Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?

Walau hidup terdiskriminasi, transpuan menolak golput lho~

Surabaya, IDN Times - “Psst, psst..”, suara berbisik menyapa setiap orang yang berlalu-lalang. Jarum jam menunjukkan pukul 02.50 WIB. Malam hampir berganti subuh. Senandung tarhim saling bersahutan dari menara masjid. Suasana di seputaran Makam Kembang Kuning, Wonokromo semakin ramai.

“Mau cari apa mas?” sumber suara semakin jelas kala seorang transpuan muncul dari bebatuan Makam Cina yang menjulang tinggi. Semerbak parfum menghipnotis setiap mereka yang memarkirkan kendaraannya. Hingga 10 atau 20 menit ke depan, mereka akhirnya “hilang bersama kenikmatan" di tengah makam.

Usai melayani pelanggannya, Rose (bukan nama asli) kembali berbenah diri. Transpuan berusia 35 tahun itu tak kenal barang semenit pun untuk istirahat. Dengan sebatang rokoknya, ia sabar menanti pria yang haus akan hasrat seksual. Baginya, ini adalah kebutuhan biologis sekaligus tuntutan untuk melanjutkan hidup.

“Aku udah kayak begini (jual diri sebagai transpuan) sejak usia 15 tahun. Waktu itu sih aku penasaran gimana sih rasanya, eh ke sini-sininya ketagihan,” kata dia kepada IDN Times.

Alih-alih takut akan dosa karena berbuat maksiat di tengah kuburan, ia lebih khawatir bila ibunya yang sudah renta tidak bisa menikmati sesuap nasi keesokan harinya.

“Bapakku udah meninggal, kakak-kakakku udah pada nikah, sekarang aku tinggal sendiri bareng ibu. Ibaratnya aku tulang punggung keluarga gitu, jadi aku sekarang kayak begini ya demi uang aja,” lanjut dia.

1. Dikejar bak buronan atau mati kelaparan

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?IDN Times/Vanny El Rahman

Kala malam datang, Rose menjadi pekerja seks komersial. Pagi harinya, ia merupakan penyedia jasa kecantikan (ahli make-up). Ia hidup di tengah ketidakpastian dan himpitan ekonomi. Tanpa menjadi "kupu-kupu malam", dia merasa tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Dari uang make-up gak pasti. Cuma ya namanya manusia, kebutuhannya banyak,” tuturnya.

Setiap pelanggan dikenakan biaya Rp50 ribu untuk sekali “karaoke”. Prinsip kerjanya adalah time is money. “Semakin lama, ya aku bakal minta tambahan. Kalau dia mau lebih, aku minta Rp100 ribu.”   

Sekali mangkal, transpuan yang dikenal paling “cantik” ini bisa meraup uang hingga Rp400 ribu. Akan tetapi, bukan perkara mudah agar dirinya tidak terciduk oleh Satpol PP. Adegan kejar-kejaran yang menyebabkan kakinya berdarah atau anggota tubuh tersayat batu nisan telah menjadi kesehariannya.

Dia menceritakan, “Aku sih nau’dzubillah min dalik (semoga itu tidak terjadi), kejaring razia Satpol PP. Alhamdulillah belum pernah. Tapi kalau dikejar-kejar sampai luka-luka, ya sering. Apalagi sekarang ketat banget razia di sini.”

Sebenarnya, Rose sudah jenuh dengan kehidupan yang ia jalani saat ini. Dikejar bak buronan atau mati kelaparan. Sayangnya, dia merasa tidak memiliki pilihan. Dia sadar tidak ada perusahaan yang ingin mempekerjakannya, apalagi bekerja di pemerintahan. Menurutnya, negara ini masih memandang sebagai “penyakit” yang harus disingkirkan.

“Aku kalau punya pekerjaan yang UMR pasti maulah. Nanti pelan-pelan ninggalin yang kayak beginian. Cuma ya gimana.. Sekarang capres dua-duanya berebut siapa yang paling Islam, gak ada harapan ke depannya untuk komunitas kami,” curhatnya.

2. Ada 5 juta transpuan yang menanti perubahan pasca-Pilpres 2019

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?Facebook/Yulianus Rettoblaut

Rose tidak sendiri. Ada lima juta transpuan di Indonesia yang memiliki derita serupa. Pemimpin silih berganti tak kunjung memberikan perubahan. Pembangunan infrastruktur yang mentereng sepanjang Sabang-Merauke tidak memberikan rasa aman kepada mereka.   

“Era Pak Jokowi pembangunan kelihatan ya, tapi untuk teman-teman waria semakin terpuruk, makin banyak larangannya. Gak punya ruang gerak, gak boleh berekspresi, di mana-mana diserang. Apalagi sekarang isu agama (dipolitisasi) ya, kepada siapa kami mau bersandar,” terang Ketua Forum Komunikasi Waria se-Indonesia (FKWI), Mami Yuli.

Lima tahun silam, pemilik nama asli Yulianus Rettoblaut ini merupakan koordinator relawan Jokowi untuk komunitas transpuan. Ketika masa kampanye, ia bersama ribuan rekannya pernah diundang ke Bogor untuk mendengar janji politik Jokowi.

Loyalitas Mami Yuli kepada mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak perlu diragukan. Siang-malam, di manapun tempatnya berpijak, ia menyebut Jokowi sebagai tokoh perubahan. Bukan tanpa alasan, Jokowi sempat menjanjikan keadilan sosial-politik kepada jutaan transpuan di Indonesia.

“Tapi saya kecewa,” sambung dia. “Kami sudah mengajukan audiensi 7 kali untuk menagih janjinya, tapi selalu gagal. Masih banyak kekerasan terhadap teman-teman dan pemerintah kayaknya diem aja.

Lantaran kecewa, pengampu studi doktoral di Universitas Jayabaya ini tidak lagi menyemarakkan Pilpres 2019. Ia sepenuhnya menyerahkan pilihan kepada hati nurani masing-masing transpuan.

“Aku sudah malu, setiap ketemu temen-temen ditagih, Mami Yuli mana janjinya? Kalau aku minta dukung Pak Jokowi lagi, jadi bumerang buat aku.”

Baca Juga: Curhatan Mami Yuli, Waria yang Dijanjikan Perubahan Jokowi pada 2014

3. Rendahnya pendidikan transpuan membuat terbatasnya lapangan pekerjaan

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?pixabay.com/John Hain

Salah satu permasalahan yang menyebabkan transpuan tidak memiliki masa depan cerah adalah rendahnya kualitas pendidikan. “Sejak aku memutuskan untuk lebih baik, aku ambil kuliah dan cara pandangku benar-benar berubah. Tetapi, hal semacam itu tidak dirasakan oleh teman-temanku. Aku adalah satu-satunya waria yang kuliah sampai S3,” ujar Mami Yuli.

Berdasarkan hasil survei Pusat HIV dan AIDS Unika Atma Jaya 2015 di DKI Jakarta, dari 100 responden hanya 2 transpuan yang mengampu kuliah, itu pun keduanya tidak lulus. Kebanyakan dari mereka berhenti sekolah setelah SMA.

Alasan putus sekolah beragam. Faktor yang mendominasi adalah rasa tidak nyaman serta olok-olok dari lingkungan sekolah, yakni sekitar 58 persen. Disusul oleh alasan ketidakmampuan biaya, sebesar 33 persen.

Di tengah rendahnya kualitas individu, mereka harus melanjutkan hidup. Setiap bulannya, rata-rata transpuan menghabiskan uang sekitar Rp3,6 juta hingga Rp4,4 juta. Kebutuhan utamanya adalah makan dan minum, kemudian memberi uang kepada keluarga, disusul oleh sewa tempat tinggal dan peralatan dandan.

Akibat tidak memiliki banyak pilihan, sekitar 67 persen memilih menjadi pekerja seks komersial, 27 persen mengamen, 20 persen sebagai wiraswasta, dan 15 persen membantu usaha teman-temannya, sedangkan 6 persen lainnya bekerja di sektor lain. Tidak ada satupun dari mereka yang bekerja di sektor formal.

Rose turut menambahkan, “Jangankan mencoba melamar kerja, kami baru sampai depan kantornya aja udah diusir kali, apalagi kalau berharap kerja di pemerintahan (semakin sulit),”.

4. Ini kata TKN Jokowi-Ma’ruf tentang transpuan di Indonesia

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?Instagram/@dini_purwono

Menanggapi keluh kesah transpuan di Indonesia, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Dini Shanti Purwono, menyampaikan bahwa petahana tidak akan memberikan perlakuan spesial kepada mereka. Menurutnya, apa yang dilakukan Jokowi dengan memperlakukan seluruh warga negaranya setara sesuai konstitusi itu sudah benar.

“Pilar konstitusi kita itu kan semua warga negara Indonesia kedudukannya sama. Kalau disabilitas itu karena mereka tidak punya pilihan, makanya harus diberikan akses yang sama. Sementara waria, itu kan gender preference yang domain privat, makanya kalau ada special treatment justru gak sesuai sama konstitusi dong,” beber dia kepada IDN Times.

Alumni Harvard Law School ini tidak memungkiri bila gender adalah bagian dari kebebasan individu. Akan tetapi, ia menggarisbawahi bahwa kebebasan satu orang dibatasi oleh kebebasan orang lainnya. Mereka yang memutuskan untuk mengubah orientasi gender atau kelamin, kata dia, harus sadar akan konsekuensinya.

Dia mengulas, “Kalau mereka minta special treatment, why we should give them special treatment, sementara yang lainnya tidak? Lain cerita kalau ada diskriminasi dari pemerintah, misal ditolak buat KTP, itu salah pemerintah. Tapi kalau mereka ditolak karena gak bisa menunjukkan surat-menyurat lainnya, kan bukan salah pemerintah jadinya.”

“Hingga saat ini, TKN belum ada pembicaraan ke arah sana ya (meminta dukungan dari transpuan). Bagaimanapun kampanye kami menyeluruh, kami juga gak mendukung kekerasan. Waria itu kan fakta yang memang kita hadapi, apakah itu penyakit atau bukan. Gak bisa ujug-ujug langsung dikucilkan,” tambah Dini.

5. Ini kata BPN Prabowo-Sandi soal transpuan di Indonesia

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?Instagram/@nadalichiahv

Di kubu lainnya, Juru Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Nada Alichiah, dengan tegas menyatakan bahwa pasangan calon nomor urut 02 menolak transpuan. Menurutnya, LGBTQ tidak sesuai dengan norma yang hadir di Indonesia.

“Kami sama sekali gak ada usaha untuk mendapatkan suara mereka (transpuan). Kami menolak keras LGBTQ,” katanya saat dihubungi IDN Times. “Kita ini negara Pancasila, berlandaskan agama dan saya yakin semua agama gak ada yang sepakat dengan LGBTQ,”.

Sekalipun muncul kekecewaan transpuan kepada Jokowi pasca-Pilpres 2014, Prabowo-Sandi tetap tidak akan mencari dukungan dari mereka.

Ihwal keluhan di sektor pekerjaan, program OK-OCE, disebut Nada, bisa menjadi solusinya. Nada menyaksikan keberhasilan program tersebut membina pekerja hotel “lokalisasi” Alexis pascaditutup oleh Gubernur DKI Jakarta.  

“Makanya rombongan Alexis gak balik lagi. OK-OCE ada pelatihan, ada mentoring, nanti kalau bagus kami kasih akses modal juga. Tapi memang akan kami libatkan kalau mereka ingin kembali ke fitrahnya (menjadi laki-laki lagi).”

“Kami tidak mempermasalahkan kalau memang ada laki-laki yang gendernya feminim atau perempuan yang maskulin. Tapi ketika mereka sudah menyatakan dukung LGBTQ, mengubah tampilannya, itu sudah mengganggu publik dan bertentangan dengan norma sosial. Jadi kami tegas tidak akan memberikan fasilitas khusus. Kecuali mereka mau kembali ke fitrahnya baru kami rangkul,” tutupnya.

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?IDN Times/Sukma Shakti

6. Dengan akumulasi 3 persen suara, mungkin saja ada perjanjian diam-diam antara paslon dengan kelompok transpuan

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?IDN Times/Amelinda Zaneta

Meraih dukungan dari transpuan memang hal yang dilematis. Hal itu disebabkan karena masing-masing paslon sudah memiliki basis suara. Kendati begitu, tidak menutup kemungkinan terjadi kesepakatan di balik layar.

“Dalam demokrasi one man one vote, satu suara sangat berharga. Namun masyarakat kita ini masih diskriminatif terhadap waria. Ini yang jadi keengganan terhadap kedua kubu untuk mencari dukungan dari mereka,” papar pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin kepada IDN Times.

Sebenarnya, tidak ada angka pasti jumlah transpuan di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 2011, jumlah transpuan mencapai 38 ribu, meningkat 30 persen selama 10 tahun terakhir. Sementara, data Kementerian Sosial pada 2012 hanya menunjukkan bahwa transpuan ada di 31 Provinsi kecuali di Sulawesi Barat dan Jambi, sekitar 4000 orang di Pulau Jawa.

Jumlah 5 juta diperoleh berdasarkan data FKWI beberapa tahun terakhir. “Tahun 2014 ada sekitar 7 juta waria, tahun ini sekitar 5 juta lah. Kalau yang jumlah Kemenkes itu adalah waria yang mendapat bantuan ekonomi,” terang Mami Yuli.

Menanggapi besarnya jumlah waria di Indonesia, Ujang mengatakan tidak menutup kemungkinan para paslon akan mencari dukungan di balik layar. “Saya kira ini masalah sosialisasi saja. Kalau jumlah 5 juta ini sudah terpublikasikan, tidak menutup kemungkinan ada deal-deal di belakang. Dan itu hal yang sah,” ujarnya.

Ujang mengakui, kebijakan yang ditelurkan oleh pemerintah masih diskriminatif terhadap kelompok transpuan. Karena itu, bila transpuan memiliki daya tawar yang memadai, menurutnya, tidak menutup kemungkinan kehadiran mereka bisa mengubah konstelasi Pilpres di sisa jelang 17 April.

“Saya rasa kelompok waria harus memiliki bargaining yang tinggi. Selama mereka bisa menemukan caranya, mereka akan diperhitungkan sebagai kekuatan politik. Ini pula cara mereka untuk mengatasi tekanan dari suara mayoritas,” tutur dia.

“Kalau mendengar pernyataan tadi (Mami Yuli), waria ini sepertinya lebih dekat dengan 01. Tapi, biasanya kalau ada kekecewaan, bisa saja lari ke 02 yang memang menawarkan janji-janji baru,” kata Ujang.  

7. Meski merasa tertindas dan terdiskriminasi, transpuan tetap percaya pilpres menjadi penentu masa depan mereka

Ada Lima Juta Suara Waria di Pilpres 2019, Dukung Jokowi atau Prabowo?(Ilustrasi transpuan. Kontes Ratu Kebaya Waria Peduli AIDS) FOTO ANTARA/Ismar Patrizki

Kembali ke Kembang Kuning, jarum jam telah menunjukkan pukul 03.30 WIB. Perbincangan malam itu harus diganjar dengan kocek Rp100 ribu. Meski merasa terkucilkan bahkan tidak dianggap kehadirannya, Rose tetap berharap pilpres kali ini membawa perubahan. Walau tidak dapat dimungkiri, bekerja sebagai PSK adalah bentuk keputusasaannya.

“Aku pasti nyoblos dong, masa dicoblos terus, ehh..,” canda Rose sembari tertawa lepas. “Ini kan Pilpres ya, sangat menentukan Indonesia, aku gak mau golput,” imbuhnya.

Sikap Rose senada dengan Mami Yuli. Ia menyerukan agar seluruh transpuan di Indonesia tidak golput. “Aku gak pernah nyuruh golput. Pilih sesuai dengan hati nurani masing-masing,” tutur dia.

Berdasarkan sudut pandangnya, ia optimistis transpuan memiliki harapan di Indonesia. Ia memiliki mimpi untuk menjadi guru besar hukum di Indonesia. Ia juga bersedia menjadi mentor bagi seluruh transpuan di Indonesia untuk menjadi lebih baik lagi. Menurutnya, Pilpres 2019 adalah momentum yang tepat demi menjadi lebih baik.  

“20 tahun yang lalu aku juga PSK jalanan, sampai aku ingin berubah. Karena aku Katolik, aku ketemu Romo dan aku minta bimbingan. Sekarang aku bisa seperti ini. Aku bermimpi ya, 10-20 tahun ke depan ada 3000-4000 waria yang lulus kuliah. Dengan begitu, kehadiran kami tidak bisa diabaikan. Tapi harus ada keinginan yang kuat,” tutur Mami mengakhiri perbincangan dengan IDN Times.  

Baca Juga: Berebut 5 Juta Suara Waria, Pengamat: Bisa Jadi Ada Deal Tersembunyi

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya