BMKG Launching Sistem Peringatan Dini Multibencana Geohidrometeorologi

Potensi multibencana geohidrometeorologi semakin tinggi

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, potensi multibencana geohidrometeorologi di Indonesia semakin tinggi.

Karena itu, sesuai arahan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) yang juga merupakan Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri, BMKG membangun budaya kesiapsiagaan menghadapi multibencana geohidrometeorologi di Indonesia. 

Langkah ini diambil karena Ketua BMKG Dwikorita melihat sudah terjadi gempa bumi di awal tahun, banjir, dan banjir bandang di wilayah Indonesia yang terjadi bersamaan dan menuntut kesiapsiagaan seluruh pihak dalam waktu yang bersamaan. 

"Oleh karena itu, sistem peringatan dini yang nanti akan di-launching bersama Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) juga merupakan sistem peringatan dini multibencana Geohidrometeorologi," ujar Dwikorita melalui konferensi pers Pelatihan Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami melalui channel YouTube PDIP, Rabu (4/8/2021).

Baca Juga: BMKG Peringatkan Multibencana Geo-Hidrometeorologi Meningkat, Apa itu?

1. Hampir 95 persen masyarakat selamat dari bencana karena kemampuan sendiri

BMKG Launching Sistem Peringatan Dini Multibencana GeohidrometeorologiIlustrasi simulasi bencana (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Dwikorita memberikan contoh peristiwa gempa Hanshin Awaji yang terjadi pada 1995. Ia mengatakan, hampir 95 persen masyarakat yang selamat pada peristiwa itu karena kemampuan diri sendiri, bukan karena ditolong oleh pemerintah. 

Secara lebih rinci, ia memaparkan, dari yang selamat 34,9 persen di antaranya menyelamatkan diri sendiri, kemudian 31,9 persen ditolong oleh anggota keluarga, lalu 28,1 persen ditolong oleh tetangga, 2,6 persen ditolong oleh orang yang lewat, dan hanya 1,7 persen yang ditolong oleh regu penyelamat.

"Inilah salah satu dari apa yang kami pelajari, dan inilah yang membuat tekat kami bahwa membangun budaya kesiapsiagaan multibencana sangat penting," ujar Dwikorita. 

2. Memanfaatkan perbedaan gelombang gempa sebagai peringatan dini gempa bumi

BMKG Launching Sistem Peringatan Dini Multibencana GeohidrometeorologiIlustrasi Gempa (IDN Times/Sukma Shakti)

Belajar dari dua negara maju, yaitu China dan Jepang, Dwikorita menjelaskan bagaimana kedua negara tersebut telah mampu memanfaatkan perbedaan gelombang gempa untuk memberikan peringatan dini gempa bumi. 

Ia memaparkan, ketika terjadi gempa terdapat dua gelombang, yaitu gelombang P atau primer yang menjalar lebih dahulu dan tidak bersifat merusak , kemudian disusul gelombang S atau sekunder yang dapat merusak.

Dalam kejadian tersebut, Dwikorita menjelaskan, terdapat selisih 10 detik yang dimanfaatkan oleh kedua negara maju tersebut untuk diinformasikan sebelum kejadian. 

"Nah, dengan cara ini bisa diperoleh mencuri waktu paling tidak 10 detik untuk mematikan peralatan berbahaya, reaktor, gas-gas yang bisa meledak, kereta cepat yang bisa bergulir bisa mati seketika dan masyarakat menerima dari SMS sebelum gempa bisa segera lari keluar rumah atau menyelamatkan diri," jelas Dwikorita. 

Hanya saja, ujar Dwikorita, pihaknya baru mempelajari ilmu itu dan sedang dalam proses untuk membangun teknologi tersebut.

"Insyaallah dalam waktu dua tahun hal ini bisa terwujud," kata Dwikorita.

Baca Juga: Megawati Klaim Membuat BMKG, Apakah Benar? Ini Awal Mulanya

3. Perlu memperkuat sisi kultur agar informasi BMKG dapat dipahami

BMKG Launching Sistem Peringatan Dini Multibencana GeohidrometeorologiIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Berdasarkan hasil survei pakar kebencanaan, Dwikorita mengatakan, mayoritas yang menerima peringatan dini BMKG nyatanya tidak semua menindaklanjuti peringatan tersebut. Ia menduga penyebab utamanya karena masyarakat tidak paham dengan peringatan dini tersebut. 

"Kami mendapat laporan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) ternyata ada nelayan, nakhoda yang tidak mengenal warna. Padahal peringatan dini menggunakan warna dan juga tidak mengenal grafis. Ini kami harus bekerja lebih keras bagaimana menjermahkan peringatan dini itu," kata Dwikorita. 

Menurutnya, aspek kultur menjadi tantangan utama bagaimana membuat informasi dari BMKG benar-benar dipahami dan mendorong sikap atau budaya sesorang, mampu menolong diri sendiri maupun sekitarnya untuk menuju selamat. 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya