Disebut dalam Sidang Ekspor Benur, Fahri Hamzah Rela Jadi Tersangka

Fahri memberikan kepercayaan kepada KPK

Jakarta, IDN Times - Mantan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah memberi tanggapan terkait namanya yang disebut dalam sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor benur atau benih bening lobster. Sidang dengan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo itu digelar kemarin, Rabu (16/6/2021).

Politikus Partai Gelora itu mengatakan bahwa dirinya mau dan rela jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tanggapan tersebut ia tuliskan dalam cuitan akun twitternya @Fahrihamzah.

"Demi kepastian hukum, saya bukan saja harus mau tapi harus rela jadi tersangka @KPK_RI jika itu hasil sebuah penemuan bukti awal yang valid. Gak usah takut, saya gak akan lari. Ini tanah tumpah darah saya. Asalkan saya diberi hak membela diri secara terbuka di depan mahkamah," tulis Fahri dalam akun Twitternya @Fahrihamzah pada Rabu (16/6/2021).

Baca Juga: Azis Syamsuddin-Fahri Hamzah Diduga Titip Perusahaan di Proyek Benur

1. Fahri mempercayakan seluruhnya kepada KPK

Nama Fahri dan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin muncul dalam sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor benur sebagai pihak yang diduga menitipkan perusahaan yang berminat ikut budi daya lobster. Hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menampilkan percakapan elektronik antara Edhy Prabowo dengan staf khususnya, Safri. 

Fahri tak keberatan namanya disebut-sebut dalam sidang tersebut. Justru ia mengaku memberi kepercayaan kepada KPK untuk bekerja lebih baik.

"Beri kepercayaan kepada @KPK_RI...insya Allah mereka akan bekerja lebih baik dari sebelumnya... tugas kita sebagai warga negara adalah taat hukum...semakin baik hukum rakyat akan makin taat... negara adil, bangsa aman dan rakyat makan...dan ibadah tenang," cuit Fahri. 

2. Fakta yang terungkap dalam persidangan akan dianalisa oleh jaksa KPK

Disebut dalam Sidang Ekspor Benur, Fahri Hamzah Rela Jadi TersangkaPlt Jubir Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri (Dok. Humas KPK)

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri menjelaskan bahwa fakta yang terungkap di dalam persidangan itu sudah tercatat dan terekam. Selanjutnya, hal itu akan dianalisa tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam surat tuntutannya.

"Analisa diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan apakah keterangan saksi tersebut ada saling keterkaitan dengan alat bukti lain, sehingga membentuk fakta hukum untuk dikembangkan lebih lanjut," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (16/6/2021).

"Prinsipnya, tentu sejauh jika ada kecukupan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup, kami pastikan perkara ini akan dikembangkan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka," lanjutnya.

Baca Juga: Saksi Tidak Konsisten, Hakim Sidang Kasus Edhy Prabowo Murka

3. Edhy Prabowo didakwa terima suap Rp24,6 miliar dan 77 ribu dolar AS

Disebut dalam Sidang Ekspor Benur, Fahri Hamzah Rela Jadi TersangkaMantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp24,6 miliar dan 77 ribu dolar Amerika Serikat. Uang tersebut didapatkannya melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, Suharjito, dan Siswadhi Pranoto Loe.

Ainul adalah Staf Istri Edhy, Iis Rosita Dewi. Lalu, Andreau merupakan Staf Khusus Edhy, dan Amiril merupakan Sekretaris Pribadi mantan politikus Partai Gerindra itu. Suharjito adalah Direktur Utama PT DPPP dan Siswadhi Pranoto Loe adalah Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) yang didakwa memberi suap.

Dalam dakwaannya, Jaksa mengatakan pemberian suap itu agar perusahaan milik Suharjito dimuluskan untuk melakukan izin pengelolaan dan budi daya lobster dan ekspor benur dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia. 

"Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar Jaksa.

Setelah Edhy menerima uang dari para pengekspor benur tersebut, selanjutnya uang digunakan untuk membeli tanah, membayar sewa apartemen, membeli mobil, jam tangan, sepeda, merenovasi rumah, pembayaran bisnis buah-buahan, pembelian barang di Amerika Serikat serta memberikan uang ke berbagai pihak seperti sekretaris pribadi, staf ahli, penyanyi dangdut, pesilat, dan pihak lainnya.

Ia didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ia pun terancam penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Baca Juga: Fahri Hamzah Bantah Berikan Duit Suap untuk Dapat Izin Ekspor Benur

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya