40 Persen Transgender Positif HIV, Pengobatan Sulit Saat Tak Ada e-KTP

Transgender selama ini kerap sulit akses fasilitas publik

Jakarta, IDN Times - Sulitnya tidak memiliki identitas dirasakan oleh para transgender. Ketua Forum Komunikasi Waria Yuli mengatakan, para transpuan sulit mengakses haknya sebagai warga negara di ruang publik dan tidak memiliki perlindungan khusus.

"Hidup para transpuan tidak punya satu perlindungan yang khusus, atau mereka tidak punya satu pengetahuan yang baik tentang kesehatan, sehingga hampir 40 persen di antara teman-teman ini berpositif HIV," ujar Yuli, kepada IDN Times, Senin (26/4/2021).

Baca Juga: Transgender Dimudahkan Buat E-KTP, Ini Respons Forum Komunikasi Waria

1. Transpuan kesulitan mendapatkan haknya

40 Persen Transgender Positif HIV, Pengobatan Sulit Saat Tak Ada e-KTPIlustrasi kantor BPJS Kesehatan. ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Dalam hal kesehatan, Yuli menjelaskan, ketika para transpuan sakit dan harus mengakses rumah sakit menjadi kesulitan yang besar, karena tidak memiliki e-KTP ataupun BPJS.

"Ketika mereka sakit, mereka meninggal ataupun bantuan dari pemerintah itu mereka gak bisa. Karena semua ketentuan yang ada itu gak bisa, e-KTP atau NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan lain sebagainya," ujar dia.

Tak hanya itu, Yuli menyebutkan, para transpuan juga mengalami kesulitan ketika mengajukan bantuan pemberdayaan perilaku dari dinas sosial ataupun bantuan usaha ekonomi kreatif dari Kementerian Sosial yang tidak bisa terpenuhi karena pada dasarnya harus memiliki identitas, sehingga mereka tidak buka rekening bank dan sebagainya. 

2. Banyak transpuan datang dari daerah mencari jati diri

40 Persen Transgender Positif HIV, Pengobatan Sulit Saat Tak Ada e-KTPIlustrasi transgender (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Yuli menyampaikan transpuan yang ada di Indonesia, terutama di kota besar rata-rata mereka datang dari daerah yang pergi dari rumah karena kekerasan, penolakan dari orang tua yang membuat mereka di usia remaja meninggalkan rumah untuk mencari jati dirinya.

Sesampainya di beberapa kota besar, tekanan ekonomi yang sangat sulit membuat para transpuan menjadi PSK jalan, pengamen, dan lainnya serta hidup dalam kepahitan. Hal ini membuat mereka tahun berganti tahun, hidup dengan situasi tersebut dan tidak memikirkan identitas merupakan hal penting.

"Seperti contoh ada beberapa data kita yang bisa membuktikan bahwa teman-teman yang berada di rumah singgah waria jompo yang ada di Depok, sekitar 831 orang yang ada, sekitar 400 yang gak memiliki identitas. Karena mereka lari dari rumah itu berpuluh-puluh tahun yang lalu," kata Yuli.

3. Berharap e-KTP benar-benar bisa diurus

40 Persen Transgender Positif HIV, Pengobatan Sulit Saat Tak Ada e-KTPIlustrasi KTP Elektronik atau E-KTP (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Yuli berharap, dengan adanya langkah kemudahan pembuatan e-KTP bagi transgender dari pemerintah, menjadi suatu solusi agar para transpuan tidak dipandang sebelah mata.

“Mudah-mudahan dengan adanya pernyataan sigap dari Kemendagri ini bisa menjadi suatu kekuatan, sehingga kami dari lembaga sendiri mungkin bisa menjamin untuk teman-teman yang tidak memiliki identitas ini,” ujar dia.

"Akan menjadi sulit ketika akhirnya harus membutuhkan NIK asal daerah. Kesulitan ini juga harus dipikirkan bersama dan akan seperti apa, apakah bisa diurus? Itu juga perlu tahu," tambah Yuli.

Baca Juga: Kabar Gembira! Transgender Kini Bisa Buat KTP, KK dan Akta Kelahiran 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya