi kami, untuk membuktikan rekam jejak kalo kami generasi yang bagus.

Jangan main hoax, SARA, pakai data dan tetap setia pada Bhinneka Tunggal Ika. Itu aja.

51. Untuk mengetahui perilaku finansial. Apa saja produk dan jasa keuangan yang kamu miliki atau gunakan saat ini? Mengapa? Punya kartu kredit?

Kartu kredit, Go-Ride, Go-Food, Go-Send, Go-Pay karena membuat hidup lebih mudah. Gak (punya kartu kredit), debet ya BCA.

52. Seberapa sering ke mall? Ngapain? Sama siapa? Tujuan ke mall? Kalau bisnis gak?

Setiap minggu. Ya mostly nonton horor, detektif. Sendiri mostly sendiri. Nonton dan hangout. Bisnis gak.

53. Kalo ada tempat baru makan? Sering ke mall gak sih? Kalo ke mall ada yang termasuk gaya hidup, kamu gitu gak? Seberapa sering makan di luar?

Sering. Gak functional. Sering banget (makan di luar), almost everyday, setiap hari karena di rumah jarang masak.

54. Seberapa sering kamu pake angkutan online? Tempat mana yang sering kamu kunjungi? Apakah restoran, coffe shop, fast food, food court? Kalau liburan?

Almost, kalau ganjil genap pasti (pakai angkutan online). Restoran, coffe shop, fast food. Bandung, karena situasi mendukung aja.

55. Kalo luar negeri? Kenapa? Kalo liburan beli tiket gimana? Berarti kamu libur ke luar negeri gak, libur ke luar kota berapa kali dalam setahun? Lebih sering sama keluarga atau teman?

Gak, kalo untuk liburan gak. Well costly, kalo liburan itu yang dicari itu peace full mind di Indonesia banyak tempat bagus. Online, traveloka. Bisa lima kali lah. Pergi bareng Teman.

56. Tempat favorit yang paling sering kamu jadikan tempat berlibur gunung atau pantai? Destinasi impian yang ingin kau datangin? Suka makanan jepang? Lebih enak liburan spontan dan singkat seperti weekend get away atau plan jauh-jauh hari?

Gunung, karena pantai panas. Jepang, karena makanannya enak-enak. Ya suka, enak-enak apapun bangsannya sih suka sama ice land. In differend dua-duanya.

57. Hal apa yang membuat kamu ingin berlibur? Dalam satu bulan terakhir stasiun radio apa yang kamu dengar? Biasanya dengarin nya kapan? Kamu punya gak host radio yang paling kamu tunggu-tunggu? Favorit?

Diajak teman, dari postingan tertarik. Jak, prambors. Pas jam prime time, news. Punya di Jak.

58. Program apa yang paling favorit? Media cetak?kalau langganan koran? Majalah gak? Jadi masih beli? Bukan online ya?

Kalau  TV biasanya yang news, prime time malam. Kalau langganan gak, tapi kalau beli majalah Tempo pasti. Sempat online, waktu kuliah di luar online.

59. Siapa ulama yang paling kamu kenal? Maksudnya kamu ketahui kenal cuma personal gitu? Tapi yang kamu ketahui ada? Coba sebutin

Ustad, ada tetangga Saiful Zuhri.

Iya itu. Ada Prof Quraisy Sihab, Kiai Sahid hakim, Gus Mus, Nadersha Hosen, Khalid Basalamah.

60. Nah dari nama itu siapa yang jadi idolamu? Terkait ideologi negara manakah yang paling ideal untuk Indonesia? Terkait bentuk negara, manakah yang paling ideal untuk Indonesia?

Prof Quraisy Sihab. The one and only.

Pancasila, karena cocok dengan kepulauan nusantara, merekatkan.

Republik, menurut saya ideal, menurut saya it's all about bentuknya, its all about orang-orangnya.

61. Tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi- JK? Mengapa? Aspek apa yang perlu diperbaiki?

Puas. Karena banyak janji kampanye yang dilaksanakan. Sumber Daya Manusia

62. Bagaimana kepuasan anda terhadap kinerja lembaga negara? Yang paling puas? Yang kinerja paling buruk?

DPR tidak puas, KPU puas, MPR saya tidak tahu kerjanya apa.

POLRI saya tidak puas perilaku koruptif masih banyak di POLRI. TNI biasa saja karena menurut saya reformasi birokrasinya masih lambat.

Puas KPK. Tidak DPR RI.

63. Berbicara mengenai partai politik di Indonesia manakah yang paling kamu ingat? Apa pertimbangan utamamu saat memilih partai politik ketika pemilu legislatif?

[WAWANCARA] Memahami Ambisi Caleg Millenial Yurgen Alifia SutarnoIDN Times/Masdalena

PDIP, Golkar, Demokrat, Hanura, Gerindra, PPP, PKB, PAN, PKS.

Partai itu serius memberantas korupsi.

Dalam IMS 2019, IDN Times  meluncurkan Indonesia Millennial Report 2019.  Survei ini dikerjakan bersama oleh IDN Research Institute bekerjasama dengan Alvara Research Center. 

Melalui survei yang melibatkan 1400-an responden di 12 kota ini, IDN Times menggali aspirasi dan DNA millennial Indonesia.  Simak hasilnya di IMS 2019, dan ikuti perkembangannya di situs kami, ya.

Reporter Masdalena Napitupulu turut berkontribusi pada artikel ini.

Baca Juga: [Wawancara Eksklusif] Wushu Ternyata Bikin Lindswell Kwok Awet Muda

Topik:

  • Yogie Fadila
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya